Topswara.com -- Kejahatan kian marak saja di Indonesia. Hampir setiap hari atau bahkan setiap jam kita selalu menyaksikan berita kejahatan berseliweran di negeri ini. Mulai dari kejahatan ringan hingga berat terus-menerus mengisi pemberitaan mancanegara.
Penjambretan, begal, kejahatan yang berujung mutilasi sering kita lihat muncul di media cetak, online atau pun layar kaca. Atau mungkin saja fakta tersebut terjadi di daerah kita sendiri. Sungguh mengerikan!.
Fakta ini mengkhawatirkan banyak pihak. Berbagai analisis pun mengemuka guna mendapatkan jawaban penyebab dari apa yang terjadi. Maraknya kejahatan dipastikan terdapat indikasinya, seperti yang disampaikan cendekiawan Ustaz Ismail Yusanto. Beliau menuturkan bahwa gadget menjadi salah satu sebab dari marak dan sadisnya kejahatan.
Gadget merupakan alat canggih yang kian mempermudah mengakses sesuatu hal apa pun oleh pemegangnya. Pasalnya, konten-konten aksi game atau tontonan yang memang tidak layak untuk ditayangkan kini justru mudah didapati via aplikasi atau pun media sosial.
Dengan seringkali menyaksikan hal serupa, Usaz Ismail mengamati bahwa tontonan tersebut telah otomatis membentuk pemikiran yang salah. Si penonton akan mengganggap peristiwa nyata yang sama dengan yang ditontonnya menjadi hal biasa.
Jika sudah begini, jelas hal ini sangat mengkhawatirkan. Memerlukan segera pengontrolan dari semua pihak. Dari sisi individu, perlunya ketahanan keimanan kuat di tengah badai sekuler agar umat sendiri dapat bijak dalam menyaring tontonan. Pun bisa adanya saling mengingatkan antar keluarga, maka otomatis menjadi alarm bagi individu dalam berbuat sesuatu.
Dari lingkungan, dibutuhkan saling mengamar ma'rufi antar tetangga. Rasa kepedulian terhadap sesama yang akan membuat hati tergerak untuk meluruskan kala tetangganya melakukan hal yang merusak pemikiran dirinya sendiri.
Namun, sebelum saling menasehati antar keluarga atau pun tetangga, terlebih dulu peran-peran tersebut mesti mengetahui konsep standar layak atau tidak layak tayangan.
Sebab, ada banyak pula konten dan tayangan di sistem sekarang dibalut dengan konsep positif. Seakan tampilannya biasa-biasa saja, akan tetapi berdampak negatif bagi prilaku penontonnya, terutama bagi seorang anak, sang peniru ulung.
Tentu hal ini membutuhkan pengedukasian negara ke masyarakat tentang tayangan. Namun, harus pula negara meninjau ulang kembali bagaimana prosedur perizinan negara pada tayangan-tayangan di selama ini. Sebab, negara adalah point utama yang bisa memantau dari berbagai sudut. Dari segi perizinan, negara dapat menolak keras berbagai konten atau tayangan yang berdampak bahaya bagi masyarakat.
Kemudian, negara bisa sekaligus memperingatkan kepada pembuat konten agar mereka menghentikan aktivitasnya membuat konten-konten yang berdampak negatif hingga menyalahi hukum syarak.
Sanksi bisa dijatuhkan kepada si pembuat flm atau konten jika pelaku tak mengindahkan peringatan dari negara. Alhasil, negara bakal mampu membabat habis konten atau tontonan yang tak patut untuk dikonsumsi oleh siapa pun.
Intinya, negara tidak boleh serta merta hanya memikirkan keuntungan belaka sebagaimana kebijakannya hari ini. Hingga, perizinannya itu menjadi jalan tersedianya konten-konten perusak masyarakat. Sebab, negara kurang serius menyortir tayangan-tayangan yang boleh atau yang tak boleh disuguhkan ke masyarakat.
Oleh: Gina Kusmiati
Aktivis Muslimah
0 Komentar