Topswara.com -- “Orang bilang tanah kita tanah surga, tongkat kayu dan batu jadi tanaman.”
Penggalan lirik di atas menggambarkan betapa suburnya tanah air Indonesia. Melimpah ruahnya tanaman yang dihasilkan sampai diibaratkan seperti surga. Sebab, apa saja yang ditanam akan tumbuh dan menghasilkan. Begitu memang kenyataan yang ada.
Negara Indonesia sangat kaya akan hasil alamnya. Ini sudah diakui oleh berbagai negara bahwa Indonesia memang mempunyai kekayaan alam yang sangat luar biasa.
Lihat saja berapa banyak hutan, perkebunan, lautan, hasil tambang, banyak tersebar di Indonesia. Melihat ini semua seharusnya negara dengan hasil sumber daya alam yang melimpah dipastikan mampu untuk memenuhi kebutuhan masyarakatnya. Sehingga, tidak perlu lagi melakukan impor untuk bahan pangan masyarakat yang dibutuhkan sehari-hari.
Apabila hasil alam dikelola dengan baik dan amanah pasti kebutuhan masyarakat akan terpenuhi dari hasil alam yang ada. Jadi, tidak perlu untuk impor dari negara tetangga.
Namun, melihat kondisi saat ini ternyata harapan tidak sesuai dengan kenyataan. Negeri ini masih saja melakukan impor untuk kebutuhan masyarakatnya. Bahkan, pemerintah berulang kali melakukan impor ini jelas ada kesalahan dalam pengelolaan sumber daya alam yang ada.
Seperti yang dikabarkan baru-baru ini pemerintah melakukan impor gula sebanyak 215.000 ton untuk tahun ini sebagai kebutuhan masyarakat. Pemerintah akan melakukan impor gula kristal putih sebanyak 215.000 ton untuk tahun ini. Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) menugaskan kepada BUMN Pangan dalam hal ini ID FOOD dan PTPN Holding untuk mengimpor gula tersebut (detikfinance.com, 26/03/2023).
Mengapa hal ini bisa terjadi padahal, jika kita amati bersama hasil alam negeri ini seharusnya cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakatnya. Sayang sekali jika hasil alam yang banyak tidak dikelola dengan baik dan amanah hingga menyebabkan persoalan ini terjadi.
Lagi pula seharusnya hal ini dapat dicegah terlebih dahulu mengingat kejadian impor ini tidak terjadi sekali tetapi berulang-ulang dan tidak hanya gula saja yang di impor tetapi ada kebutuhan yang lainnya juga.
Sementara, jika impor ini terus dilakukan akan terjadi ketergantungan pada pihak luar. Hal ini bisa menyebabkan hasil alam dalam negeri diabaikan.
Akibatnya, terjadilah persaingan antara pihak luar dan dalam negeri sendiri. Ini sebuah persoalan yang semestinya diselesaikan jangan sampai merugikan para petani dalam negeri. Karena, jika tidak diselesaikan dengan tuntas hal ini sama saja akan merugikan masyarakat juga.
Pemerintah harus bisa mengantisipasi terjadinya kelangkaan gula sebagai kebutuhan masyarakat sejak awal. Mengetahui akan kebutuhan gula yang banyak bagi masyarakat di tahun ini maupun akan datang. Menghitung persediaan gula yang ada apakah mampu atau tidak mampu mencukupi.
Hal ini harus diprediksi dengan cepat dan tepat untuk menentukan solusinya. Sehingga, tidak mengambil solusi terakhir dengan mudahnya, yaitu impor dari negeri tetangga. Situasi ini seharusnya tidak berulang-ulang yang memperlihatkan seperti ada faktor kesengajaan bergantung kepada pihak luar untuk menyelesaikan persoalan dalam negeri ini.
Bergantung kepada pihak luar dengan melakukan impor tentu bukan solusi yang diharapkan. Mengingat situasi semacam ini terjadi secara berulang. Namun, solusi yang dilakukan juga sama saja tidak menyelesaikan masalah hingga tuntas.
Lihat saja dalam setahun pasti ada bahan pangan yang diimpor dari luar meski bukan gula. Lantas bagaimana pengelolaan yang ada di dalam negeri ini? Mengapa tidak mampu mencukupi kebutuhan masyarakat? Sementara, hasil alam melimpah ruah di mana-mana.
Beginilah situasi hidup di dalam alam kapitalisme. Sangat sulit untuk mengelola sumber daya alam yang ada padahal berlimpah. Namun, dengan sadar merelakan diri untuk bergantung kepada pihak luar. Sulitnya pemerintah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Padahal, masyarakat itu adalah amanah yang harus dipertanggung jawabkan. Tidak adanya kesadaran pemerintah dalam menjalankan amanah menyebabkan berbagai persoalan tidak mampu untuk diselesaikan.
Setiap tahun masyarakat mengalami situasi yang sulit penyebabnya karena sistem hari ini tidak memberi solusi secara tuntas. Sistem hari ini tidak mampu untuk menyelesaikan berbagai problematika kehidupan masyarakatnya.
Padahal, masyarakat membutuhkan solusi yang pasti dan diselesaikan hingga tuntas ke akarnya. Bukan wacana yang akhirnya tidak direalisasikan dan dilupakan begitu saja.
Sedangkan, sistem Islam telah terbukti mampu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, menjaga masyarakat, melindungi masyarakat. Karena, telah menganggap masyarakat adalah amanah yang sudah semestinya dijaga bukan ditelantarkan begitu saja.
Termasuk memenuhi kebutuhan masyarakat sehari-hari ini bagian daripada amanah juga. Maka, di dalam sistem Islam tidak ada pengabaian untuk memenuhinya.
Setiap pemimpin bekerja dengan amanah sebab, kecintaannya kepada Allah SWT. setiap amanah dijalankan dengan sebaik-baiknya sebab Allah akan meminta pertanggung jawaban atas apa yang telah dilakukan.
Begitulah perbedaan antara sistem yang berasal dari manusia dan sistem yang berasal dari Allah. Jelas terdapat perbedaan dalam segala aspeknya. Mengingat manusia adalah makhluk yang lemah sehingga tidak akan mampu untuk menyelesaikan urusannya tanpa bimbingan dari Allah.
Maka, kembali kepada sistem yang benar, yaitu Islam harus menjadi tujuan kita bersama. Sebab, hanya sistem Islam yang mampu menjaga kita semua. Seorang pemimpin juga akan menjalankan tugasnya dengan amanah sebagaimana yang telah Allah perintahkan. Sehingga tidak ada lagi pengabaian dalam mengurusi masyarakatnya.
Ø¥ِÙ†َّ ٱللَّÙ‡َ ÙŠَØ£ْÙ…ُرُÙƒُÙ…ْ Ø£َÙ† تُؤَدُّوا۟ ٱلْØ£َÙ…ٰÙ†ٰتِ Ø¥ِÙ„َÙ‰ٰٓ Ø£َÙ‡ْÙ„ِÙ‡َا ÙˆَØ¥ِØ°َا ØَÙƒَÙ…ْتُÙ… بَÙŠْÙ†َ ٱلنَّاسِ Ø£َÙ† تَØْÙƒُÙ…ُوا۟ بِٱلْعَدْÙ„ِ ۚ Ø¥ِÙ†َّ ٱللَّÙ‡َ Ù†ِعِÙ…َّا ÙŠَعِظُÙƒُÙ… بِÙ‡ِÛ¦ٓ ۗ Ø¥ِÙ†َّ ٱللَّÙ‡َ Ùƒَانَ سَÙ…ِيعًۢا بَصِيرًا
“Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh, Allah sebaik-baik yang memberi pengajaran kepadamu. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Melihat.” (QS. An-Nisa’ [4]: 58).
Wallahualam bissawab.
Oleh: Astri Ahya Ningrum, S.Pd.
Praktisi Pendidikan
0 Komentar