Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Problema Kerusakan Lingkungan dan Kerakusan Pengelolaan SDA oleh Asing


Topswara.com -- John NR Gobai, anggota DPR Papua dari daerah pengangkatan Meepago, menceritakan bagaimana perubahan terjadi di kawasan Kokonao, Kabupaten Mimika, untuk menggambarkan kerusakan lingkungan yang terjadi di kawasan itu. 

Limbah sisa aktivitas tambang PT Freeport selama puluhan tahun, terbawa melalui sungai-sungai di Mimika bahkan ke laut. Gobat menerangkan, terjadi pendangkalan di muara-muara sungai, baik yang ada di dalam area Freeport maupun yang di luar. 

Setidaknya, masyarakat di tiga distrik di Kabupaten Mimika, yaitu Mimika Timur Jauh, Jita dan Agimuga, merasakan dampaknya. Adolfina Kuum, koordinator umum Komunita Peduli Lingkungan Hidup (Lepemawi) Timika, telah memperjuangkan hak masyarakat adat sejak 2013 lalu. 

Limbah tailing yang mengisi sunga-sungai, membuat perahu nelayan tidak bisa bergerak dan banyak kesulitan hidup yang harus dihadapi masyarakat. Krisis air bersih juga terjadi di banyak kampung di kawasan itu. 

Perahu-perahu nelayan juga mengalami kerusakan pada mesinnya, karena limbah tailing di sungai. Dalam enam pertemuan dengan PT Freeport, kata Adolfina, tidak ditemukan jalan keluar untuk mengatasi masalah itu. 

Bahkan, dia menyebut Freeport tidak bersedia membangun jembatan di atas sungai yang dipenuhi limbah tailing itu, agar masyarakat tetap dapat beraktivitas. 

Anak-anak juga mengalami gatal-gatal, sementara orang tua mereka tidak kuasa membawanya ke rumah sakit. Karena sungai yang makin penuh limbah tailing, perjalanan menjadi panjang dan mahal.

Masyarakat adat juga mendesak pemerintah dan DPR, segera memerintahkan PT Freeport Indonesia untuk mengganti kerugian yang dialami warga dan lingkungan. Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Dedi Mulyadi menjanjikan dua hal. Pertama, mereka akan melakukan investigasi langsung ke lokasi yang terdampak limbah tailing PT Freeport Indonesia. 

Sedangkan langkah kedua, dalam waktu dekat Komisi IV akan mengundang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta PT Freeport Indonesia untuk memberikan konfirmasi di rapat resmi komisi tersebut.

Dalam dokumen Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, tercatat bahwa PT. Freeport sejak tahun 1974 hingga 2018 telah mengalirkan limbah tailing melalui sungai Aghawagon dan sungai Ajkwa. 

Limbah ini kemudian ditempatkan di Modified Ajkwa Deposition Area (ModADA) seluas 230 kilometer persegi. Pembuangan tailing melalui dua sungai ini ternyata diizinkan oleh Pemerintah Propinsi Papua, melalui surat keputusan Gubernur Nomor 540 tahun 2002. 

Ada empat sungai yang masuk dalam izin itu, yaitu Aghawagon, Otomona, Ajkwa dan Minajerwi. Dokumen ini juga menyebut, dalam perhitungan limbah tailing yang dihasilkan Freeport adalah 167 juta metrik ton perhari (voaindonesia.com, 1/2/2023).

PT. Freeport merupakan salah satu perusahaan tambang terkemuka di dunia. PT. Freeport Indonesia melakukan eksplorasi, menambang dan memproses biji yang mengandung tembaga, emas dan perak di daerah dataran tinggi di kabupaten Mimika, Provinsi Papua, Indonesia. 

PT. Freeport merupakan salah satu bentuk investasi perusahaan milik asing di Indonesia. PTFI merupakan salah satu bentuk pemasukan bagi pemerintahan Indonesia dengan cara memberikan royalty, pembagian deviden dan pajak. 

Namun di balik semua itu PTFI telah banyak merugikan negeri ini. Jika pemerintah benar sesuai klaimnya, memiliki kedaulatan penuh, maka operasional PT Freeport harusnya di sudahi tahun 2021, artinya kontraknya tidak diperpanjang. Apalagi pemberian izin operasi kepada Freeport dan sejenisnya jelas menyalahi Islam. 

Pengelolaan SDA ala sistem kapitalisme terbukti memberikan dampak buruk terhadap lingkungan. Kerakusan telah melalaikan penjagaan lingkungan yang penting untuk umat manusia dan bahkan membahayakan kehidupan. 

Dari sisi lingkungan, pengelolaan limbah tailing Freeport menabrak peraturan lingkungan yang berlaku. Pembuangan limbahnya telah mencapai laut dan berdampak terjadinya perubahan ekosistem, menimbulkan kerusakan, dan kerugian lingkungan.

Dengan begitu banyak pelanggaran yang dilakukan Freeport, semestinya Pemerintah bisa bertindak tegas. Surat Adkerson jelas sebuah arogansi perusahaan asing yang telah mengeruk kekayaan alam Indonesia selama berpuluh tahun. 

Pelanggaran atas UU No. 4/2009, khususnya soal pembangunan smelter, juga menunjukkan Freeport mengabaikan hukum dan perundangan yang berlaku di sini. Jadi, sangat mengherankan bila sikap Pemerintah, khususnya menkeu begitu lunak. 

Soal surat tadi, misalnya, sampai kini tidak terdengar bagaimana seharusnya dia bersikap. Normalnya, sebagai pemerintah negara yang berdaulat, pejabat publik kita harus marah dan menjatuhkan sanksi tegas. Bukan malah merayu-rayu dengan memberi keringanan pajak. 

Jika pemerintah mempunyai tujuan untuk menciptakan kesejahteraan rakyatnya, maka seharusnya pemerintah menyudahi kerjasama dengan PTFI. Dalam UU juga dinyatakan bahwa “bisa diperpanjang”, tidak wajib dan tidak harus. Jika itu dilakukan, maka itu menjadi keputusan yang terbaik dan sangat menguntungkan bagi negeri ini dan rakyatnya. Apalagi pemberian izin operasi kepada PT. Freeport dan sejenisnya jelas menyalahi aturan Islam. 

Dalam Islam, tambang yang berlimpah haram diserahkan kepada swasta, apalagi asing. Islam memiliki aturan tertentu dalam pengelolaan SDA. Asing tidak akan mendapatkan kesempatan untuk mengeruk SDA yang merupakan kepemilikan umum seluruh rakyat. 

Pengelolaan SDA oleh negara Islam tentu  akan berjalan pada prinsip kemaslahatan umat sehingga lingkungan tetap terjaga, karena keberadaan lingkungan yang baik akan berpengaruh terhadap keberlangsungan kehidupan manusia. 

Abyadh bin Hammal ra. Menuturkan bahwa: “ia pernah datang kepada Rasulullah saw, lalu meminta (tambang) garam. Ibn al-Mutawakkil berkata, “(Maksudnya tambang) yang ada di Ma’rib.” Beliau kemudian memberikan tambang itu kepada dia. Ketika dia pergi, seseorang di majelis itu berkata (kepada Nabi saw.), “apakah anda tahu apa yang anda berikan? Sesungguhnya anda memberi dia (sesuatu laksana) air yang terus mengalir.” Ibn al-Mutawakkil berkata,”Rasul lalu menarik kembali (tambang itu) dari dia (Abyadh bin Hamal).” (HR Abu Dawud, at-Tirmidzi dan al-Baihaqi).

Islam menetapkan tambang adalah milik seluruh umat, baik para pejabat maupun rakyat biasa. Tambang seharusnya dikelola langsung oleh negara dan seluruh hasilnya dikembalikan untuk kemaslahatan rakyat. Hanya dengan aturan Islam seperti itulah kekayaan alam akan benar-benar menjadi berkah untuk negeri ini dan penduduknya.

Jadi, stop Freeport untuk memberikan keuntungan terbesar bagi rakyat dan memperjuangkan nasib generasi mendatang. Mari berjuang untuk kedaulatan negeri ini demi menciptakan kesejahteraan dan kemaslahatan untuk rakyat indonesia. 

Dalam Islam, tambang itu harus dikelola oleh negara dan seluruh hasilnya dikembalikan untuk kemaslahatan rakyat. Hanya dengan pengelolaan sesuai aturan syariah seperti itulah kekayaan alam itu akan benar-benar menjadi berkah untuk negeri ini dan penduduknya.

Wallah a’lam bi ash shawab.


Oleh: Tri Setiawati, S.Si.
Sahabat Topswara 
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar