Topswara.com -- Pajak merupakan salah satu sumber utama pendapatan negara yang paling besar. Maka dari itu pemerintah mengupayakan dengan berbagai cara untuk menarik pajak dari setiap wajib pajak.
Salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan pendapatan pajak, dengan cara menggelar pemilihan duta pajak, seperti yang dilakukan Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Bandung (Bapenda), sebanyak puluhan peserta pemuda pemudi yang bersaing untuk mendapatkan gelar duta pajak. (Kompas TV, 9 Maret 2023)
Menurut Kepala badan pendapatan daerah (Bapenda) Erwan Kusuma Hermawan, ditengah terpaan kasus pejabat pajak yang menurunkan kepercayaan masyarakat, diharapkan dengan adanya duta pajak ini dapat kembali memulihkan kepercayaan masyarakat. Begitu juga dengan Bupati Bandung, Dadang Supriatna yang sangat mengapresiasi kegiatan tersebut karena baru pertama kali dilakukan oleh Bapenda Kabupaten Bandung.
Dengan terpilihnya duta pajak di Kabupaten Bandung diharapkan ia dapat dan siap bertanggung jawab mengemban tugas menjadi duta pajak. Selain itu juga agar dapat mensosialisasikan informasi perpajakan yang dikelola oleh duta pajak Bapenda kepada masyarakat.
Duta pajak ini membantu Bapenda untuk memfasilitasi dan menyampaikan informasi perpajakan kepada wajib pajak dan akan ditempatkan di lokasi-lokasi yang banyak dikunjungi masyarakat seperti mall dan tempat wisata.
Benarkah dengan adanya duta pajak dapat menjadi solusi bagi peningkatan pendapatan daerah? Secara umum pengertian pajak adalah pungutan wajib, berupa uang yang harus dibayar oleh masyarakat sebagai sumbangan atau pemberian kepada negara dan erat kaitannya dengan pendapatan, harga beli barang, pemilikan dan sebagainya.
Adapun objek pajak adalah penghasilan dan tarifnya bersifat progresif. Artinya semakin besar penghasilan seseorang semakin besar pula mereka mengeluarkan pajak. Serta lebih miris lagi adalah mereka yang berpenghasilan 5 juta keatas dikenakan pajak penghasilan.
Padahal untuk saat ini gaji 5 juta belum bisa mencukupi kebutuhan hidup keluarga secara layak ditengah gempuran harga-harga yang semakin melambung dari mulai bahan pokok, seperti sandang, pangan, papan, pendidikan, dan kesehatan.
Negara mengklaim bahwa pajak ini diperuntukan untuk kesejahteraan masyarakat. Pajak yang terkumpul dipergunakan untuk membiayai sektor publik, misalnya listrik, bahan bakar minyak, fasilitas sekolah, rumah sakit, jalan raya, jalan tol, kereta api, internet, kapal selam dan gaji para ASN.
Namun faktanya, masyarakat masih merasa kesulitan untuk mendapatkan fasilitas tersebut. Seperti fasilitas kesehatan, listrik, bahan bakar minyak, pendidikan, transportasi, tetaplah mahal tidak semua masyarakat mampu menjangkaunya.
Bahkan masyarakat harus membayar iuran BPJS untuk bisa mengakses layanan kesehatan. Terlebih lagi jalan tol, tidak semua rakyat dapat menikmatinya melainkan hanya kalangan tertentu saja.
Inilah yang terjadi di dalam negara yang mengemban sistem kapitalisme sekularisme. Negara akan terus mencari legitimasi untuk menambah penghasilan, termasuk pungutan pajak yang jelas sangat membebani kehidupan masyarakat.
Kenaikan sejumlah harga barang sudah membuat pusing ditambah lagi dengan keharusan membayar pajak. Padahal rakyat seharusnya dapat menikmati sumber daya alam yang ada. Akan tetapi karena salah kelola, yakni diserahkan kepada pihak swasta, baik lokal maupun asing sehingga rakyat pun semakin kesulitan menjalani hidup.
Selain itu, negara yang mengemban sistem kapitalisme sekularisme akan mengedepankan manfaat dan keuntungan. Di mana jika keuangan sedang defisit, negara akan mengotak-atik regulasi pajak agar pendapatan dari pajak semakin meningkat, tanpa memperhatikan kondisi rakyat, masyarakat mampu atau tidak.
Berbeda halnya dengan pandangan Islam. Islam sebagai din yang sempurna, yang mengatur seluruh aspek kehidupan termasuk aspek sumber-sumber keuangan negara. Sandarannya sendiri tidak lain adalah ketetapan syariat yang digali dari Al-Qur'an dan As-Sunnah Rasulullah SAW. Inilah yang akan membawa kebaikan untuk seluruh masyarakat.
Sumber-sumber keuangan negara dalam Islam jumlahnya sangat banyak. Mulai dari pos anfal, fai, ghanimah, kharaj, jizyah, dan harta kepemilikan umum berupa kekayaan alam, harta kepemilikan negara, harta sitaan, harta orang murtad dan sebagainya.
Sementara untuk pajak dalam Islam dinamakan dharibah yang hanya akan dipungut oleh negara saat sumber-sumber pemasukan tadi sama sekali tidak ada sehingga mengakibatkan kas negara kosong. Itu juga tidak semua warga dipungut pajak hanya orang-orang kaya saja dan tidak selamanya hanya sampai kebutuhan negara tercukupi.
Maka pemungutan pajak tanpa hak dalam Islam hukumnya haram. Rasulullah SAW. bersabda yang artinya: "Sesungguhnya pelaku/pemungut pajak (diadzab) di neraka." (HR. Ahmad dan Abu Daud).
Dengan demikian sumber keuangan negara bukan dari pajak melainkan dari sumber-sumber yang sangat memungkinkan negara untuk menyejahterakan rakyat.
Semua harta-harta tersebut akan dikelola oleh lembaga keuangan negara yang disebut baitul mal, lalu pengeluarannya pun akan diatur berdasarkan syariat Islam. Begitu juga dengan pegawainya yang sudah memahami dan mau menerapkan syariat Islam.
Maka dari sinilah kesejahteraan rakyat akan terwujud. Penguasa dan rakyatnya sama-sama memiliki ketakwaan yang sama, atas dasar rasa takut kepada sang pemilik segala kesempurnaan yaitu Allah SWT.
Wallahualam.
Oleh: Eneng Rosita
Komunitas Rindu Surga dan Pegiat Dakwah
0 Komentar