Topswara.com -- Sebagian besar kemacetan lalu lintas merupakan kondisi yang rutin terjadi di negeri kita. Tidak hanya di Jakarta atau di kota-kota besar lainnya, kemacetan sekarang sudah merambah di jalanan kota-kota kecil setingkat kabupaten.
Kemacetan menimbulkan dampak psikologis berupa kelelahan, stres, dan kekesalan bagi para pengguna jalan raya. Mereka harus kehilangan waktu dan mengalami keterlambatan dalam beraktivitas.
Dampak kemacetan dari sektor ekonomi berupa kerugian karena pemborosan bahan bakar minyak (BBM) untuk kendaraan selama terjebak macet. Pada sektor tertentu, menyebabkan berkurangnya atau bahkan hilangnya penghasilan/ potensi ekonomi karena kehabisan waktu di jalan raya.
Ada beberapa faktor penyebab kemacetan lalu lintas. Pertama, volume kendaraan, baik roda dua maupun roda empat yang melebihi kapasitas jalan, terutama di kota-kota tujuan urbanisasi dan banyak menyediakan berbagai fasilitas hidup.
Penambahan kendaraan baru makin bertambah karena keinginan masyarakat memiliki kendaraan pribadi untuk memudahkan aktivitasnya sehari-hari. Pada sebagian masyarakat, kendaraan pribadi terpaksa digunakan sebagai sarana untuk mencari nafkah sebagai ojek atau taksi online karena sulitnya lapangan pekerjaan.
Kemudahan dalam kepemilikan kendaraan sendiri menyebabkan banyaknya jumlah kendaraan yang berlalu lalang di jalan raya. Masyarakat dengan mudah bisa membeli kendaraan dengan cara kredit leasing, meski transaksi tersebut sebetulnya batil dan ribawi.
Kedua, buruknya layanan transportasi publik. Mulai dari armada yang tidak layak, tarif yang mahal, waktu tempuh yang lama, sering terjadi kecelakaan, rute yang panjang, sampai ancaman kriminalitas yang mengintai para pengguna.
Seringnya terjadi kasus perampokan, pencopetan, penodongan, pelecehan seksual, bahkan penyanderaan membuat orang lebih memilih kendaraan pribadi dari pada kendaraan umum.
Ketiga, banyaknya infrastruktur jalan yang rusak, baik karena kualitas material jalan yang tidak bagus, maupun penggunaan jalan yang tidak sesuai peruntukan. Material jalan yang berkualitas rendah menyebabkan jalan mudah berlubang yang akhirnya menimbulkan kesrusakan jalan yang makin meluas.
Adanya penggalian gorong-gorong maupun penggalian jalan untuk saluran penyediaan air minum mengakibatkan mengecilnya badan jalan. Kadang-kadang bekas galian tersebut tidak dikembalikan rapi seperti semula.
Di daerah penghasil barang tambang, seringkali armada pengangkut hasil tambang dengan beban kendaraan yang melebihi tonase juga melewati jalanan umum, menyebabkan jalan menjadi hancur.
Kondisi jalan yang berlubang, bergelombang maupun hancur, berpotensi menjadi penyebab kecelakaan lalu lintas yang kadang sampai menelan korban jiwa.
Keempat, masih rendahnya budaya tertib berlalu lintas dan kepatuhan akan aturan di jalan umum di kalangan pengendara. Akibatnya, lalu lintas jalan menjadi semrawut dan pada kondisi tertentu bisa membahayakan jiwa pengendara tersebut dan orang lain di sekitarnya.
Syariat Islam mewajibkan Daulah Islam membangun infrastruktur yang baik dan merata ke seluruh pelosok negeri, tidak hanya di perkotaan saja. Jalan merupakan salah satu infrastuktur yang penting dalam proses pembangunan dan pemerataan ekonomi sebuah negara demi kesejahteraan rakyat.
Jalan yang kualitasnya baik dan lebar akan mengurangi kemacetan. Dengan demikian distribusi dan pemenuhan kebutuhan rakyat, kegiatan pendidikan, perkantoran dan industri akan berjalan lancar.
Islam juga mensyariatkan pembangunan yang merata dan memenuhi standar serta menjamin ketersediaan lapangan pekerjaan di setiap wilayah, bahkan sampai pelosok pedesaan. Sehingga diharapkan masyarakat tidak perlu melakukan urbanisasi dari desa ke kota, untuk memenuhi kebutuhannya menuntut ilmu atau bekerja. Hal ini juga untuk menghindari konsentrasi warga negara pada satu wilayah tertentu.
Dalam hal tata kota, Daulah akan membuat perencanaan dan penataan suatu kota yang baik dan efektif. Bagian kota tersebut dilengkapi dengan sarana dan prasarana publik yang dibutuhkan warga seperti masjid, taman, pusat industri, perpustakaan, rumah sakit, perkantoran dan sekolah.
Sebagai contoh, saat Baghdad dijadikan ibu kota negara, kekhilafahan Abbasiyah menjadikan setiap bagian kota hanya untuk sejumlah penduduk tertentu. Sehingga tidak terjadi kepadatan penduduk di wilayah tersebut yang berpotensi menimbulkan kemacetan lalu lintas.
Syariat Islam juga mewajibkan Daulah memperbanyak sarana tranportasi umum yang aman, nyaman, dan murah, bahkan gratis. Sehingga masyarakat tidak perlu menggunakan kendaraan pribadi.
Negara harus membatasi produksi dan distribusi kendaraan pribadi dan melarang transaksi leasing dan ribawi karena tidak sesuai dengan syari’at Islam. Yang tidak kalah penting, Daulah harus mengedukasi masyarakat akan pentingnya budaya tertib berlalu lintas dan mentaati peraturan di jalan raya.
Menjadi tugas pemimpin (baca: khalifah) dalam Daulah Islam untuk memenuhi hajat hidup rakyat yang dipimpin, termasuk mengatasi kemacetan di jalan raya. Syariat Islam yang adil dan agung memposisikan khalifah sebagai raa’in (periayah, pelayan, pelindung bagi rakyatnya), yang bertanggung jawab terhadap rakyat yang dipimpinnya.
Sebagaimana sabda Rasulullah Saw yang artinya: “Imam adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas penguasaan rakyatnya.” (HR. Bukhori).
Dalam hadis yang lain Rasulullah Saw. bersabda: “Imam adalah ibarat penggembala, dan hanya dia yang bertanggung jawab terhadap gembalaannya.” (HR. Muslim).
Hanya dengan penerapan aturan dan hukum Islam dalam seluruh aspek kehidupan yang bisa mendatangkan kesejahteraan bagi seluruh umat manusia. Maka, masihkah kita ragu menggunakan aturan hidup yang bersumber langsung dari Sang Khalik dalam kehidupan sehari-hari?
Wallahu a’lam bishshawab
Oleh: Puji SR, S.ST
Sahabat Topswara
0 Komentar