Topswara.com -- Mengajak anak yang belum baligh berpuasa Ramadhan perkara yang disyariatkan dalam Islam, salah satu syariat pendidikan yang diperintahkan kepada ayah bunda.
Tidak ada kata tidak bagi kita melewati setiap moment ibadah di bulan Ramadhan. Anaknya masih kecil tidak apalah tidak puasa, khawatir malah sakit nantinya, kasihan fisiknya belum kuat, belum wajib gini. Sejumlah alasan mungkin kita buat untuk tidak melibatkan ananda berpuasa.
Dalil pendidikan puasa bagi ananda tertera dalam sebuah hadist Rasulullah SAW :
Disebutkan dalam hadis dari Rubayi’ binti Muawidz radhiallahu ‘anha, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus sahabat di pagi hari Asyura (10 Muharam) untuk mengumumkan, “Barang siapa yang sejak pagi sudah puasa, hendaknya dia lanjutkan puasanya. Barang siapa yang sudah makan, hendaknya dia puasa di sisa harinya.”
Para sahabat mengatakan, “Setelah itu, kami pun puasa dan menyuruh anak-anak kami untuk puasa. Kami pergi ke masjid dan kami buatkan mainan dari bulu. Jika mereka menangis karena minta makan, kami beri mainan itu hingga bisa bertahan sampai waktu berbuka.” (H.r. Bukhari, no. 1960; Muslim, no. 1136)
Kapan usia anak disuruh berpuasa? Tidak ada kesepakatan ulama tentang hal itu, diantara mereka berbeda pendapat. Ada yang mengatakan dimulai dari usia 7 tahun mengikuti perintah shalat saat anak usia 7 tahun. Ada juga yang mangatakan di usia10 tahun. Namun banyak diantara mereka sepakat anak diperintahkan puasa berdasarkan kemampuan.
Al-Auza’i mengatakan, “Jika seorang anak mampu berpuasa tiga hari berturut-turut dan dia tidak lemah maka dia diminta untuk puasa. Demikian keterangan Al-Hafizh Ibnu Hajar (lihat Fathul bari, 3:5)
Dalam Mazhab Hanbali dinyatakan, “Diwajibkan untuk berpuasa bagi setiap muslim, yang mukalaf dan yang mampu. Sementara bagi wali anak kecil yang mampu puasa, hendaknya memerintahkannya (si anak) dan memukulnya agar (si anak, ed.) terbiasa (berpuasa, ed.).” (Ar-Raudhul Murbi’, 1:415)
Berdasarkan di atas jika anak sudah diukur kemampuannya bisa berpuasa maka anak sudah bisa diperintahkan berpuasa meski usianya masih 5 tahun misalnya standarnya anak mampu.
Anak kecil yang belum baligh sejatinya tidak diwajibkan berpuasa, hanya mereka diperintahkan dalam rangka latihan agar ketika baligh puasa perkara yang ringan bagi mereka. Tentu dimulai dari makan sahurl alu berpuasa setengah hari atau sepertiga hari,berikutnya sampai sore hingga anak mampu menuntaskan hingga waktu berbuka.
Hakekat pendidikan berpuasa bagi anak bukanlah sekedar mengikuti ritual bulan Ramadhan semata namun lebih dari itu anak memamahi makna ketaatan kepada Allah SWT. Mengokohkan akidah Islam sebagai azas kehidupannya dan mewujudkan kesalehan prilakunya.
Mendidik anak berpuasa di awal perkara memang berat, karena dihadapkan dengan rasa haus dan lapar serta godaan makanan. Juga membangunkan mereka ketika sahur butuh strategi khusus agar mau sahur dan mendapatkan keberkahan sahur.
Disinilah ayah bunda berperan dalam mensuasanakan agar ananda termotivasi melaksanakan seluruh proses agar ananda menjalankannya dengan rasa senang dan bisa bertahan hingga berbuka.
Mengajak anak bermain adalah sebuah strategi yang dilakukan oleh para ibu dimasa Rasulullah SAW. Jika anak-anak mereka menangis maka mereka diberi mainan, gunanya adalah untuk mengalihka rasa lapar dan haus hingga mereka bertahan sampai waktu berbuka.
Kenapa bermain dijadikan kegiatan pengalihan, karena bermain memang dunianya anak-anak dan mereka sangat besar perhatiannya dalam permaianan. Terkadang mereka lupa waktu, lupa makan dan lupa belajar jika sudah asik bermaian.
Di era milenial ini sangatlah wajar jika games yang ada di gadget dapat menyita perhatian anak dan memecahkan fokus untuk perkara yang lainnya. Karenanya bermain strategi yang sederhana dan mudah dilakukan untuk mencuri perhatian anak agar dia lupa makan dan minum.
Sebaiknya permainan yang diberikan kepada anak ketika berpuasa harus dipilih yang edukatif jangan yang merusak. Gadegt bukanlah permaianan yang disarankan karena lebih banyak negatifnya bagi tumbuh kembang anak.
Pilihkanlah mainan yang tetap ada pelajaran yang bisa diserap oleh anak baik itu dalam menstimulus pola berpikir maupun pola emosi anak juga menstimulus motorik halus maupun kasar.
Melibatkan ayah dan ibu dalam permaianan anak akan lebih mendekatkan hubungan dan bonding agar jalinan kasih sayang tercipta sedemikian indahnya.
Komunikasi-komunikasi yang membangun suasana keimanan, motivasi-motivasi ruhiyah akan tercipta sehingga suasana hangat antara orang tua dan anak adalah histori yang berkesan yang kelak berguna bagi masa depan anak.
Jika dulu para ibu membuatkan mainan semacam bulu dari wol, maka sekarang banyak alternatif sarana bermain anak untuk merangsang kreatifitas agar indera anak bekerja aktif agar terhubung ke syaraf otak anak, kemudian orang tua memberikan banyak informasi-informasi yang terkait dengan fakta yang diindera anak.
Asik dalam bermain ini akan membantu ananda melewati hari-hari sulit baginya berpuasa sampai pada waktuya ananda dapat mengamalkan puasa tanpa beban yang berat.
Wallahu a’lam bishshawab
Oleh: Ustazah Yanti Tanjung
Pemerhati Keluarga dan Anak
0 Komentar