Topswara.com -- Pola pengasuhan anak merupakan pengasuhan orang tua terhadap anak dalam perkara memperlakukan anak, mendidik, membimbing, mendampingi, mendisiplinkan, dan melindungi anak.
Sehingga akan menentukan sikap dan perilaku saat anak dewasa, berpengaruh juga terhadap interaksi anak dengan sesama saat menjadi orang dewasa serta setelah menjadi orang tua. Hal ini menjadi circle baik buruknya pengasuhan anak.
Asisten Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak atas Pengasuhan dan Lingkungan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Rohika Kurniadi Sari mengatakan saat ini masih banyak anak Indonesia yang mendapatkan pengasuhan tidak layak sehingga menimbulkan perasaan mudah tersinggung dan mudah putus asa serta daya juang lemah bagi anak.
Melihat kondisi ini, Kemen PPPA melaksanakan kegiatan sosialisasi Kamping Anak Sejahtera dalam Pencegahan Stunting dan fassilitasi keluarga 2P (Pelopor dan Pelapor), kemenppa.go.id, sabtu 2/4/22.
Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf memberi pesan yang bisa diambil dari kasus penganiayaan yang dilakukan anak pejabat pajak, Mario Dandy Satrio. Gus Yahya menyoroti pentingnya memperhatikan dan membimbing anak-anak. (20.detik.com, 26/2/23).
Begitupun Menko Polhukam Mahfud MD mengaku tak habis pikir ada anak pejabat pajak yang tega menganiaya seseorang hingga koma, ayahnya Mario yaitu Rafael juga harus bertanggungjawab atas tindakan sang anak, Mahfud membenarkan Rafael sudah dicopot dari jabatan sebagai Kabag Umum Kanwil Ditjen Pajak Jakarta Selatan II dan anaknya Mario dipidanakan. (krjogja.com, 24/2/23).
Pola Asuh dan Pencetus Salah Asuh
Maraknya kasus penganiayaan dengan pelaku anak-anak, remaja, orang dewasa bahkan lanjut usia menjadi momok dalam kesalahan pola asuh anak saat usia dini, fakta ini menjadi boomerang bagi para orang tua, pemerhati anak sampai pada Kemen PPPA.
Dilansir dari American Society for the Positive Care of Children, anak dengan pola asuh yang salah nyatanya kerap menyebabkan mereka kesulitan membangun hubungan yang baik dengan keluarga maupun kerabatnya. Tidak hanya itu, pola asuh yang salah juga dapat menyebabkan gangguan pada perkembangan fisik anak.
Pola asuh anak di era digital gen Z dan milenial ini yang disuguhi teknologi dawai high tech memudahkan akses berbagai pengaruh baik ataupun buruk yang bisa diakses anak bahkan orang tua.
Tidak sedikit anak yang sudah menjadi orang tua tetapi berperilaku anak-anak, nampak dari kecanduan game bahkan video unfaedah yang diduplikasi anaknya.
Pola asuh juga dipengaruhi oleh faktor ekonomi yang membuat orang tua bekerja seharian meninggalkan anak dan diasuh oleh orang lain, alhasil hilangnya atau minimnya peran ayah dan ibu dalam keluarga.
Bahkan berlebihnya kekayaan juga menjadi faktor kesalahan pola asuh, akibat diberikan berbagai kemudahan dari setiap keinginan anak yang berpengaruh pada daya juang anak saat dewasa. Bahkan saat menjadi orang tua dikala menemukan kesulitan di dunia pendidikan, pekerjaan sampai pernikahan.
Kehidupan hedonis menjadi hal yang lumrah di sistem kapitalisme saat ini. Dari para pejabat sampai publik figur mempertontonkan kehidupan mewahnya, potret liberalispun tersasar kamera di semua media sosial dan platform publik.
Makin marak dan menggila kasus demi kasus kekerasan yang terjadi dan dilakukan oleh pejabat dan public figur, mental illness pun tidak terelakkan bahkan masyarakat terus saja dipertontonkan dengan pemberitaan perilaku amoral yang mencontohkan setiap perbuatan biadab. Wajar terjadi pelbagai kasus asusila, pidana bahkan perdata di jagat kapitalistik destruktif dengan sajian sekuleris liberalis.
Fakta dari Seorang Mario
Kasus Mario menjadi fakta baru dari banyak fakta yang terjadi akibat kekerasan yang dilakukan anak dan membuka fakta lain yang terkuak, kesemuanya ini campur tangan ilahi dari berbagai makar dibalas dengan makar yang lebih dahsyat.
Memandang kasus Mario menyisakan korban seorang anak dari pola asuh yang salah, hidup serba enak tanpa ada batasan cara pandang benar dan salah.
Bahkan ada juga keterbatasan ekonomi bahkan kurang memudahkan perilaku jahat bercokol disaat keinginan membuncah dan tanpa tahu penting atau tidaknya dan kebanyakan untuk perkara yang “receh”.
Abai dan lalai negara dalam mempersiapkan calon orang tua pranikah menjadi salah satu pemicu kesalahan pola asuh bahkan dari kasus pengajuan dispensasi nikah dini yang ditengarai kehidupan remaja yang bebas dan kebablasan menjadi pemicu pola asuh yang salah pada anak.
Negara hanya mementingkan materi semata dalam menentukan semua kebijakan yang kaitannya dengan kurikulum pendidikan anak, alhasil arah pandang pendidikan untuk pendidik dan anak didik menjadi bias dari benar salah bahkan output pendidikan dipersiapkan menjadi mesin penggerak korporasi oligarki.
Sudut Pandang Islam
Sejatinya seorang hamba sahaya akan mengabdi pada tuannya, apalagi sebagai hamba (makhluk yang diciptakan) pastilah akan menyerahkan jiwa raganya pada Penciptanya.
Allah SWT telah menyempurnakan agama yang benar yaitu islam beserta seperangkat aturan yang dibawa oleh Rasulullah SAW. Standar benar dan salah dikembalikan kepada pembuat hukum pencipta alam semesta, namun sedikit sekali hambanya yang bersyukur dan berpikir.
Dari kasus Mario dan Mario lainnya, baik serupa ataupun beda adalah salah satu bukti kegagalan sistem yang diadopsi saat ini.
Allah SWT mengingatkan kita dalam syahdu firman-Nya :
“Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS Al-Furqan [25]: 74).
Allah juga berfirman dalam ayat yang lain, “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS At-Tahrim [66]: 6).
Islam memandang setiap masalah dari akar penyebabnya, masalah pola asuh anak melibatkan berbagai elemen kehidupan yang bersinergi dengan adanya tiga pilar antara keluarga, masyarakat dan negara, semuanya saling terintegrasi satu sama lain. Hal apa saja yang perlu dipersiapkan?
Pertama, kesiapan pasangan yang akan menikah dengan pembekalan ilmu pranikah yang mumpuni dan setelah menikah dibekali khazanah keilmuan dan tsaqafah tentang kehidupan berumah tangga serta sistem pola asuh anak dari kandungan sampai baligh.
Dilengkapi juga tentang hakikat rezeki untuk pernafkahan dan asal muasal datangnya rezeki harus halal serta ikhtiar memperoleh rezekinya harus benar menurut Allah.
Kedua, pengenalan baik buruk pada anak sedari dini sampai menjelang baligh (mumayyiz) lanjut periode baligh yang sudah terbebani pelaksanaan hukum syarak (mukallaf) dan menyadari akan semua pilihannya yang kemudian akan dimintai pertanggung jawaban di dunia dan akhirat kelak.
Ketiga, mempersiapkan lingkungan islami dimana anak berinteraksi dengan lingkungan internal dan esksternal selain keluarga intinya. Selain mempersiapkan anak yang berkepribadian Islam, masyarakat dengan dasar ketakwaan individu yang hidup dilingkungan tersebut akan saling menjaga dan tercipta budaya aktivitas amar makruf nahi mungkar.
Masyarakat akan menjadi contoh kedua selain keluarga dan islam menjaga perkara ini dengan banyaknya kajian islami sebagai benteng masuknya budaya dan pemikiran diluar Islam.
Keempat, pilar penentu untuk menjembatani keluarga dan masyarakat dari masuknya pengaruh asing dan pemikiran selain Islam dibutuhkan peran negara pembuat kebijakan dan terjun langsung mengurusi ummat.
Serta memfasilitasi berbagai kemudahan dari terjaminnya pendidikan yang bermutu, kesehatan yang memadai, murah bahkan gratis.
Karena melimpahnya sumber daya alam hayati dan non hayati yang dikelola langsung oleh negara dan dimanfaatkan sebanyak-banyaknya untuk kesejahteraan rakyat.
Selain itu, negara penjaga akidah islamiah yang lurus dan memberikan pembinaan tsaqofah pada rakyatnya dan menjaga pola pikir masyarakat dari pelbagai gempuran budaya dan ajaran yang tidak sesuai syariat Islam.
Terkait kasus pidana, negara memberikan sanksi tegas berefek jera kepada pelaku dan berpikir ulang jika mau melakukan lagi atau menduplikasi kasus pidananya berupa zawajir (pencegah) dan Jawabir (penebus dosa).
Terakhir, negara menjadi garda terdepan dari serangan fisik negera lain yang mengganggu stabilitas negara dengan kemandirian finansial dan kedaulatan mutlak.
Keempat faktor diatas gambaran solusi solutif pola pengasuhan menurut sudut pandang islam, membutuhkan substansi pemerintahan yang khas yang sesuai dengan apa yang dicontohkan oleh Rasulullah, yakni kekhilafahan dengan menerapkan Islam kaffah dalam menyelesaikan problematika kehidupan.
Sepatutnya kita menjadikan aturan illahi yang menaungi alam semesta tampat dimana kita hidup didalamnya dengan keluarga kita dan terciptanya ta’awun dan fastabhiqul khayrat.
Jelaslah dalam Al Qur’an yang mulia, Allah SWT berfirman :
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (QS Ar-Ruum [30]: 30).
Wallahualam bissawab.
Oleh: Diani Ambarawati
Forum Literasi Muslimah Bogor
0 Komentar