Topswara.com -- Di tengah kondisi cuaca yang tidak menentu, masyarakat semakin cemas akan datangnya banjir. Belum lagi sampah yang menggunung menjadi problem tersendiri. Pasalnya, penumpukan sampah hampir melebihi kapasitas, sehingga kabarnya Tempat Pembuangan Sampah (TPS) wilayah Burangkeng akan ditambah.
Karena tempat pembuangan sampah yang sebelumnya sudah tidak mampu menampung sampah lagi. Tentu, hal ini harus mendapat perhatian serius dan pemerintah harus bergerak cepat mengatasi permasalahan sampah dan banjir ini sampai tuntas.
Di lansir dari bisnis.com (12/2/2023), telah terjadi banjir di Desa Tanjungsari dan Karangraharja Kecamatan Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Hingga mengakibatkan kemacetan dan beberapa kendaraan menerobos tol. Banjir setinggi 80 sentimeter yang melanda wilayah Cikarang Utara ini merendam 130 rumah warga.
Hal ini disampaikan oleh Satgas BPBD Kabupaten Bekasi Gatot Sumarna. Beliau menyampaikan himbauan kepada warga sekitar untuk mengungsi ke masjid untuk menghindari naiknya debit air. Kemudian Gatot juga menuturkan, bahwa banjir yang menggenangi wilayah Cikarang Utara ini berasal dari luapan sungai hulu akibat intensitas curah hujan yang tinggi.
Sementara itu, kabar berita datang dari suarajabar.id (04/02/2023), DPRD Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, mendesak pemerintah daerah setempat menangani problem sampah yang belum terselesaikan. "Butuh keseriusan pemerintah daerah agar masalah ini tidak berlarut-larut karena banyak aspek yang harus dipenuhi", kata Helmi Ketua Komisi DPRD III Kabupaten Bekasi di Cikarang.
Tata Kelola Kota Tidak Tepat
Tata kelola dalam kapitalisme hanya sebatas mementingkan pembangunan infrastruktur dan pemasukan investor semata. Artinya, asas manfaat yang telah menjadi tabiat kapitalisme ini melekat erat dalam setiap menjalankan tata kelola kota.
Tanpa melihat betapa banyak permasalahan di belakang panggung sistem hari ini. Banjir yang tidak kunjung reda di setiap wilayah, hal ini bukan hanya curah hujan berintensitas tinggi namun juga eksploitasi SDA-nya yang terus dikeruk untuk pembangunan infrastruktur.
Akhirnya, hutan-hutan mulai gundul dan tidak dilakukan perbaikan setelah penebangan dan menyebabkan banjir. Pohon-pohon ditebang secara liar di kota-kota besar sehingga tanah tidak kuat menopang genangan air dan mengakibatkan banjir di pemukiman penduduk.
Persoalan banjir yang tidak kunjung menemui solusi secara tuntas, persoalan sampah yang mulai kekurangan tempat penampungan karena banyaknya kapasitas sampah.
Namun sayangnya, pemerintah kapitalis nampaknya hanya mementingkan materi yang menguntungkan dirinya. Sikap egois serta acuhnya pemerintah kapitalisme menjadikan persoalan banjir dan sampah ini semakin rumit.
Pasalnya, sumber daya alam yang seharusnya dikelola oleh negara secara mandiri yang bertujuan untuk menyejahterakan rakyat justru membiarkan sumber daya alamnya dikeruk habis oleh asing maupun swasta.
Pembiaran yang terus menerus terjadi, menjadikan rakyat menanggung akibat dari perbuatan tangan-tangan serakah kapitalis mengeruk keuntungan lewat sumber daya alam yang dikeruknya.
Memang nahas, hidup dalam kungkungan sistem kufur menjadikan setiap jiwanya tumbal demi memuaskan nafsu duniawi para penguasa dan pemilik modalnya.
Tidak setitik pun penguasanya peduli terhadap nasib rakyatnya. Karena sistem demokrasi diadopsi dari hukum buatan Barat, pemerintah hanya dijadikan boneka untuk menjalankan undang-undang sesuai dengan keinginan segelintir orang.
Termasuk dalam tata kelola kota, pemerintah hanya berfokus pada pembangunan infrastruktur dan masyarakatnya hanya difokuskan pada urusan perut.
Permasalahan yang berkaitan dengan bidang apa pun termasuk dalam bidang tata kelola kota dan lingkungan itu perlu peran negara. Karena seyogianya negara merupakan pengurus urusan umat dan negeri yang ia pimpin.
Selama kapitalisme masih menjadi hegemoni negara yang diadopsi, mustahil negara akan memberikan pengurusan untuk memperbaiki kerusakan lingkungan dan alam.
Ambisi Kapitalis
Dari tata kelola lingkungan masyarakat dan pelestarian alam yang buruk, hal ini diperparah dengan banyaknya pembangunan gedung dan kawasan elite.
Pembangunan tersebut tentu tidak berpihak kepada masyarakat kecil, melainkan menjadi bumerang atas pembangunan tersebut. Keinginan para pemilik modal untuk membangun kawasan green park city selalu nyaring terdengar.
Sedangkan keseimbangan ekosistem alam dengan yang lain masih dibutuhkan untuk mencegah terjadinya bencana banjir di pemukiman warga.
Sayangnya, ambisi para penguasa dan elite kapitalis mengalahkan suara keluhan masyarakat kecil. Mereka terdampak banjir akibat keserakahan segelintir orang yang hanya berambisi untuk dirinya saja.
Tanpa disadari, hal ini menjadikan masyarakat menjalani kehidupan yang serba sulit. Sebab harus terusik ketenangannya oleh cuaca yang ekstrem dan siap berjuang di bawah bayang-bayang bencana banjir.
Pembangunan gedung-gedung baru dan kawasan elite ini, tak menjadikan masyarakat jauh dari banjir bandang. Mungkin para kapitalis selalu merasa nyaman karena tinggal di kawasan bebas banjir, namun, masyarakat kecil harus bertaruh sekuat tenaga untuk melawan banjir setiap waktu.
Sampah Menggunung, Solusi Tambal Sulam
Volume sampah yang melebihi kapasitas setiap tahun, menyebabkan kurangnya lahan pembuangan sampah. Di tengah permasalahan banjir yang belum selesai, di sisi lain problem sampah yang kian menumpuk tidak juga diurus dengan serius.
Sampah yang melebihi kapasitas ini juga tak lepas dari perilaku konsumerisme masyarakat. Sehingga menyebabkan masalah lingkungan yang tercemar karena bahan-bahan produk yang dikonsumsi masyarakat harus menjadi sampah yang dibiarkan tanpa diproses.
Kesadaran yang minim di kalangan pemerintah maupun masyarakat, permasalahan penumpukan sampah ini belum ditangani dengan baik. Sehingga, sampah yang seharusnya diproses namun dibiarkan menumpuk.
Bukan hal baru jika negeri ini sangat minim lahan untuk membuang sampah, karena debit sampah yang overload mengakibatkan tercemarnya lingkungan hidup.
Alih-alih memberi solusi, namun pada kenyataannya kapitalisme hanya menawarkan solusi tambal sulam. Bukan solusi untuk menyelesaikan justru membuat masalah baru. Dengan mengganti kemasan produk sekali buang dengan kemasan isi ulang.
Dengan dalih mengurangi sampah plastik serta menggaungkan program go green. Tetapi, hal ini justru hanya citra bagi perusahaan yang berharap konsumen lebih menyukai produk dengan kemasan baru yang disertakan logo dan bungkus yang menarik.
Kapitalisme hanya memandang semua untuk bisnis. Bahkan program go green untuk citra produk konsumen semata. Namun, kenyatanyaanya, masih banyak sampah menumpuk sampai kurangnya lahan pembuangan sampah tersebut.
Selain ada produk yang menggunakan kantong bahan kain 'ramah lingkungan', ternyata produk go green menggunakan plastik. Banyak yang tidak sesuai dengan motto perusahaan penyedia produk go green tersebut.
Islam Memberi Solusi Paten
Jauh dari aturan kapitalisme yang hanya menjadikan sesuatu dengan tujuan meraih keuntungan pribadi, Islam justru mempunyai pandangan yang khas tentang lingkungan.
Rasulullah bersabda dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi : "Allah itu Maha Suci dan Dia menyukai hal-hal yang suci, Dia Maha Bersih dan menyukai kebersihan, Dia Maha Mulia dan menyukai yang dimuliakan, Dia Maha Indah dan menyukai keindahan. Maka, bersihkanlah lingkunganmu".
Pada masa kejayaan Islam selama 13 abad lebih, Islam telah melahirkan kota-kota yang maju dan tentunya bersih. Jauh dari hal-hal yang kotor. Sebut saja Baghdad, kota yang saat itu dalam naungan kekhilafahan Bani Abbasiyah.
Baghdad memiliki keindahan kota yang benar-benar terjaga. Sang pemimpin negara sangat memperhatikan detail tata kelola kota dengan pembangunan yang menakjubkan setiap mata yang memandang. Kota Baghdad juga terkenal dengan kota ilmu pengetahuan.
Karena di sana tempat di mana khalifah dari Bani Abbasiyah membayar banyak para ilmuwan, cendekiawan muslim dan penerjemah untuk menerjemahkan buku-buku yang ada di perpustakaan kota. Dalam hal pembangunan, sang khalifah juga sangat matang mempersiapkan segala sesuatu, baik tukang, arsitektur, finansial, letak geografis dan lain sebagainya.
Sampai pada pergantian khalifah Al-Mansyur, negeri Baghdad masih terurus dengan baik. Sampai kebersihan kota serta lingkungan juga terjaga. Tidak ada satupun sampah menumpuk dan ketika ada problem di lingkungan masyarakat seperti problem sampah, akan segera ditangani dengan cepat dan pastinya tuntas.
Hal ini nyata adanya selama Islam menjadi satu-satunya mabda yang diemban oleh negeri-negeri muslim mana saja. Kemudian, negara yang menerapkan sistem pemerintahan Islam, tidak membangun sesuatu yang hanya bermanfaat untuk dirinya sendiri.
Melainkan untuk kemaslahatan umat semata, karena Islam sendiri melahirkan aturan yang berasal dari penciptanya. Bukan hanya mengatur ibadah mahdhah saja, tetapi juga berbagai aspek.
Dalam mengatasi problem banjir, Islam sangat memperhatikan sekali kebutuhan apa saja yang perlu dibangun agar permasalahan banjir ini teratasi dengan cepat dan tidak terjadi berulang-ulang. Dalam segi pembangunan, Islam mempunyai upaya dalam mengatasi banjir yang disebabkan oleh curah hujan yang tinggi, banjir rob, dan sebagainya.
Salah satu upayanya adalah membangun bendungan dengan berbagai macam jenis bendungan. Telebih saat Islam masih berjaya, bangunan bendungan dibangun di sisi mana saja. Sampai saat ini bendungan sisa-sisa peninggalan dinasti kejayaan Islam masih berdiri. Sebut saja bendungan di wilayah Iran Selatan tepatnya di Provinsi Khuzestan.
Dari segi kebijakan dan undang-undang, negara akan mengatur beberapa poin penting dalam menangani kasus banjir. Yaitu membuat rencana yang matang terkait penanggulangan bencana banjir yang sewaktu-waktu dapat terjadi.
Mengeluarkan kebijakan seperti izin pembangunan, membentuk kader khusus untuk penanganan bencana banjir, alat-alat yang dibutuhkan ketika bencana banjir, evakuasi dan masih banyak lagi.
Semua dipersiapkan matang oleh negara yang diatur dalam tatanan syariat Islam. Termasuk memberikan rakyat jaminan keamanan berupa penanganan korban bencana yang cepat tanggap. Dan satu sama lain saling memberikan bantuan dengan segera tanpa kata nanti.
Alangkah amannya ketika hari ini semua diatur dalam naungan institusi khilafah. Saatnya masyarakat mencampakkan kapitalisme, dan menggantinya dengan Islam. Karena hanya Islam satu-satunya sistem yang mampu membuat bumi ini tidak kehilangan keseimbangan dan kebijakannya menyejahterkan.
Diam bukan lagi menjadi tujuan hidup kita kaum muslim, tetapi saatnya kita bergerak. Menyuarakan kebenaran demi tegaknya kembali negara adidaya dengan menerapkan hukum syariat. Walaupun ketika fajar khialafah telah tiba, itu terjadi atas kehendak Allah bukan karena kemampuan kita. Tetapi, tidak ada salahnya kita menjadi pejuang untuk menyelamatkan umat ini dari kapitalisme yang sudah nampak rusak ini. Karena kita akan dimintai tanggung jawab di hadapan Allah di hari penghisaban.
Allahu a'lam bisshawab.
Oleh: Antika Rahmawati
Aktivis Dakwah
0 Komentar