Topswara.com -- Kenaikan tarif PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) menjadi wacana di beberapa daerah.
Salah satunya adalah PDAM Tirta Darma Ayu Kabupaten Indramayu. Tak tanggung kenaikan tarif kali ini mencapai 30 persen.
Pihak pengelola PDAM mengemukakan alasan atau indikator kenaikan tarif PDAM. Diantaranya, adanya kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) dan tarif dasar listrik.
Sedangkan indikator lain, karena adanya kenaikan biaya produksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan pendapatan sehingga pihak PDAM mengambil keputusan untuk menaikkan tarif PDAM.
Hal senada juga terjadi pada PDAM di Surabaya. Tarif layanan PDAM di Surabaya, akan dinaikkan dari Rp 600 menjadi Rp 2600 per meter kubik.
Lagi-lagi alasan kenaikan tarif disebabkan karena adanya biaya yang besar untuk memberikan layanan air yang bagus, bersih dan layak minum.
Namun begitu, pemerintah daerah Surabaya, akan memberlakukan
adanya subsidi silang untuk mengatasi persoalan tingginya kenaikan tarif PDAM. Jadi diharapkan yang kaya akan membiayai yang miskin, begitulah gagasan mereka.
Namun sangat ironi ketika kenaikan tarif telah dirancang, akan tetapi tidak diimbangi dengan perbaikan fasilitas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat.
Masih banyak warga yang mengeluh airnya mengalir kecil terutama ketika pengguna air secara bersamaan dalam menggunakannya. Hal tersebut disampaikan oleh salah satu anggota KPI (Koalisi Perempuan Indonesia) cabang Indramayu.
Wacana PDAM untuk menaikkan tarif juga dirasa tidak dalam kondisi yang tepat. Disaat masyarakat baru akan bangkit dari keterpurukan ekonomi pasca pandemi Covid-19, kenaikan tarif PDAM justru mengancam mereka. Hal tersebut akan terasa berat bagi masyarakat untuk menerima kenaikan tarif.
Jika tarif PDAM naik, maka akan semakin memberatkan kondisi ekonomi masyarakat. Rakyat pun kian merasa tercekik.
Perlu diingat bahwa air adalah sumber kebutuhan pokok bagi manusia. Tanpa air mustahil manusia bisa hidup. Jadi rakyat sangat butuh akan pemenuhan kebutuhan tersebut. Pemenuhan kebutuhan air seharusnya menjadi tanggung jawab negara untuk menyediakan kecukupan jumlah air yang bisa dinikmati oleh masyarakat.
Jika kita telusuri lebih dalam lagi, alasan PDAM dalam menaikkan tarif tidaklah tepat. Sebesar apapun biaya produksi seharusnya tidak boleh membebankan pada rakyat, apalagi dengan cara subsidi silang. Dengan adanya subsidi silang justru akan terkesan pemerintah lepas tangan dalam upaya pengadaan sumber air bersih.
Bisa dirasakan akibat dari sistem kapitalisme, di mana hanya asas manfaat dan keuntungan semata yang menjadi target pemerintah.
Seolah pemerintah tidak mau rugi dalam hal pelayanan publik. Sehingga berupaya untuk mengambil tarif bahkan semakin menaikkan tarif PDAM.
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Dawud bahwa “Manusia berserikat dalam tiga hal: dalam padang rumput, air, dan api."
Bahwasanya manusia itu memiliki hak yang sama dalam Padang rumput, air dan api. Disitu menunjukkan bahwa Padang rumput, air dan api adalah hak milik umum. Dilarang bagi individu maupun negara untuk menguasai ketiga hal tersebut.
Yang dimaksud hak milik umum ialah sesuatu yang digunakan bagi keperluan umum. Mata air dan sumur dilarang dikuasai oleh individu atau negara. Apabila salah satu saudara ingin mengambil dari mata air tetangga atau saudaranya maka tidak dibenarkan untuk melarangnya karena sumber mata air baik itu sumur maupun sumber-sumber mata air alam, tidak boleh dimonopoli oleh individu atau negara.
Setelah pemaparan hadis diatas, negara harusnya hadir untuk mengatur distribusi air ke setiap penduduknya.
Adapun biaya produksi bisa diambilkan dari pengelolaan sumber daya alam negara yang kemudian diekspor ke luar negeri. Diharapkan dengan keuntungan tersebut mampu menutup biaya operasional pengadaan, dan distribusi air. Jika hal itu terwujud maka niscaya kesejahteraan masyarakat akan tercapai.
Wallahua'lam bissawab.
Oleh: Sri Fatona Wijayanti
Sahabat Topswara
0 Komentar