Topswara.com -- Masalah stunting belum juga tuntas teratasi. Beragam solusi disajikan demi menekan angka stunting. Bagaimana tidak kebakaran jenggot, angka stunting di Indonesia menempati posisi yang mengkhawatirkan. Peringkat ke empat dunia, dan peringkat dua se-Asia Tenggara.
Solusi teranyar dipaparkan Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Prof. Dr.Muhadjir Effendi, M.A.P. yaitu dengan mendorong masyarakat di Maluku untuk gemar makan ikan (tribunnews.com, 9/3/2023).
Dorongan ini pun dikhususkan pada anak-anak untuk mempercepat penurunan angka stunting. Hal tersebut diungkapkan dalam acara Roadshow Percepatan Penurunan Stunting dan Kemiskinan Ekstrim di Provinsi Maluku yang digelar secara online (8/3/2023).
Muhadjir pun melanjutkan, sungguh ironis, di tanah Maluku yang begitu melimpah ikan, namun masih terdapat enam kabupaten di atas rata-rata prevalensi balita stunting. Dan ada sebanyak lima kabupaten atau kota lainnya berada di bawah angka rata-rata provinsi. Berdasarkan data Survei Status Gizi Indonesia tahun 2022, prevalensi balita stunting di Maluku mencapai 41, 6 persen.
Ajakan gemar makan ikan pun disosialisasikan di berbagai wilayah lain, seperti Banten dan Kepulauan Riau. Untuk memperbaiki asupan gizi masyarakat, terutama balita dan anak-anak.
Memang betul, asupan protein merupakan hal penting dalam memperbaiki asupan gizi. Salah satunya dengan rajin makan ikan. Namun, program makan ikan tak bisa serta merta menghilangkan stunting dengan cepat.
Faktanya, angka stunting di Maluku masih cukup besar. Semua program ini membutuhkan waktu dan proses yang cukup lama. Wilayah yang melimpah hasil lautnya, mungkin tidak jadi masalah dalam menyediakan sumber protein hewani tersebut.
Namun, bagaimana dengan wilayah lain yang tidak memiliki sumber protein hewani yang melimpah. Harga ikan begitu mahal. Sementara kemampuan rakyat tak bisa dipukul rata begitu saja. Jelaslah, solusi yang ditawarkan hanyalah solusi semu yang bias.
Negara tidak menilik masalah dari akar masalahnya. Terbiasa menyajikan solusi hilir saja. Negara pun seolah lupa, badai kemiskinan terus menyapa rakyat. Membeli beras saja susah, apalagi ikan.
Sungguh, stunting merupakan salah satu anakan masalah yang terlahir dari kemiskinan. Pencegahan stunting membutuhkan waktu yang lama dan solusi sistematis.
Karena menuntut tercukupinya ketersediaan asupan gizi harian secara berkesinambungan bagi setiap lapisan masyarakat. Sementara dalam waktu bersamaan, masyarakat masih jauh dari kondisi sejahtera.
Pemenuhan gizi seimbang sangatlah sulit terpenuhi. Untuk makan sehari-hari saja, belum tentu mampu tercapai. Ironis, di tengah melimpahnya sumberdaya pangan, justru rakyatnya banyak yang kelaparan. Angka kemiskinan begitu tinggi.
Tingkat pendapatan masyarakat miskin hanya berkisar Rp 500.000/kepala keluarga/ bulan. Seruan makan sehat seperti apapun, entah makan ikan, makan daging ataupun sayur dan buah.
Semuanya tidak dapat menuntaskan masalah stunting. Karena akar masalah utama adalah kemiskinan. Masyarakat miskin, tak mampu mengakses mahalnya beragam pangan bergizi. Artinya, stunting tidak akan pernah tersolusikan, jika kemiskinan masih terus menghantui kehidupan.
Kemiskinan struktural yang sistematis adalah masalah mutlak yang dilahirkan dari sistem ekonomi ala kapitalisme. Sistem ini hanya berorientasi pada materi.
Semua kebijakan yang ditetapkan hanya difokuskan pada keuntungan oligarki pemilik modal. Alhasil, kebutuhan rakyat pun tergadaikan. Tidak diperhatikan. Rakyat hanya dianggap beban yang tidak dipedulikan. Inilah kezaliman yang nyata.
Berbeda dengan paradigma Islam. Islam memandang bahwa rakyat adalah amanah yang harus dijaga setiap kebutuhannya. Termasuk kebutuhan pangan harian.
Islam menetapkan segala pengelolaan sumberdaya alam yang ada wajib diperuntukkan sebesar-besarnya kepentingan rakyat. Pemimpin wajib mengurusi setiap rakyatnya dengan amanah, tanpa memperhitungkan untung rugi secara materi.
Segala pengelolaan sumberdaya wajib ditangani negara, bukan diserahkan pada swasta ataupun asing. Semua kepemimpinan atas dasar syariat Islam, dilakukan atas dasar keimanan kepada Allah SWT, demi menggapai ridhaNya.
Islam memerintahkan setiap kepala keluarga bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Negara pun wajib menyediakan lapangan pekerjaan yang layak bagi seluruh rakyatnya. Bukannya malah menyerahkan lapangan pekerjaan pada tenaga asing, seperti yang kini terjadi. Segala pengelolaan sumberdaya dilakukan langsung oleh negara. Otomatis, akan terbuka lebar lapangan pekerjaan bagi setiap kepala keluarga. Akhirnya, setiap rakyat akan menggapai sejahtera bersama dalam dukungan negara yang menciptakan suasana kondusif.
Segala gambaran ini dapat dicapai hanya dalam sistem Islam yang amanah mengurusi rakyat. Sistem Islam dalam wadah institusi khas, Daulah Khilafah manhaj An Nubuwwah. Wadah amanah yang mensejahterakan seluruh rakyat. Khilafah yang telah berhasil sejahterakan rakyat selama 14 abad lebih.
Lantas, pantaskah kita ragu akan kekuatan Islam yang gemilang? Seharusnya kita yakin, bahwa sistem Islam-lah satu-satunya solusi cerdas tuntaskan kemiskinan dan lenyapkan stunting.
Wallahu a'lam bisshawwab.
Oleh: Yuke Octavianty
Forum Literasi Muslimah Bogor
0 Komentar