Topswara.com -- Akhir-akhir ini maraknya perkelahian terjadi di kalangan anak muda, tidak tanggung-tanggung perkelahian sebagian dilakukan oleh orang yang berpendidikan dan orang kaya. Jiwa preman sudah menjamur pada anak muda, mereka tidak lagi memedulikan konsekuensinya.
Baru-baru ini publik geger akibat perbuatan anak pejabat pajak Mario Dandy Satriyo, terhadap putra petinggi GP Ansor Jonathan Latumahina, David. Penganiayaan dilakukan oleh Mario terhadap David sampai korban dalam keadaan koma, hanya karena asmara. Perbuatan pelaku seperti orang tidak berpendidikan, akibat dari perbuatannya itu ia dikeluarkan dari kampus, CNN Indonesia (20/02/2023).
Sama buruknya beda tindakannya, 5 orang pemuda yang masih pelajar melakukan aksi pencurian dengan cara kekerasan di jalan, mereka memepet kendaraan motor korban lalu di bacok punggung korban menggunakan sebilah celurit yang telah disiapkan oleh pelaku untuk melancarkan aksinya, JURNALPOLRI (22/02/2023).
Kasus di atas sedikit mewakili problematika pemuda, masih banyak kasus-kasus lain yang menyeret pemuda saat ini, akibat tidak adanya kontrol sosial untuk memberikan nasihat baik justru sebaliknya masyarakat diam karena anak muda saat ini berpotensi bahaya bagi mereka bagaimana tidak anak muda berkelompok menampakkan diri dengan bangga sambil memegang barang tajam.
Inilah potret kehidupan masyarakat di dunia sekuler gagap terhadap tindak kriminalitas membuat gerombolan pemuda semakin banyak dan sulit memutuskan rantai premanisme yang sudah bergelut dijiwa pemuda saat ini, andai saja masyarakat bersatu padu dengan tegas memberantas tindak kriminalitas, maka pemuda bakalan sadar dan merasa takut.
Tetapi tidak cukup apabila masyarakat saja yang mengontrol melainkan negara ikut berperan sentral sebagai benteng pemuda dari tindakan kriminal, namun negara abai memberikan pendidikan yang selaras dengan visi yang sudah tertulis yakni membentuk kepribadian pemuda yang kukuh, moto pendidikan berevolusi mental serta menggali potensi yang dimiliki nyatanya gagal membangun pemuda berkualitas dan mengenal jati dirinya yang sebenarnya.
Sementara itu, ada sistem dimanah cara pandang dan tindakan berkesinambungan serta membentuk pola pikir yang khas yakni Islam, seseorang tidak hanya berakidah dalam hati dan lisan melainkan dengan perbuatannya.
Faktor pendorong sikap seseorang untuk berbuat tidak lain adalah pola pikir, dalam Islam sendiri pemuda-pemudi Muslim senantiasa bertsaqafah Islam yang berasaskan dari Kitabullah dan Sunah Rasul bukan Undang-undang buatan manusia.
Pemikiran Islam secara langsung akan memengaruhi pemahaman, lalu akan memengaruhi tingkah laku seseorang. Dengan demikian, pemahaman Islam seorang Muslim tentu akan mendorongnya untuk bersikap sesuai pandangan Islam.
Selaras dengan visi kurikulum pendidikan Islam, sistem pendidikan Islam dibuat dan dijalankan oleh pemimpin negara yang taat pada aturan Islam sehingga terbentuklah pemuda Muslim akan memiliki kepribadian Islam, bukan preman.
Kurikulum pendidikan pula akan diterapkan dan di berikan sejak usia kanak-kanak karena di usia itu merek mudah menyerap dan menancapi otaknya selain itu mereka juga siap taat ketika balig nanti. Jadi, tidak kaget ketika berada dijenjang pendidikan menengah dan tinggi disuguhi Islam kaffah karena sebelumnya sudah mampu membedakan baik buruknya perbuatan dalam Islam.
Sayangnya, konsep pendidikan itu tidak bisa kita dapatkan di sistem sekuler hari ini, bukan saja lingkungan yang tidak mendukung melainkan negara juga tak acuh. Olehnya itu, hanya ketika Islam kaffah itu diterapkan kontrol pemuda-pemudi sedari dini mulai diterapkan dan membentuk pemuda yang berkualitas dan tenang.
Wallahu alam bisshawab.
Oleh: Sasmin
Pegiat Literasi
0 Komentar