Topswara.com -- Ramai beredar video Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri yang sedang berbicara mengenai ibu-ibu di Indonesia yang suka mengikuti pengajian, sehingga lupa mengurus pekerjaan rumah dan anaknya.
Pernyataan tersebut disampaikan Megawati ketika ia mengisi acara Kick Off Pancasila dalam Tindakan 'Gerakan Semesta Berencana Mencegah Stunting, Kekerasan Seksual pada Anak dan Perempuan, KDRT, dan Bencana Alam' oleh BPIP bersama BKKBN dan BRIN pada Kamis (16/2/2023).
(Dikutip dari tayangan YouTube Tribun MedanTV).
Salah satu fenomena memprihatinkan saat ini adalah rendahnya semangat dan motivasi untuk menuntut ilmu agama Islam. Ilmu agama seakan menjadi hal remeh dan terpinggirkan. Berbeda dengan semangat untuk mencari ilmu dunia.
Seseorang bisa jadi mengorbankan apa saja untuk meraihnya. Begitu bersabarnya menempuh pendidikan mulai dari awal di sekolah dasar hingga puncaknya di perguruan tinggi demi mencari pekerjaan dan penghidupan yang layak bahkan jabatan yang berlapis-lapis.
Mayoritas umur, waktu, dan harta, dihabiskan untuk menuntut ilmu dunia di bangku sekolah. Bahkan yang menuntut ilmu sampai ke luar negeri, sampai mengorbankan segala-galanya demi meraih ilmu dunia yakni jauh dari keluarga, jauh dari kampung halaman, dan sebagainya.
Lalu, bagaimana dengan ilmu agama? Terlintaskah dalam benak untuk serius mempelajarinya atau mungkin malah tidak seperti itu. Apalagi sampai mengorbankan waktu, harta dan tenaga untuk meraihnya.
Rasulullah SAW bersabda,
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
”Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim." (HR. Ibnu Majah. Dinilai shahih oleh Syaikh Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan Ibnu Majah no. 224)
Dalam hadis ini, Rasulullah SAW dengan tegas menyatakan bahwa menuntut ilmu itu hukumnya wajib atas setiap Muslim (laki-laki dan perempuan), bukan bagi sebagian orang Muslim saja.
firman Allah Ta’ala, “Dan katakanlah, ‘Wahai Rabb-ku, tambahkanlah kepadaku ilmu’." (QS. Thaaha: 114)
Maka Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah berkata, “Firman Allah Ta’ala: Wahai Rabb-ku, tambahkanlah kepadaku ilmu mengandung dalil yang tegas tentang keutamaan ilmu. Karena sesungguhnya Allah Ta’ala tidaklah memerintahkan Nabi-Nya untuk meminta tambahan sesuatu kecuali (tambahan) ilmu. Adapun yang dimaksud dengan (kata) ilmu di sini adalah ilmu syar’i. Yaitu ilmu yang akan menjadikan seorang mukallaf mengetahui kewajibannya berupa masalah-masalah ibadah dan muamalah, juga ilmu tentang Allah dan sifat-sifat-Nya, hak apa saja yang harus dia tunaikan dalam beribadah kepada-Nya, dan mensucikan-Nya dari berbagai kekurangan." (Fathul Baari, 1/92)
Dari penjelasan Ibnu Hajar rahimahullah di atas, jelaslah bahwa ketika hanya disebutkan kata “ilmu” saja, maka yang dimaksud adalah ilmu syar’i. Oleh karena itu, merupakan sebuah kesalahan sebagian orang yang membawakan dalil-dalil tentang kewajiban dan keutamaan menuntut ilmu dari Al-Qur’an dan As-Sunnah, namun yang mereka maksud adalah untuk memotivasi belajar ilmu duniawi.
Meskipun demikian, bukan berarti kita mengingkari manfaat belajar ilmu duniawi. Karena hukum mempelajari ilmu duniawi itu tergantung pada tujuannya. Apabila digunakan dalam kebaikan, maka baik. Dan apabila digunakan dalam kejelekan, maka jelek.
Untuk itu suatu hal yang keliru apabila ada orang yang mengklaim atau beranggapan bahwa menuntut ilmu atau pengajian akan meninggalkan tugas ibu terhadap anak-anaknya, namun justru pentingnya belajar ilmu Islam.
Bahkan wajib hukumnya terlebih seorang ibu dalam membentuk kepribadiannya yang baik sesuai syariat untuk membimbing dan mendidik anak-anak mereka agar menjadi generasi yang berkarakter atau berkepribadian Islam dengan berakhlak mulia, kuat, shalih, taat kepada Allah SWT dan Rasul-Nya.
Sebagai orang tua terutama ibu, wajib untuk membimbing dan mendidik sesuai dengan petunjuk Allah dan Rasul-Nya, dan menjaga anak-anak dari pengaruh buruk lingkungan dan pergaulan yang rusak dengan mencari lingkungan yang baik dan berada di antara orang-orang yang shalih/shalihah.
Mendidik anak dalam Islam bertujuan agar mereka menjadi anak-anak yang shalih, yang bertakwa pada Allah, memahami, menyadari, dan melaksanakan tanggung jawabnya kepada Allah, Rasul, dan seluruh kaum Muslim, dengan mengemban dakwah islam untuk mengembalikan kemuliaan Islam dan kaum Muslim.
Syariat Islam menetapkan kedudukan utama ibu yaitu menjadi ummu wa rabbatul bait (ibu dan pengatur rumah tangga). Syariat Islam juga telah menetapkan tanggung jawab ibu terhadap anaknya sejak dini, sejak masa kehamilan, kelahiran, pengasuhan, dan penyusuan di mana aktivitas ini merupakan hal utama dan mulia.
Islam sangat memuliakan ibu dan bila melihat keutamaan-keutamaan yang diberikan Allah pada ibu, maka jelas ibu mempunyai peranan penting, baik dalam keluarga atau masyarakat. Dari ibu yang baik dan tangguh maka akan lahir generasi pejuang Islam dan pemimpin yang cemerlang, adil, dan baik.
Untuk membentuk dan mengarahkan karakter serta akhlak anak perlu kerja ekstra apalagi pada saat sekarang ini, harus berusaha keras untuk membersihkan pengaruh sekularisme dari kehidupan anak-anak dan generasi Muslim.
Hal yang harus diperhatikan adalah bahwa sekularisme merupakan permasalahan yang fundamental yang akan mendasari setiap aktivitas cabang berikutnya. Oleh sebab itu penyelesaiannya pun harus berawal dari sudut pandang akidah.
Mengokohkan keimanan anak adalah hal terpenting sebagai kewajiban orang tua terutama seoran ibu ini, mereka tidak boleh dibiarkan berislam tanpa adanya keimanan akan keberadaan Al-Khaliq yang telah menciptakan manusia.
Sejak diciptakan Allah hingga mengisi dunia hanya untuk menjalankan amanah kehidupan sebagai hamba Allah, semata-mata untuk beribadah serta tunduk patuh pada syariat-Nya. Semua perbuatan manusia sekecil apa pun akan dimintai pertanggung jawabannya kelak di hari akhir.
Negara pun memiliki peran terbesar untuk terjaganya syakhsiyah islamiyah pada warga negaranya, terutama menjamin keamanan dan parenting Islam bagi para ibu yaitu dengan adanya pengajian. Dengan begitu mampu mewujudkan generasi muda sebagai agen perubahan ke arah peradaban gemilang Islam melalui syariat yang diterapkan negara melalui institusi Islam kaffah.
Oleh: Dwi Sukandari
(Guru TPQ di Bantul)
0 Komentar