Topswara.com -- Semakin banyak orang berlomba-lomba untuk membuat konten di dunia digital, sejatinya semakin menunjukkan bahwa kualitas diri mereka sedang mengalami penurunan secara tajam.
Penurunan kualitas dari kaca mata mana? Tentu saja dari sudut pandang Islam, sebuah ideologi yang sudah jelas mempunyai tujuan untuk memuliakan manusia dan sesuai dengan fitrah manusia.
Banyak konten nyeleneh yang berseliweran di media sosial. Padahal justru bisa membahayakan si pembuat konten bahkan sengaja menjatuhkan kehormatan demi sebuah eksistensi diri yaitu rasa ingin dikenal, mendapatkan pujian, bahkan tidak sedikit demi mendapatkan cuan.
Seperti konten yang hendak dibuat oleh seorang perempuan berinisial W (21) di Leuwiliang Kabupaten Bogor, Jawa Barat yang diberitakan media CNN Indonesia (Jumat,3/3/2023). Maksud hati ingin membuat konten candaan tentang gantung diri, tetapi siapa sangka justru berujung pada maut.
Awalnya gadis ini telah menyiapkan untuk membuat sebuah konten yang bisa disaksikan langsung oleh teman-temannya dengan cara video call pada saat pembuatan konten. Saat video call berlangsung gadis ini merealisasikan rencana yang telah dipersiapkan tersebut dengan melilitkan tali yang telah digantungkan pada lehernya.
Namun naas ketika kain telah terlilit, kursi pijakan sebagai penyangga justru terpeleset sehingga benar-benar terjadi gantung diri. Naasnya lagi tidak ada orang lain dalam ruangan tersebut sehingga tidak memungkinkan untuk menolongnya.
Teman-teman yang menyaksikannya segera menuju tempat pembuatan konten untuk menolong gadis ini. Namun sesampainya disana, gadis ini ditemukan sudah tidak bernyawa. Sebuah harga yang murah untuk konten yang pada akhirnya mengorbankan nyawa. Seolah nyawa dianggap tidak berharga.
Tidak hanya membuat konten nyleneh, fenomena budaya flexing yang bermunculan juga tidak kalah menunjukkan anjloknya kualitas diri seseorang.
Flexing adalah istilah yang merujuk pada seseorang yang menyombongkan gaya hidupnya demi memberikan kesan mampu pada orang lain. Jadi mereka berlomba-lomba membuat konten untuk memamerkan harta kekayaan mereka bahkan terkesan menghamburkan uang hanya demi sebuah konten.
Ada beberapa alasan mengapa orang melakukan budaya flexing yaitu :
pertama kurangnya percaya diri dalam diri seseorang sehingga dia lebih memilih untuk menunjukkan kelebihan di bidang harta dengan memamerkan barang-barang mewah dengan tujuan diakui oleh orang lain sehingga merasa lebih percaya diri.
Kedua, ingin menarik lawan jenis. Lagi-lagi karena ingin diakui, diperhatikan oleh orang yang mungkin dia sukai maka dia berusaha memamerkan barang-barang mewah miliknya agar orang orang tersebut tertarik dan mendapatkan simpatinya.
Ketiga, karena tekanan sosial. Gaya hidup dalam lingkungan kehidupan juga sangat mempengaruhi budaya flexing. Banyak diantara mereka melakukannya karena khawatir akan dikeluarkan dari pertemanan jika tidak melakukan hal yang sama dalam memamerkan harta kekayaan yang dia miliki. Dan itu sangat mempengaruhi kehidupannya ketika tolok ukur yang dipakai adalah kesenangan hidup di dunia.
Pembuatan konten unfaedah seolah telah menjamur di seluruh pelosok negeri dari berbagai kalangan, mulai dari masyarakat miskin sampai yang kaya. Dari hal remeh temeh hingga konten yang berbobot.
Hal ini pun tidak hanya digunakan untuk menyebarkan sesuatu yang buruk namun banyak juga konten dakwah yang bisa tersebar dengan adanya media.
Kemudahan teknologi dan tersedianya fasilitas aplikasi untuk membuat dan menyebarkan konten sangat berpengaruh pada minat masyarakat untuk berlomba-lomba membuat konten semenarik mungkin agar banyak yang melihat dan mendapatkan apresiasi.
Mulai dari pembuatan konten untuk humor semata, aktivitas kehidupan, dalam hal memasak, berdagang, tips dan trik bahkan dakwah pun bisa jadi efektif ketika dibuat dalam bentuk konten. Tak sedikit juga konten bisa meraup pundi-pundi uang dari banyaknya followers.
Hal itu juga memicu orang untuk berlomba-lomba membuat konten semenarik mungkin hingga mengancam nyawa tak mereka hiraukan lagi. Mereka berusaha dengan menghalalkan berbagai macam cara dan bentuk konten yang mereka anggap akan laku bahkan hal-hal yang berbau porno sekaligus mereka lakukan asal banyak menarik peminat.
Sebetulnya tidak melulu pembuatan konten itu akan berdampak buruk karena pada faktanya banyak juga konten-konten positif yang bisa kita ambil pelajarannya. Namun yang perlu diingat, media sosial adalah sebuah sarana yang hukumnya adalah mubah yaitu boleh dilakukan, sehingga dapat kita manfaatkan selama masih dalam batasan syariat dan kelak setiap manusia akan mempertanggung jawabkannya.
Jika kita menjadikan hal tersebut sebagai pegangan, maka tidak akan ada konten-konten yang pada akhirnya menunjukkan merosotnya kualitas diri karena syariat Islam benar-benar menjaga martabat manusia. Yang ada, konten akan menunjukkan kemuliaan Islam dan tingginya ilmu pengetahuan.
Menjadi pandangan lain ketika adanya kemajuan teknologi namun tidak diimbangi dengan kualitas berpikir masyarakat, maka sangat mudah bagi kaum yang berkepentingan untuk menyetir masyarakat tersebut.
Bagi kaum yang telah mengetahui tingginya peradaban dan kemuliaan Islam namun mempunyai kepentingan yang berbeda, tidak akan rela jika Islam akan tegak kembali. Untuk itu berbagai macam cara mereka tempuh untuk menghalangi Islam tegak kembali karena akan mengancam eksistensi mereka.
Kita tahu bahwa ada tiga pilar yang mampu membuat Islam dapat ditegakkan yaitu individu dan keluarga yang bertaqwa, masyarakat yang saling amar makruf nahi mungkar, dan negara yang menerapkan hukum Islam. Mereka yang tidak senang dengan kebangkitan Islam berusaha sekuat tenaga untuk melumpuhkan ketiga pilar tersebut.
Pilar negara yang menerapkan syariat Islam telah mereka tumbangkan dengan mengganti ideologi negara dengan ideologi selain Islam yaitu ideologi kapitalisme atau sosialisme.
Kemudian masyarakat yang seharusnya berperan aktif dalam amar makruf nahi mungkar dimana seharusnya menjadi penyaring untuk mengajak pada kebaikan dan mencegah kemaksiatan namun kini telah dicekoki dengan pemikiran "uruslah dirimu sendiri, jangan urusi orang lain". Wal hasil masyarakat menjadi tidak peka akan kemaksiatan yang terjadi di masyarakat dan enggan untuk saling menasehati.
Ketika peran negara dan masyarakat telah tercerabut dan berhasil mereka hilangkan, mereka beralih pada pilar ketiga ini yaitu individu yang bertaqwa. Mereka berusaha merusaknya. Masyarakat kini tidak memiliki perisai sehingga benteng pertahanan terakhir adalah keluarga.
Tergantung bagaimana cara masing-masing keluarga dan seberapa kuat menahan perang pemikiran dalam membentengi anggota keluarganya agar tetap eksis menjadi pribadi yang bertakwa. Namun kuatnya serangan musuh dari berbagai bidang seolah mudah untuk melumpuhkan peran individu untuk mempertahankan diri menjadi pribadi yang bertakwa.
Salah satu strategi menghancurkan pilar individu ini adalah melalui adanya kemajuan teknologi dan kemudahan dalam mengakses media sosial. Mereka menghembuskan pikiran bahwa manusia akan mendapatkan kebahagiaan ketika mereka dipandang tinggi di masyarakat, terkenal dan mempunyai harta yang banyak.
Kebahagiaan hanya berstandar pada materi. Apabila terpenuhi semua kebutuhan fisik mulai dari makanan yang tak dinggap biasa namun tak memandang kehalalannya, pakaian yang menjadi trend namun sebetulnya semakin menjauh dari standar syariat Islam, gaya hidup glamor yang bertentangan dengan Islam serta fasilitas hidup yang dianggap sukses jika mampu mendapatkannya.
Semua itu menjadikan manusia semakin jauh dari Islam. Dan ketika Islam tidak ditegakkan akan sangat mudah bagi kaum kapitalis untuk melanggengkan kekuasaan di muka bumi ini.
Generasi Dambaan dalam Islam
Islam mampu mengatur seluruh manusia sehingga akan tercipta kedamaian di seluruh penjuru dunia jika aturannya diterapkan. Tidak hanya menjamin kehidupan kaum muslimin saja, kaum pemeluk agama lainpun akan merasa terayomi oleh aturan Islam dibawah kepemimpinan Islam yaitu daulah Islam.
Islam mempunyai cara agar menghasilkan generasi tangguh cemerlang yang kelak akan memimpin peradaban Islam. Islam sangat memperhatikan pendidikan generasi mulai dari buaian sampai masa baligh dimana seharusnya dia telah siap untuk menjadi hamba yang bertaqwa dan siap mengemban seluruh hukum Islam.
Bahkan sebelum lahir pun Islam telah memberikan petunjuk untuk mencari ibu yang terbaik yang akan melahirkan buah hatinya dan dari ibu ini generasi akan lahir dan terdidik.
Karena ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya, maka dari itu akan penting untuk menjadikan ibu juga cerdas dan tak membebani dengan beban mencari nafkah bagi ibu sehingga ibu bisa fokus untuk keluarga dan memperhatikan perkembangan anak-anaknya.
Islam juga sangat memperhatikan pendidikan, buktinya adalah dimasa kepemimpinan Islam, pendidikan diberikan secara gratis dengan fasilitas yang terbaik dan pendidikan terbaik. Kurikulum pendidikannya juga kurikulum terbaik yaitu kurikulum yang sesuai dengan Al-Qur'an dan Sunnah.
Mulai dari penanaman aqidah, fiqih, tsaqafah Islam sampai sains dan bahasa. Tujuan pendidikan dalam kurikulum Islam adalah mengahasilkan individu yang bersaksiyah islamiah yaitu individu yang mempunyai pemikiran tentang konsep Islam sebagai solusi dari segala permasalahan dan berperilaku Islam yaitu sesuai dengan pemahamannya untuk memecahkan segala masalah dengan Islam.
Generasi yang bersaksiyah islamiah inilah yang akan berhasil mengemban mabda Islam dan siap menyebarkan Islam keseluruhan penjuru dunia serta akan mewujudkan Islam sebagai rahmatanlil'alamin.
Wallahua'lam bissawab.
Oleh: Sri Fatona Wijayanti
Sahabat Topswara
0 Komentar