Topswara.com -- Ramainya pemberitaan di berbagai media tentang penyakit menular TBC yang menjadikan negara Indonesia menjadi peringkat kedua kasus terbanyak setelah India.
Mirisnya lagi, tingginya kasus penyakit TBC ini semakin meningkat tiap tahun nya. Padahal TBC merupakan penyakit menular yang berbahaya dan mematikan. Hal ini disampaikan oleh Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes, dr. Imran Pambudi pada konferensi pers daring, “Hari Tuberkulosis Sedunia 2023" yang mengangkat tema: Ayo Bersama Akhiri TBC, Indonesia Bisa”, pada Jumat (17/3/2023).
Dilansir CNN Indonesia-Kementerian Kesehatan (Kemenkes) merilis data bahwa Indonesia menempati peringkat kedua di dunia dengan jumlah kasus penyakit tuberkulosis (TBC) terbanyak di dunia.
Terjadinya kenaikan yang sangat signifikan atas temuan kasus tuberkulosis (TBC) pada anak di Indonesia. Bahkan kenaikan itu melebihi 200 persen.
Tinggi nya kasus TBC dengan prevalensi yang terus meningkat tiap tahunnya mencerminkan buruknya penanganan kesehatan dalam sistem kapitalisme ini.
Buruknya upaya pencegahan, kurang akuratnya diagnosa, buruknya higiene dan sanitasi, rentannya daya tahan tubuh masyarakat, kegagalan pengobatan, rendahnya pengetahuan, hingga lemahnya sistem kesehatan dan pendidikan.
Selain itu tingginya kemiskinan, stunting, dan terbatasnya sarana kesehatan. Hal ini menunjukkan lemahnya upaya pemerintah dalam menuntaskan kasus TBC. Oleh karena itu kasus TBC tidak pernah tuntas selama negara ini menggunakan sistem kapitalis.
Hanya ada satu sistem yang bisa menguraikan dan memberikan solusi penanganan terbaik untuk kesehatan pada masyarakat. Solusinya adalah kembali pada sistem Islam. Karena Islam bisa memberikan penanganan terkait kesehatan dengan memiliki empat pilar.
Pertama, memperhatikan kesehatan ke setiap pribadi, ini mulai dari pandangan hidup (akidah), pemahaman qadha-qadar, rezeki-ajal, kewajiban belajar, aturan makan minum, aturan tidur, aturan rekreasi, aturan olahraga, sunnah tahajud, shaum sunnah, sedekah sunnah. Hal-hal ini bisa dilaksanakan segera oleh setiap pribadi.
Kedua, ajaran Islam terkait kesehatan ke masyarakat secara kolektif. Misalnya soal menjaga kebersihan lingkungan, persampahan, peduli pada tetangga, aturan bila ada hewan peliharaan, aturan tanggap bencana, aturan kesehatan dari sisi psikologis dan sosiologis, kewajiban saling menasihati (amar ma’ruf nahy mungkar).
Kondisi lingkungan yang bersih berkait erat dengan kesehatan penduduknya. Hal ini perlu disosialisasikan hingga menjadi opini publik.
Ketiga, sistem Islam terkait kesehatan yang menjadi tugas negara. Misalnya seperti penyelenggaraan fasilitas kesehatan, penyelenggaraan pendidikan agar masyarakat sadar dan tahu cara hidup sehat, penangguhan wabah dan bencana, pengawasan terhadap kehalalan dan keamanan industri obat dan makanan, sanksi terhadap pelaku pidana kesehatan tersebut. Hal-hal ini memerlukan banyak kontak (lobi) ke ashabul fa’aliyah orang-orang kuat yang punya akses ke kekuasaan.
Keempat adalah pelaku-pelaku riset sains dan teknologi kesehatan yang akan menyediakan sains dan teknologi yang teruji untuk menopang kesuksesan pilar 1-2-3. Di sini berlaku kaidah ”antum a’lamu biumurid-dunyaa-kum.” (Kalian lebih tahu urusan teknis dunia kalian. Di sinilah kemudian sejarah mencatat nama-nama Ilmuwan Muslim yang harum di dunia kedokteran. Seperti Ibn Sina, ar-Razi, Ibn an Nafis, Abu Qasim az- Zahrawi di era Abbasiyah, hingga para perintis vaksin di era Utsmaniyah.
Wallahu a'lam bishshawab
Oleh: Ratih Fitriandani
Aktivis Muslimah dan Pendidik Generasi
0 Komentar