Topswara.com -- Penghinaan terhadap Al-Qur'an terulang kembali. Peristiwa ini terjadi di Swedia dan dilakukan oleh seorang tokoh ekstremis anti Islam pendiri gerakan sayap kanan Denmark, Rasmus Paludan. Dia secara demonstratif membakar kitab suci umat Muslim.
Politikus ekstrem kanan itu melakukannya pada 27 Januari 2023 di depan Kedutaan Besar Turki di Stockholm. Enam hari kemudian, pendiri partai Stram Kurs (Garis Keras) itu melakukan aksi provokatif serupa di depan masjid di Copenhagen. (CNNindonesia.com 2 Februari 2023)
Mirisnya aksi Paludan membakar Al-Qur'an di Copenhagen bahkan dijaga ketat kepolisian. Aparat berwenang terlihat memasang garis polisi di sekeliling aksi yang digelar tepat di seberang masjid, di mana para jemaah baru keluar usai melaksanakan shalat ashar. Ia juga sempat berorasi yang isinya banyak menghina Nabi Muhammad.
Swedia dan Denmark tidak punya undang-undang yang mengatur ujaran kebencian dan penistaan agama. Padahal menurut European Academy on Religion and Society (EARS), lebih dari setengah negara Eropa memiliki undang-undang anti-penistaan agama atau hukum yang melarang pelanggaran terhadap kesucian agama.
Sementara itu, prinsip umum masyarakat Swedia yang berkembang selama abad ke-20 menilai bahwa agama merupakan ranah pribadi. Tidak ada pengakuan khusus yang harus diberikan sebagai faktor yang harus diperhitungkan dalam konteks publik.
Budaya masyarakat Swedia menganggap ruang publik harus menjadi arena sekuler non-agama di mana semua orang diperlakukan sama dan diharapkan menerima aturan sosial yang sama tanpa memandang jenis kelamin, etnis, latar belakang budaya atau agama. Mereka juga mengatakan bahwa aksi yang dilakukan Paludan sah-sah saja di bawah Undang-Undang Kebebasan Berpendapat Swedia.
Aksi pembakaran Al-Qur'an di Swedia adalah tanda makin meningkatnya Islamofobia pada ajaran Islam di dunia. PBB pada tahun 2021 menyebutkan tingkat kebencian terhadap Islam terus meningkat. Hal ini terjadi sejak propaganda war on terrorism dan deradikalisasi ajaran Islam yang dilancarkan Barat pimpinan AS pasca tragedi 9/11 di tahun 2001.
AS menuduh al-Qaeda berada di balik serangan tersebut. Memang banyak yang meragukan keruntuhan gedung WTC akibat serangan teroris dan mengungkap kejanggalannya. Namun, akibat kampanye ini terjadi peningkatan kebencian pada Islam dan kaum Muslim. Ironisnya, ide tersebut justru diadopsi para pemimpin negeri Muslim.
Aksi pembakaran Al-Qur'an di Swedia juga merupakan bagian dari apa yang dijamin demokrasi, yakni kebebasan berbicara. Meski dikritik oleh pemerintah Swedia, izin tetap dikeluarkan dengan alasan hak warga di alam demokrasi.
Perdana Menteri Swedia, Ulf Kristersson menyatakan bahwa bebas berekspresi adalah hal mendasar dalam demokrasi. Namun demikian, menurutnya apa yang sesuai hukum belum tentu patut dilakukan.
Namun, kebebasan dalam demokrasi yang dipropagandakan Barat sering tidak berlaku untuk umat Muslim. Di Prancis, misalnya, berlaku larangan cadar bagi Muslimah di tempat-tempat umum. Kaum Muslim pun sulit mendapat izin untuk membangun masjid. Swedia sampai hari ini juga melindungi kaum Yahudi dan ajarannya dari kritik dan serangan.
Karena itu ajaran demokrasi bertolak belakang dengan Islam. Dalam Islam, setiap ucapan dan perbuatan Muslim wajib terikat pada hukum syariah karena berlaku hisab Allah SWT. atasnya. Tidak ada prinsip kebebasan termasuk menista agama baik terhadap Islam maupun selain darinya.
Tindakan membakar Al-Qur'an dengan tujuan menghinakannya adalah dosa besar. Jika pelakunya Muslim maka ia telah kafir. Qadhi Iyadh menyatakan, “Ketahuilah siapa yang merendahkan al-Quran atau terhadap mushaf, sesuatu yang ada dalam al-Quran, atau mencela keduanya…maka ia telah kafir berdasarkan Ijmak kaum Muslim.” (Asy-Syifâ bi Ta’rîf Huqûq al-Musthafâ, 2/110).
Jika pelakunya kafir dzimmi dan orang non muslim yang terikat perjanjian dengan kaum Muslim, maka tindakannya telah membatalkan perjanjiannya, dan hilang jaminan keamanan bagi si pelaku sehingga dapat dijatuhi hukuman mati. Demikianlah pendapat dari Imam asy-Syafii (Ash-Shârim al-Maslûl ‘alâ Syâtim ar-Rasûl, hlm. 13).
Terhadap negara-negara kafir yang mendukung dan melindungi para pelaku penistaan Al-Qur'an, kaum Muslim seharusnya memutus hubungan diplomatik dengan mereka, lalu mengancam untuk menyerang segala kepentingan mereka.
Dalam sejarah, Khalifah Sultan Abdul Hamid II mengultimatum Inggris dan Prancis yang pada saat itu berkehendak memberikan izin pementasan drama yang menghina Rasulullah SAW. Pemerintah Prancis dan Inggris pun ketakutan lalu membatalkan pementasan drama itu.
Begitulah sikap para pemimpin Dunia Islam yang seharusnya, bukan bermain retorika tanpa aksi nyata. Karena tegas dalam membela Islam, tak ada satu pun pihak yang berani menistakan agama ini. Inilah pentingnya kaum Muslim memiliki kepemimpinan layaknya perisai pelindung.
Kaum Muslim wajib marah atas aksi pembakaran ini, karena merupakan kejahatan dan dosa besar, akan tetapi mengabaikan hukum-hukum Al-Qur'an juga merupakan kemungkaran dan dosa besar. Allah Swt. mengingatkan siapa saja yang tidak mau merujuk pada aturan Allah:
Siapa saja yang tidak berhukum pada apa yang telah Allah turunkan, mereka itu adalah kaum kafir (TQS al-Maidah [5]: 44).
Setelah mengimani Al-Qur'an, setiap Muslim dituntut untuk melaksanakan hukum-hukumnya. Jangan seperti kaum Bani Israil yang mengabaikan hukum-hukum yang terdapat dalam Taurat sehingga Allah menyamakan mereka seperti keledai yang membawa buku.
Sebagian dari umat berdalih kalau hukum-hukum Al-Qur'an tidak perlu dilaksanakan secara tekstual, namun tujuan utama hukum Islam adalah mendatangkan kemaslahatan dan menolak kerusakan (jalb al-mashâlih wa dar’u al-mafâsid) dapat terlaksana. Misalnya hukum penjara sah untuk menggantikan potong tangan bagi pencurian, qishâsh, dan lain sebagainya.
Jika kita terusik menyaksikan Al-Qur'an dinistakan, mengapa kita tidak marah melihat hukum-hukumnya diabaikan? Mengapa kita bersikap abai melihat pedoman hidup hanya dijadikan bacaan, hapalan dan hiasan, sementara hukum-hukumnya ditelantarkan bahkan dimusuhi?
Sementara orang yang berjuang untuk mengamalkan ayat-ayat justru difitnah? Lalu bagaimana bisa kita menyetujui penelantaran dan perubahan terhadap hukum-hukum yang dikandung Al-Qur'an?
Oleh karenanya, diperlukan sebuah institusi yang akan menerapkan Islam secara menyeluruh di setiap aspek kehidupan. Yang akan memberi solusi bagi seluruh permasalahan manusia dan membawa rahmat bagi seluruh alam semesta dan seisinya.
Wallahu a'lam Bishawwab a’lam.
Oleh: Anita
Sahabat Topswara
0 Komentar