Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Bulan Ramadhan, Kedai Makan Tak Tutup?


Topswara.com -- Pemerintah Kabupaten Ciamis mengimbau pemilik warung makan, rumah makan, mupun restoran mematuhi jam buka selama bulan suci Ramadhan. Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) mulai menyisir warung makan dan restoran untuk menempel imbauan tersebut. 

Pantauan “PR”, Selasa 21 Maret 2023 sejumlah anggota Satpol PP Ciamis memasang kertas berisi imbauan amaliyah ramadhan 1.444 H (2023). Kedatangan anggota penegak Peraturan Daerah tersebut mendapat sambutan dari pemilik warung makan atau restoran. koran.pikiran.rakyat.com (21/3/23). 

Uraian di atas dapat dipahami bahwa saat bulan Ramadhan seharusnya mereka mengerti bahwa harus menghormati orang yang berpuasa, menutup kedai makan dengan sepenuhnya bukan setengah-setengah. 

Apalagi datangnya para satpol PP tidak membuat kedai makan ditutup permanen, hanya jam nya ditentukan dan makanan dibeli untuk dibungkus.

Hal ini seharusnya tidak demikian sebab kita harus tau sebab dia tidak berpuasa. Mirisnya kebanyakan laki-laki yang makan di rumah kedai makan. Walaupun dalam rangka menghormati orang yang berpuasa dengan menutup sementara kedai makan tidaklah cukup. 

Karena tidak sepenuhnya hal ini dilakukan atas dasar ketakwaan kepada Allah SWT melainkan kebijakan yang pemerintah buat. Dan satpol PP hanya melakukan tugasnya jika tidak pasti akan ada konsekuensi yang diterima baik dari penjual kedai makan dan satpol PP yang akan memberikan denda. 

Inilah kebijakan yang di buat oleh sistem kapitalisme sekulerisme yang memisahkan agama dari kehidupan. Sudah jelas bahwa puasa Ramadhan diwajibkan atas seluruh umat Islam baik Muslim dan Muslimah kecuali ada udzur syari yang membuat mereka haram untuk berpuasa. 

Dalam Surah Al-Baqarah Ayat 183 Allah SWT berfirman sebagai berikut: 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa". (QS. Al-Baqarah: 183). 

Pada ayat di atas makin jelas bahwa makna dari puasa agar menambah ketakwaan, keimanan kita kepada Allah SWT dan ketaatan kita seraya mencari ridha Allah SWT dalam berpuasa, beribadah dan wajib bagi yang tidak ada udzur syari apapun jadi dosa apabila meninggalkan puasa di bulan Ramadhan. 

Islam memiliki sanksi yang tegas dan adil bagi orang meninggalkan puasa, sanksi ini dilaksanakan dalam sistem yang dinamakan khilafah. Bahkan yang meninggalkan puasa tanpa udzur syari akan mendapat azab di dunia maupun di akhirat dalam hadits Abu Umamah Al-Bahili RA ia mendengar Rasulullah SAW bersabda: 

"بينما كنت نائمًا (في حلمي) جاءني فجأة رجلان ، ثم أمسكا بيدي وأخذاني إلى جبل شديد الانحدار. قال كلاهما: _" اصعد! قال كلاهما ، "سنساعدك على الصعود". ثم صعدت ووصلت إلى قمة الجبل. وفجأة سمعت صراخًا عاليًا جدًا ، فسألت "ما هذا الصوت؟" ثم تابعت في طريقي ._ فجأة رأيت أشخاصًا معلقين من الأوتار فوق كعبيهم (مائلًا) ممزقة في أفواههم وكانت الدماء تتدفق من زوايا أفواههم. قلت: من هؤلاء الناس؟ أجاب: هم قوم يفطرون قبل الأوان (يتركون صيام رمضان) _. (رواه النسائي).

Artinya: "Pada saat saya tidur, (dalam mimpiku) tiba-tiba datang kepadaku dua orang laki-laki, lalu keduanya memegang tanganku dan membawaku ke sebuah gunung yang terjal. Keduanya mengatakan:" naiklah!" Aku menjawab, "aku tidak mampu naik". Keduanya berkata, " Kami akan membantumu naiknaik." Lalu akupun naik dan sampai ke puncak gunung. Tiba-tiba aku mendengar teriakan yang sangat keras. Aku bertanya, "Suara apa kah ini?" Mereka menjawab,  "Ini adalah teriakan penghuni neraka." Kemudian akupun melanjutkan perjalanan. Tiba-tiba aku melihat orang-orang digantung pada urat-urat di atas tumit mereka (secara tersungkir), Yang sobek-sobek pada mulut mereka dan darah pun mengalir dari sudut-sudut mulut mereka. Aku berkata, "Siapakah orang-orang ini?" Kedua laki-laki ini menjawab, "Mereka adalah orang-orang yang berbuka sebelum waktunya (meninggalkan puasa Ramadhan). (HR. An-nasai). 

Bahkan dalam hadis lainnya seseorang yang meninggalkan puasa tanpa udzur syari tidak akan diterima meskipun diganti puasanya. Hal ini berlaku pada orang yang menjual makanan untuk orang yang tidak berpuasa tanpa adanya udzur syari dan penjual pun ikut mendapatkan dosa yang sama dengan sang pembeli. 

Adapun sanksi tegas yang diberikan khilafah yakni ta'zir merupakan bentuk dan kadarnya yang tidak ditentukan khusus oleh syariah maksudnya ialah jika ta'zir yang diberikan tidak diadopsi dari khalifah/imam maka qadhi (hakim) memiliki hak untuk menentukan sendiri ta'zirnya. 

Menurut Syekh Abdurrahman al-Maliki seorang Muslim yang tidak berpuasa pada bulan Ramadhan tanpa adanya udzur syari maka dia dijatuhkan hukuman sanksi penjara selama dua bulan untuk setiap hari tidak berpuasa. Dan jika dia tidak berpuasa secara terbuka di hadapan publik/umum serta menodai kesucian bulan Ramadhan maka sanksi akan ditambah menjadi enam bulan. 

Selain itu, khalifah senantiasa untuk terus mengingatkan rakyatnya akan wajibnya puasa Ramadhan. Sebab jika meninggalkan puasa berarti telah melakukan dosa yang besar. Dengan aturan tersebut semata-mata meraih ridha Allah dan mengajak masyarakat untuk semakin taat kepada aturan Allah.

Namun sangat disayangkan pada sistem saat ini di mana para penguasa abai atas  rakyatnya yang tidak berpuasa. Atas nama HAM pemerintah tidak mampu berbuat apa-apa ketika masyarakat melanggar hukum syarak. 

Sanksi yang tegas dan adil seperti uqubat dan ta'zir tidak akan bisa diterapkan selama masih dalam kungkungan sistem kapitalisme yang berasal dari demokrasi sebaliknya hal ini akan terwujud dan diterapkan hanya dalam sistem Islam dan jika adanya daulah khilafah. 

Wallahu' alam bishawwab.


Oleh: Yafi'ah Nurul Salsabila
Aktivis Dakwah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar