Topswara.com -- Rasa sukacita bulan suci Ramadan masih terasa bagi umat Islam di seluruh dunia, pun di negeri ini. Betapa tidak, bulan yang selalu dinantikan karena di dalamnya terdapat pahala berlipat yang dijanjikan oleh Sang Pencipta. Tentu sebagai hamba yang taat pasti akan berkata sami'na wa atha'na. Maka berbagai persiapan telah dilakukan baik fisik maupun spirit.
Hanya saja fakta klasik tiap bulan Ramadan pasti selalu mengusik. Yakni kenaikan harga bahan pokok yang melambung tinggi. Terutama bahan makanan yang selalu dibutuhkan masyarakat terutama barang yang identik dengan ala berbuka puasa dan makan sahur.
Sebagaimana dikutip katadata.co.id pada 3 Maret 2023 lalu, yang menyatakan bahwa harga komositas sejumlah bahan pokok seperti cabai, minyak goreng, gula pasir berkualitas premium, dan daging ayam ras segar telah mengalami kenaikan.
Berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional, rata-rata harga cabai Rp42.200 per kilogram pada Jumat 3 Maret 2023. Angka tersebut naik dibandingkan pada bulan lalu yang mencapai Rp36.250 per kilogram. Sementara untuk harga minyak goreng bermerek mencapai Rp21.750 per kilogram, yang sebelumnya Rp20.100 per kilogram.
Dengan fakta kenaikan harga ini jelas akan mengusik dan membebani masyarakat katena harus mengeluarkan kocek lebih dalam ketika ingin memperoleh sejumlah barang tersebut. Realita klasik ini memang sering kali terjadi pada saat menjelang dan akan terus naik hingga akhir Ramadan. Hal ini tidak hanya bulan Ramadan saja tetapi pada setiap momen spesial lainnya biasanya juga mengalami hal yang sama.
Sebetulnya penyebab kenaikan harga pangan bukan hanya disebabkan banyaknya permintaan di pasaran, namun akibat dari pengelolaan pertanian dan distribusi yang diterapkan di bawah aturan kapitalisme liberal yang menyebabkan pada perubahan harga pangan.
Sistem inilah yang menyebabkan negara bersikap minimalis dalam memenuhi kebutuhan masyarakat, bahkan condong kepada para pemodal (kapital).
Ditambah lagi, keberadaan pihak yang sengaja bermain curang dengan melakukan penimbunan barang tertentu yang memang sedang banyak dibutuhkan. Mereka memahami bahwa pada saat Ramadhan, maka permintaan akan tinggi. Maka situasi ini dimanfaatkan oleh pihak tertentu yakni dengan menaikkan harga.
Inilah sifat asli kapitalisme. Di mana aturan ini melahirkan sosok yang hanya memikirkan keuntungan dan nilai manfaat saja. Masyarakat dianggap sasaran untuk meraih keuntungan sebanyak-banyaknya. Peran negara amatlah minim di dalam pengurusan rakyat. Negara bak regulator dan fasilitator saja.
Padahal semestinya negara akan mengatisipasi dan mengatasi gejolak harga pangan agar masyarakat mudah memperoleh bahan pokok yang dibutuhkan. Terbukti bahwa sistem Kapitalisme telah gagal dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.
Sangat berbeda dengan sistem Islam. Negara nampak perannya sebagai pengurus umat. Akan hadir sepenuhnya dalam menjamin terpenuhinya semua kebutuhan rakyat. Pangan, pakaian, tempat tinggal, akan dipenuhi hingga setiap individu.
Maka persoalan pangan adalah termasuk kewajiban utama yang harus dipenuhi dan mendapat perhatian dari negara. Pemimpin akan paham bahwa ada tanggung jawab yang harus ditunaikan. Seperti sabda Rasulullah SAW. yang artinya:
"Kepala negara adalah raa'in (pengurus rakyat), dan ia akan bertanggung jawab atas kepengurusan rakyatnya." (HR. Al- Bukhari)
Lalu negara akan menindak secara tegas kepada pihak yang mencari keuntungan pribadi. Memperhatikan pengaturan berbagai aspek dalam memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri dengan menjamin ketersediaan bahan pangan dengan harga terjangkau. Melalui mekanisme pasar yang sahih, maka negara akan memberantas setiap bentuk penyelewengan seperti penimbunan, monopoli harga.
Demikianlah peran negara dalam Islam. Pemenuhan kebutuhan pokok rakyat akan dijamin secara merata, baik pada saat momen spesial seperti Ramadhan ataupun tidak, distribusi barang akan lancar dan harga akan tetap mudah dijangkau. Fakta klasik yang mengusik rakyat terutama sebelum dan saat Ramadan tidak akan terjadi.
Hal demikian tentu akan terealisasi jika negara menerapkan aturan Islam secara menyeluruh (kaffah) dalam seluruh aspek kehidupan.
Wallahu a'lam bish Shawwab.
Oleh: Narti HS
Pegiat Dakwah dan Sahabat Topswara
0 Komentar