Topswara.com -- Dulu Bung Karno mengatakan, beri aku 10 pemuda maka akan aku guncang dunia. Kini banyak orang tua yang mengatakan beri aku satu remaja maka pusing aku dibuatnya. Sungguh sebuah tragedi peradaban manusia.
Hari ini kita saksikan betapa banyak goresan maksiat yang ditorehkan remaja. Dari geng tawuran, penggunaan narkoba, seks bebas, KTD, aborsi, L98T, dan berbagai maksiat yang kerap menghiasi dunia remaja.
Peradaban saat ini tengah dikuasai oleh peradaban sekuler kapitalisme. Peradaban yang lahir dari ideologi kapitalisme ini telah sukses membuat manusia kehilangan jati dirinya, hal ini yang membuat manusia bertindak layaknya hewan bahkan lebih rendah lagi.
Penerapan ideologi kapitalisme di berbagai negeri, telah membuat para orang tua kewalahan dalam mendidik dan menjaga putra-putri mereka, tidak luput yang terjadi di negeri ini.
Gaya hidup bebas yang dihembuskan kapitalisme telah membuat banyak generasi susah diatur dan makin jauh dari nilai agama. Seks bebas berbuah KTD (kehamilan tak diinginkan) adalah dampak yang hari kita bisa lihat dengan jelas.
Sungguh memprihatinkan jika dikatakan DIY sebagai kota pelajar mengalami peningkatan hingga 78,4 persen kasus dispensasi nikah karena KTD. Bicara tentang dispensasi nikah, pemerintah maupun masyarakat cenderung sepakat hal ini adalah hal buruk.
Namun anehnya penyebab pernikahan dini itu tak pernah dicegah atau dikriminalkan. Bahkan diterima sebagai wujud kebebasan atas nama HAM. Sebut saja pacaran, sejauh ini negara ini tidak pernah menyebut pacaran sebagai tindak kriminal. Bahkan seks bebas atas dasar suka sama suka atau ada kesepakatan dalam melakukannya dianggap 'legal' atas nama HAM.
Bukankah jika kita runut, dispensasi nikah terjadi dikarenakan kehamilan tak diinginkan. KTD muncul karena seks bebas. Seks bebas muncul berawal dari pacaran. Lalu bagaimana bisa dikatakan pacaran boleh, tetapi dispensasi nikah salah?
Di tengah aturan yang ambigu tersebut kita sebagai orang tua mau tidak mau harus lebih ekstra dalam mendidik dan menjaga putra-putri kita. Memahamkan pada mereka rambu-rambu pergaulan menjadi sebuah keharusan. Adapun rambu-rambu apa saja yang harus kita ajarkan dan berlakukan pada ananda, berikut Islam telah menjelaskan:
Pertama, tidak diperbolehkam ikhtilat (bercampur baur) antara pria dan wanita yang bukan mahram. Pahamkan pada ananda bahwa kehidupan laki-laki dan perempuan seharusnya terpisah. Maka tidak boleh laki-laki dan perempuan berkumpul tanpa hajat syar'i.
Kedua, tidak boleh laki-laki dan perempuan berduaan. Sebagai sabda Kanjeng Nabi, jika laki-laki dan perempuan berduaan maka yang ketiga adalah setan. Dengan demikian pacaran seharusnya tidak ada dalam kamus hidup pemuda Muslim.
Ketiga, ajarkan kepada ananda yang laki-laki sikap Nabi Musa dan Nabi Yusuf dalam memperlakukan wanita. Jika ada wanita terhormat meminta tolong padamu maka berilah pertolongan dan cukupkan interaksimu hingga tunai apa yang jadi hajat mereka, sebagaimana yang dicontohkan Nabi Musa pada dua putri Nabi Syuaib. Atau tirulah sikap Nabi Yusuf yang tegas menolak ajakan maksiat walau datang dari seorang perempuan cantik.
Keempat, kenalkan konsep mahram dan orang asing pada anak-anak dan bagaimana penyikapan kepada mereka. Kepada siapa boleh dan tidak boleh menampakkan tempat melekatnya perhiasan.
Kelima, pahamkan pada anak-anak tentang anggota tubuh mana saja yang boleh disentuh orang lain, mana yang tidak.
Keenam, wajibkan anak yang telah baligh menutup auratnya baik dia laki-laki atau perempuan. Selain itu larang tabbaruj, yakni perilaku yang dengan sengaja mempakkan kecantikan seseorang untuk menggoda lawan jenisnya.
Ketujuh, perintahkan pada mereka untuk menundukkan pandangan.
Kedelapan, pada mereka yang menjelang baligh pahamkan tentang konsekuensi dari ihtilam dan haid. Bahwa sejak mereka mengalami hal itu organ seksualnya telah berkembang aktif.
Namun mengajarkan dan menerapkan rambu-rambu ini pada anak-anak belumlah cukup, selama kita belum membuat anak anak menemukan misi dan visi hidupnya serta tumbuh sebagai manusia seutuhnya. Manusia yang tumbuh dengan fitrah-fitrahnya. Fitrah yang tumbuh dengan baik inilah yang akan membuat tiap manusia mencintai kebaikan dan berupaya melakukan kebaikan.
Rasulullah SAW telah bersabda bahwa, "Setiap manusia terlahir dalam keadaan fitrah, orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nashrani, atau Majusi."
Fitrah ini adalah suatu yang sudah Allah instal dalam diri manusia. Dia akan terus ada, namun dia bisa rusak, dan menyimpang tergantung pendidikan orang tua dan lingkungan. Dalam kitab Nidzamul Islam karya Taqiyuddin An Nabhani bisa kita dapati bahwa fitrah tersebut berupa akal, kebutuhan jasmani, dan gharaiz atau naluri-naluri. Kesemua fitrah ini harus ditumbuhkan pada diri ananda agar mereka menjadi manusia yang sempurna.
Akal yang ditumbuhkan dengan baik, dengan cara mengajak anak-anak suka berpikir akan membuat anak mampu membedakan mana yang baik mana yang buruk. Seiring dengan tumbuhnya iman mereka akan mampu membedakan mana baik dan buruk sesuai pandangan Islam.
Begitu juga kebutuhan jasmani harus dipenuhi dengan baik sesuai proporsi. Jangan sampai anak malnutrisi atau overnutrisi yang bisa menyebabkan anak baligh lebih cepat dan terjadi sebelum mereka akil.
Sungguh bahaya manakala mereka baligh tanpa akil. Mereka hanya akan didorong nafsu tapi tak dikendalikan oleh akal. Kasus seks bebas di kalangan anak sekolah rata-rata dipicu hal ini, mereka hanya didorong nafsu. Mereka baligh lebih cepat, artinya organ seksualnya sudah matang dan memberi dorongan syahwat namun kontrol akal atau akilnya belum tumbuh. Akhirnya mereka tak berpikir panjang tentang dampaknya.
Begitu pula dengan gharizah perlu juga ditumbuhkan. Ada tiga jenis gharizah dalam diri manusia menurut syekh Taqiyuddin. Yakni gharizah tadayyun (naluri beragama), gharizah baqa' (naluri mempertahankan diri), gharizah nau' (naluri melestarikan jenis).
Gharizah tadayyun harus ditumbuhkan dengan benar, keimanan yang tumbuh dengan benar akan mengakar kuat sehingga tidak mudah diombang-ambingkan. Keimanan berbeda dengan pengetahuan seseorang terhadap ilmu agamanya.
Hal yang salah kaprah di tengah masyarakat adalah merasa anaknya sudah beriman manakala telah bisa membaca Qur'an bahkan menghafal beberapa juz, bisa shalat dan bisa berbahasa Arab. Sesungguhnya hal itu bukanlah iman, bukan pula penampakan iman manakala dilakukan hanya sekadar rutinitas tanpa makna.
Iman yang benar pada seseorang akan melahirkan sikap tunduk dan patuh pada Rabbnya, baik kala bersama orang lain atau sendiri. Intinya dia merasa cinta dan selalu ingin dekat dengan Tuhannya dan merasa selalu diawasi-Nya.
Jangan sampai anak kita sekadar beragama tanpa berakidah. Karena tidak munculnya iman dari akidah yang benar akan membuat anak kita liar dan pintar membuat dalih atas maksiat yang dia lakukan.
Gharizah baqa' juga harus ditumbuhkan dengan benar. Gharizah baqa' yang tumbuh dengan benar akan membuat seseorang memiliki prinsip hidup. Ia berani berbeda walau seorang diri. Ini adalah modal bagi anak anak untuk tetap kokoh memegang imannya ditengah arus sekularisme seperti saat ini.
Keberadaan gharizah baqa' juga akan membuat seseorang berani berkata, "tidak" pada sesuatu yang tidak sesuai prinsip hidupnya. Mereka yang terlibat narkoba, tawuran, gaul bebas rata rata adalah yang gharizah baqa' nya tidak tumbuh dengan baik sehingga mudah ikut ikutan temannya.
Keberadaan gharizah nau' juga harus ditumbuhkan dengan benar. Adanya naluri ini dalam diri manusia kerap memberi dorongan agar seseorang menyukai lawan jenisnya, suka disayang dan menyayangi, serta muncul sikap maskulin atau feminin pada diri seseorang.
Jika naluri ini tumbuh dengan baik, akan tumbuh sifat malu saat auratnya tersingkap. Muncul pula sikap hati hati dalam menjaga kemaluannya. Mereka akan mudah paham dengan pengajaran bahwa satu-satunya cara untuk memenuhi keinginan seksualnya hanya dengan pernikahan yang suci.
Ketika sisi fitrah kemanusiaan ditumbuhkan, tugas orang tua berikutnya adalah menuntun putra-putrinya menemukan misi dan visi hidupnya yang sesuai dengan Islam. Misi dan visi yang telah dipegang kuat ini pula yang akan menjadi penjaga seseorang untuk fokus pada kebaikan dan tak mudah terbelokkan oleh godaan maksiat sebagus apa pun itu.
Perpaduan tumbuhnya fitrah kemanusiaan dengan penemuan misi dan visi hidup pada anak-anak kita, akan memudahkan kita memberi rambu-rambu pergaulan. Mereka akan mudah menurut dan kecil kemungkinannya mereka akan mengkhianati kepercayaan kita.
Oleh: Titin Erliyanti
(Aktivis Dakwah Yogyakarta)
0 Komentar