Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Minyakita Langka, Disfungsi Negara Memenuhi Kebutuhan Pangan?


Topswara.com -- Harga MinyaKita terpantau naik sejak Januari lalu. Minyak goreng yang dipatok dengan harga Rp14.000 per liter, kini menjadi Rp16.000 hingga Rp20.000 per liter. Di beberapa daerah, MinyaKita menjadi barang gaib. Tidak sampai setahun sejak diedarkannya, minyak murah besutan pemerintah yang digadang-gadang mampu menuntaskan problem minyak goreng, saat ini justru menuai masalah.

Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan menyatakan berkurangnya pasokan Minyakita sebagai sumber masalah. Produksi Minyakita telah berkurang sejak bulan Desember 2022, sebulan pasca launching. 

Selain itu, pola konsumtif yang meningkat juga mempengaruhi langkanya Minyakita di pasaran. Konsumen yang dulunya menggunakan minyak premium kini beralih ke MinyaKita. Niaga elektronik dan masuknya MinyaKita di ritel modern pun ditengarai menjadi penyebab konsumen menengah ke atas lebih memilih MinyaKita.

Ketua Umum Asosiasi Pengusah Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Nicholas membantah tudingan Mendag tentang ritel penyebab langkanya MinyaKita. Menurut Roy, suplai MinyaKita tidak banyak, hanya 5 persen dari minyak premium yang dijual di ritel modern tersebut. Selain itu, di ritel modern peminat MinyaKita juga tidak banyak (tempo.co, 10/02/2023).

Salah Kelola MinyaKita 

Sengkarut MinyaKita bermula sejak pemerintah menyerahkan pengelolaan Minyakita kepada swasta. Yeka Hendra Fatika, anggota Ombudsman Republik Indonesia menjelaskan, perusahaan swasta yang memproduksi MinyaKita juga memproduksi minyak premium. Ada disparitas harga antara MinyaKita dan premium. Hal ini menyebabkan keengganan perusahaan swasta untuk memenuhi kewajiban DMO dari pemerintah.

Hal senada disampaikan oleh plt. Ketua Umum Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) Sahat Sinaga, salah satu penyebab kelangkaan Minyakita adalah keputusan pemerintah untuk menyerahkan pengelolaan kepada swasta. Selain itu, terjadi perubahan perjanjian. Pada awalnya, distribusi MinyaKita ditanggung oleh pemerintah. Setelah berjalan, ternyata perusahan swasta tersebut yang menanggung. Akhirnya opsi minyak curah yang diambil untuk mengurangi biaya produksi.

Ekonom senior Universitas Indonesia, Faisal Basri memberikan pendapat dari sisi ketersedian bahan baku. Salah satu persoalan yang menyebabkan kelangkaan MinyaKita. Pemerintah menetapkan harga jual CPO untuk biodiesel lebih tinggi dibandingkan MinyaKita. Ditambah dengan peningkatan volume serapan CPO untuk energi akibat program Mandatory Biodiesel B35. Dua hal ini menyebabkan kelangkaan MinyaKita.

Kapitalisme Sumber Derita

Teringat tragedi minyak goreng tahun lalu. Betapa dramatisnya perjuangan rakyat untuk mendapatkan minyak murah. Antrean panjang, berdesak-desakan hingga jatuh korban jiwa. Problem minyak goreng tahun lalu disudahi dengan launching MinyaKita yang harganya murah.

Apakah masalah perminyakan ini selesai? Tentu tidak. Sebab solusinya masih dengan paradigma ekonomi kapitalisme. Ibarat menutup lubang namun dengan menggali lubang baru. Diduga kuat, setiap penyelesaian yang diambil selalu akan menimbulkan persoalan baru. Mengapa demikian? Karena sistem ini hadir untuk memfasilitasi pemilik modal, bukan untuk melayani rakyat. Paradigma inilah yang menjadi nafas penyelenggara negara di sistem kapitalisme.

Problem minyak goreng adalah tentang bagaimana negara menjamin pemenuhan kebutuhan pangan pokok rakyat. Dan ketika pemerintah menyerahkannya pada swasta, maka kelangkaan dan naiknya harga akan menjadi masalah klasik. 

Swasta yang profit oriented akan melakukan segala cara untuk mencapai tujuannya. Adanya oligopoli pada sektor produksi dan distribusi migor semakin menunjukkan kuatnya cengkeraman oligarki. Kondisi ini hanya akan melahirkan kesengsaraan bagi rakyat.

Islam Sebagai Solusi

Sistem Islam yang komprehensif akan mengembalikan peran dan fungsi negara. Sebagaimana hadis Rasulullah SAW: "Imam/khalifah adalah ra'in (pelayan), dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya." (HR. Bukhari). Dengan penerapan Islam kaffah maka negara akan mampu menjamin pemenuhan pangan pokok rakyat termasuk minyak goreng.

Sistem politik Islam akan membebaskan pemerintah dari kepentingan pribadi dan golongan. Aturan dan kebijakannya bersumber dari Al-Qur'an dan Sunnah, inilah yang menjadikan solusi Islam selalu solutif untuk semua manusia.

Sistem ekonomi Islam akan memastikan negara menjamin pemenuhan pangan pokok rakyat. Di sektor produksi, sawit yang merupakan bahan baku minyak goreng, memanfaatkan lahan yang dalam Islam merupakan milik umum. 

Setiap rakyat boleh menggunakan lahan untuk berkebun sawit, tak ada monopoli kapital. Negara hanya perlu mengatur agar tidak berlebihan dan menyebabkan ketidakseimbangan alam.

Di sektor distribusi, negara akan memetakan daerah berdasarkan ketersedian migor. Negara akan memastikan distribusi migor sampai ke individu rakyat. 

Negara juga wajib menghilangkan distorsi pasar seperti penimbunan dan permainan harga pasar. Penerapan sistem hukum Islam dengan menempatkan qadhi hisbah secara aktif dan efektif akan mengawasi aktivitas perdagangan di pasar.

Walhasil, sengkarutnya persoalan migor hanya akan tuntas dengan mengembalikan fungsi negara sebagai penjamin kebutuhan pokok rakyatnya. []


Oleh: Mahrita Julia Hapsari
(Muslimah Aktivis Dakwah)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar