Topswara.com -- Saat ini marak terjadi kasus kenakalan remaja mulai dari kasus yang ringan hingga berat. Kenakalan remaja yang masih berada kategori ringan itu misalnya seperti membuang sampah sembarangan, telat masuk sekolah, ataupun membolos.
Sedangkan yang termasuk ke dalam kategori kenakalan berat itu seperti penyalahgunaan narkoba, tawuran, hubungan seks bebas hingga kekerasan di jalanan.
Seperti kekerasan jalanan yang terjadi di kawasan Sriwedari, Kecamatan Muntilan, Kabupaten Magelang. Seorang pengendara motor dibacok gerombolan pemotor lainnya.
Aksi pembacokan yang terjadi pada Minggu (12/2) sekitar pukul 00.15 WIB. Saat itu korban yang mengendarai sepeda motor berboncengan berpapasan dengan orang lain yang jumlahnya enam orang. Belum jelas penyebabnya, kelompok tersebut lantas membacok korban.
Dan sungguh miris ketika diketahui bahwa pelaku pembacokan tersebut masih berstatus sebagai salah satu pelajar di salah satu SMP di daerah Borobudur yang tentunya masih berusia belasan tahun.
Banyaknya kasus kekerasan jalanan yang dilakukan remaja, ternyata saat ini tidak hanya terjadi di kota-kota besar saja tetapi juga terjadi di kota kecil dan tentu hal ini menjadi keprihatinan kita bersama.
Dan kalau kita perhatikan pelaku kekerasan jalanan adalah usia remaja. Di mana kita mengetahui bahwa usia remaja disebut sebagai masa mencari identitas diri.
Maka remaja akan berusaha menemukan identitasnya dan perannya dengan bergabung ke dalam kelompok pertemanan yang menurutnya bisa memberikan pengakuan peran kepadanya. Dan liku-liku pencarian identitas remaja tersebut sangat ditentukan dari bagaimana dan dengan siapa ia berinteraksi, terlebih lingkungan sebayanya.
Adapun faktor penyebab terjadinya aksi kekerasan dari sisi psikologis pelaku, antara lain: karena remaja ingin menunjukkan eksistensi diri, merasa kurang perhatian orang tua, mempunyai kecerdasan emosional yang rendah, rasa ingin tahu yang tinggi, rendahnya motivasi belajar pada diri remaja tersebut.
Sebenarnya permasalahan kekerasan ramaja tidak berdiri sendiri, di samping memang ada faktor psikologis akan tetapi hal ini merupakan dampak dari diterapkannya sistem sekuler liberalisme yang diterapkan di negeri ini.
Dengan penerapan sekulerisme dalam kehidupan ini, telah nyata merusak tatanan kehidupan di berbagai bidang dan yang lebih parah adalah imbas pada rusaknya generasi.
Di mulai dari kurikulum pendidikan yang berbasis sekuler kapitalis, di mana kalau kita perhatikan pelajar hanya dijadikan sebagai ajang kelinci percobaan kurikulum, mencari kurikulum mana yang cocok untuk diterapkan.
Dari sini jelas, bahwa kurikulum yang ada justru membuat bingung pelajar dan tidak mampu membentuk pribadi yang berkarakter bahkan sampai menjadikan pelajar tersebut mempunyai rasa takut terhadap sang pencipta.
Dan sebagai akibatnya mayoritas remaja yang menyandang status sebagai pelajar bertingkah laku tanpa tolak ukur agama dan hanya menuruti hawa nafsunya. Dan untuk mewujudkan naluri baqa' yaitu keinginan untuk berkuasa mereka manifestasikan dengan cara kekerasan sehingga wajar kekerasan yang dilakukan siswa semakin merajalela.
Dengan paham liberalisme menjadikan remaja mendewakan kebebasan dan minim akan tanggung jawab. Mereka melakukan perbuatan tanpa pikir akibatnya yang membahayakan orang. Dengan perilaku ini maka wajar kekerasan yang dilakukan remaja sering memakan korban.
Di samping itu minimnya pengawasan yang dilakukan negara saat ini terhadap tontonan maupun bacaan yang bernuansa kekerasan, juga mempunyai pengaruh besar terhadap perilaku remaja saat ini.
Dikutip dari Healhty Children, anak yang lebih banyak mendapatkan konten kekerasan melalui berbagai media, misalnya film, video, games, internet berpotensi memiliki pikiran yang liar, sikap yang agresif, dan mudah marah dalam dunia nyata.
Tidak hanya itu, penerapan sistem kapitalis sekuler saat ini, juga telah menjadikan peran ibu sebagai pendidik utama dan pertama bagi anak telah terabaikan.
Harga kebutuhan pokok yang semakin mahal membuat kehidupan semakin sulit dan memaksa seorang ibu untuk bekerja membantu suami mencari nafkah. Dengan aktifitas bekerja tersebut tidak jarang seorang ibu terpaksa meninggalkan perannya sebagai pendidik untuk anak-anaknya sehingga urusan anak dan keluarga terbengkelai. Kemudian, kurangnya perhatian orang tua menjadi salah satu penyebab anak melakukan tindakan kriminalitas .
Itulah kompleksitas permasalahan yang menjadikan remaja saat ini melakukan berbagai tindakan kekerasan yang tidak lain bersumber dari diterapkannya sistem kapitalis sekuler.
Hal ini sangat berbeda dengan Islam. Islam sebagai agama yang sesuai dengan fitrah manusia tentu mampu memberikan solusi terhadap permasalahan kekerasan remaja tersebut.
Di dalam Islam, kurikulum pendidikan dibuat sebagai acuan untuk membentuk karakter siswa berkepribadian Islam yaitu menjadikan siswa mempunyai pola pikir dan pola sikap yang Islami sehingga akan mampu mencetak siswa yang mempunyai rasa takut terhadap Allah SWT.
Dengan rasa takut tersebut, maka di dalam bertingkah laku sesuai dengan apa yang diperintahkan Allah SWT dan akan meninggalkan apa yang dilarangNya. Oleh karena itu mereka akan selalu mengikatkan diri dengan aturan diri ketika melakukan suatu perbuatan karena memahami bahwa setiap perbuatan yang dilakukan akan dimintai pertanggung jawaban di hadapan Allah SWT.
Negara juga akan mengawasi tontonan maupun bacaan yang beredar di masyarakat. Karena ketika tontonan dan bacaan tersebut membawa pengaruh buruk, apalagi bertentangan dengan syariat Islam maka tontonan maupun bacaan tersebut akan ditarik oleh negara. Jadi jelas tontonan maupun yang mengandung kekerasan tidak pernah beredar di masyarakat.
Di samping itu, Islam akan menempatkan seorang ibu sesuai fitrahnya yaitu sebagai ibu dan pengurus rumah tangga sehingga ibu bisa semaksimal mungkin mendidik putra putrinya menjadi pribadi yang bertaqwa.
Seorang ibu tidak harus terjun ke ranah publik untuk bekerja karena alasan ekonomi keluarga. Karena di dalam Islam, negara mempunyai kewajiban untuk memenuhi kebutuhan pokok rakyatnya.
Jadi kebutuhan pokok mulai dari sandang, papan, pangan, kesehatan dan pendidikan negara akan memberikan pelayanan kepada rakyatnya secara gratis. Walaupun harus membayar pun biayanya murah. Dan negara akan mengalokasikan harta dari Baitul mal untuk membiayai semua itu.
Dari sini maka jelas, tidak ada solusi lain atas kekerasan yang dilakukan remaja selain hanya kembali kepada aturan Islam dan mencampakkan aturan sekuler liberalis yang nyata membuat rusaknya seluruh tatanan kehidupan.
Solusi yang diambil saat ini dengan menerapkan hukuman manusia, yaitu memposisikan anak di mata hukum pada saat memberlakukan sanksi, sementara kejahatannya seperti tindak kriminal dewasa, justru menambah keruwetan kondisi kemaksiatan.
Dalam Islam sangat jelas parameter sanksi, yaitu balig dan tidak balig. Sehingga sangat mudah untuk mengidentifikasi pelaku harus disanksi seperti apa, semua ada dalam syariat.
Wallahu alam
Oleh: Zulia Adi K, S.E.
Pemerhati Remaja
0 Komentar