Topswara.com -- Baru saja bernapas dari panjangnya episode kasus Sambo, terbitlah kasus baru. Bahkan banyak orang beranggapan kasus yang belum lama mencuat ini seperti kasus Sambo versi U20.
Ya kasus itu adalah kasus kekerasan yang menjerat anak salah seorang pejabat negara yakni, Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan, Rafael Alun Trisambodo. Kasus kekerasan ini menjadi sorotan panas, bukan hanya karena latar belakang pelaku atau korban yang menjadi acuan, tetapi juga kondisi mengenaskan korban pasca kekerasan itu terjadi, disinyalir korban sampai mengalami koma.
Kejadian ini bermula pada hari Senin, 20 Februari 2023 di Pesanggarahan, Jakarta Selatan. Di kutip dari Tempo.co, kronologi penganiayaan itu terjadi karena masalah perempuan.
Di duga A memberikan pernyataan berupa hasutan yang membuat pelaku MD gelap mata. Ia dengan beringas memukuli D bahkan menginjak-injak badannya hingga tidak sadarkan diri.
Mirisnya, aksi gila ini bukannya dihentikan malah diabadikan oleh pihak ketiga seakan-akan kekerasan itu ialah tontonan menarik yang sangat sayang untuk dilewatkan. Hingga akhirnya video itu tersebar luas di jejaring media.
Selain menunjukkan rendahnya rasa kemanusian antar sesama, kasus ini secara tidak langsung juga menampakkan bagaimana kinerja pola asuh orang tua yang tidak baik.
Selain tidak baiknya pola asuh orang tua masalah ini juga menunjukkan bagaimana sistem kapitalisme ini menunjukkan wajah aslinya. Sebuah sistem yang sangat mendewakan materi di banding apapun ini sukses membuat generasi salah arah dalam menjalani kehidupan.
Pemuda saat ini saling berbondong-bondong menunjukkan kekayaan lewat postingan-postingan media sosial walau sebenarnya itu harta orang tuanya saja.
Sama halnya dengan pelaku kekerasan yang terlahir dari sendok emas ini, bisa diterka bagaimana pola asuh yang ia serap selama ini, mengingat jabatan orang tuanya sebagai dirut pajak yang pastinya sangat berlimpah materi.
Entah pelajaran apa yang ia pahami pertama kali, namun bila di lihat dari postingannya gaya hidup hedonismelah yang sudah sangat melekat pada dirinya.
Ini menunjukkan bahwasannya orang tuapun memiliki andil dalam mewujudkan cara pandang tersebut atau mungkin membiarkannya dengan dalih apapun itu.
Dengan menanamkan persepsi kapitalis sejak dini maka tidak heran apabila anak akan mulai kehilangan jati diri mereka sesungguhnya sampai akhirnya menghalalkan segala cara bahkan seakan melihat nyawa itu tidak ada harganya.
Di sistem ini, terlebih sekulerisme kapitalisme. Tolak ukur kebahagiaan ialah banyaknya materi dengan mendapat apa-apa yang di suka tanpa melihat itu berasal dari halal atau haram.
Mengedepankan pendidikan setinggi langit dengan harap mendapat status tinggi di masyarakat namun minim ilmu agama yang tentu itu berbahaya.
Karena jika ilmu agama di kesampingkan maka akan seperti apa manusia, tentu tidak ada bedanya dengan hewan bukan? Ditambah lagi saat ini banyak orang tua yang terlalu sibuk bekerja sampai melupakan perannya sebagai madrasah pertama.
Apalagi banyak cara pandang saat ini yang ketika punya banyak materi akan merasa benar akan segala tindakan karena lagi-lagi memandang bahwa terpenuhinya segala kebutuhan hidup, kaya raya dan tidak kurang dalam hal materi adalah point utama kebahagiaan dan mendapatkan apapun yang di inginkan.
Terkadang hal inilah yang melahirkan ‘trend' buruk pada anak-anak masa kini, karena pola pikir ini telah merubah cara pandang dalam menjalani kehidupan.
Mereka sering kehilangan jati diri sebenarnya karena pola asuh yang salah sejak awal. Sedangkan di dalam Islam-sebagai agama rahmatan lil ‘alamin-tentu sudah diatur bagaimana peran orang tua dalam mendidik anak mereka supaya menjadi generasi yang cemerlang.
Sudah jelas, bahwa Islam hadir untuk memperbaiki sikap bahkan cara pandang manusia dalam kehidupan, atau lebih singkatnya, perbaikan akhlak.
Sebagaimana firman Allah:
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
ÙˆَÙ…َا Ø®َÙ„َÙ‚ْتُ الْجِÙ†َّ Ùˆَا Ù„ْاِ Ù†ْسَ اِÙ„َّا Ù„ِÙŠَعْبُدُÙˆْÙ†ِ
"Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku." (QS. Az-Zariyat 51: Ayat 56)
Sudah jelas bahwa manusia diciptakan untuk beribadah kepada Allah semata, dan kelak akan dimintai pertanggung-jawaban di hari akhir.
Maka sudah sepatutnya manusia menjadikan segala hal sebagai saran dakwah guna menambah pahala.
Contoh, anak misalnya. Karena kita membahas soal anak. Ia adalah investasi akhirat bagi para orang tua, maka orang tua pun seharusnya lebih peduli dan memperhatikan anak dalam segala aspek.
Baik pergaulan serta apa saja yang mereka serap dalam lingkungan juga sekolah. Mengajarkan sejak dini soal agama karena agama ialah benteng manusia dalam menjalani kehidupan.
Bukankah tugas benteng itu melindungi, apabila bangunan benteng itu sedari awal tidak kokoh, maka jangan tanya lagi bagaimana bentuknya apabila serangan datang. Roboh pasti. Walhasil, akan membahayakan orang yang berlindung di dalamnya.
Demikianlah tugas pertama seorang bapak atau ibu, menanamkan iman dalam diri anak-anak, mengenalkan mereka pada Allah tuhan semesta alam, serta apa-apa yang diizinkan Allah untuk dilakukan juga apa-apa yang Allah larang.
Sebagaimana bangunan yang membutuhkan pondasi. Pondasi ini harus dibuat sekokoh dan sekuat mungkin agar bangunan senantiasa berdiri tegak apabila badai mengguncang. Begitulah kondisi iman juga.
Jadi, trend semacam ini takkan terjadi apabila pola asuh Islam diterapkan. Takkan ada anak yang tega memukul orang lain hingga membuat pihak lain merasakan kerugian juga. Jangankan menganiaya, berkata kasar pun tidak akan berani karena tahu bahwa apa saja yang tubuhnya kerjakan akan dimintai pertanggung jawaban.
Selain itu, negara pun memiliki andil dalam memperbaiki akhlak manusia. Karena sejatinya akhlak itu terlahir dari kesadaran manusia dalam melaksanakan segala aturan atau syariat yang Allah turunkan, dan dengan demikian negara berperan penting mewujudkan aturan itu terlaksana.
Menerapkan pendidikan mumpuni pada segala kalangan, menghadirkan kurikulum agama sebagai point dasar pendidikan, menyediakan lapangan kerja bagi orang tua yang kesulitan ekonomi dalam memenuhi kebutuhan hidup. Bukan malah memisahkan agama dari kehidupan, dimana hal tersebut membuat banyak orang tidak paham konsep dasar mengapa mereka diciptakan.
Dan semua ini, hanya terdapat dalam Islam. Jika, sistem Islam diterapkan, maka kesenjangan hidup antar si kaya dan si miskin takkan pernah ada. Negara akan membuat rakyatnya patuh pada segala peraturan yang diperintahkan oleh allah, sehingga keberkahan akan selalu menyertai mereka, karena mustahil Allah memerintahkan sesuatu tanpa ada maslahat di dalamnya.
Oleh: Sylvia Iis Sagita
Aktivis Muslimah
0 Komentar