Topswara.com -- Nahas! Demi membuat konten, seorang pemuda tewas tertabrak truk di exit Tol Gunung Putri pada 6 Januari silam saat berusaha menghadangnya.
Demikian pula nasib malang seorang remaja yang menjadi korban aksi tawuran di Jalan Demang Lebar Daun, Kecamatan Ilir Barat I, Palembang. Sebelumnya, bentrok dua kubu itu diawali dengan saling tantang di medsos. Pada 23 Januari bahkan polisi mengamankan 72 remaja yang hendak tawuran di Neglasari, Tangerang.
Begitu miris jika melihat realita pemuda saat ini. Perilaku mereka sangat minim visi. Para pemuda sibuk mengejar duniawi dan eksistensi harga diri. Tentu publik sudah mengetahui hal semacam ini sudah terjadi untuk ke sekian kalinya.
Data Unicef pada 2016 menunjukkan bahwa kekerasan kepada sesama remaja di Indonesia diperkirakan mencapai 50 persen. Sebut saja kekerasan oleh geng motor, tawuran dan aksi perundungan masih mendominasi perilaku remaja dan pelajar.
Inilah potret betapa bobroknya generasi produk dari sistem sekuler liberal. Sistem kehidupan yang sedang bercokol saat ini. Sistem kehidupan ini membuat remaja memisahkan agama dari kehidupan.
Agama tidak lagi dijadikan rujukan dalam berpikir dan bertingkah laku. Para pemuda berjalan menurut hawa nafsu mereka, sehingga mereka hanya menyibukkan diri mengejar eksistensi kehidupan mereka, popularitas, memburu kesenangan fisik, hiburan dan nilai-nilai materialistik lainnya.
Dan hal ini semakin parah ketika negeri ini minim visi penyelamat generasi. Negara-negara yang mengusung ide sekuler kapitalisme dan menggaungkan kebebasan berlepas diri dari tanggung jawabnya menjaga generasi atas nama HAM.
Mereka hanya mencukupkan diri pada upaya-upaya pragmatis seperti penangkapan pelaku tawuran, himbauan dan sejenisnya. Jadilah generasi mengikuti kemana arus bertiup, abai terhadap bahaya yang mengancam.
Sangat berbeda dengan sistem Islam yang disebut khilafah dalam menjaga generasi. Islam memandang kualitas pemuda sangat penting dalam eksistensi peradaban Islam.
Bahkan seorang ulama Syaikh Ibnu baaz dalam kitabnya Fatwa Syaikh Ibnu Baaz juz 2 halaman 365 mengatakan "Musuh-musuh Islam berusaha merintangi jalan para pemuda Muslim, mengubah pandangan hidup mereka, baik dengan memisahkan mereka dari agama, menciptakan jurang antara mereka dengan ulama dan norma-norma yang baik di masyarakat. Mereka memberi label buruk terhadap ulama sehingga para pemuda menjauh, menggambarkan ulama dengan sifat dan karakter yang buruk, menjatuhkan reputasi para ulama yang dicintai masyarakat atau memprovokasi penguasa untuk bersebrangan dengan mereka."
Karena itu, Islam memerintahkan semua pihak untuk bertanggung jawab mendidik para pemuda agar mereka menjadi sosok yang berkualitas untuk kemuliaan Islam dan bermanfaat bagi umat.
Dari lingkungan terkecil, Islam memerintahkan orang tua agar mendidik anak mereka dengan akidah Islam sehingga sedari usia dini para generasi memiliki bekal untuk berpikir dan berperilaku sesuai syariat Islam.
Tidak hanya itu, penanaman akidah ini menggiring para generasi sadar dan paham potensi yang mereka miliki untuk peradaban. Akhirnya jiwa-jiwa mereka terpupuk oleh kerinduan untuk menyerahkan dirinya demi kemuliaan Islam.
Ketika para generasi itu keluar dari rumah mereka, mereka akan menemui dan berbaur dengan masyarakat yang khas. Masyarakat dalam sistem Islam memiliki budaya amar makruf nahi mungkar.
Mereka tidak akan membiarkan kemaksiatan terjadi di tengah entitasnya. Karena itu para generasi mendapat tempat untuk belajar dan mempraktikkan pemahaman Islam mereka dalam kehidupan.
Negara berperan untuk menjaga generasi secara komunal. Khilafah akan menerapkan sistem pendidikan Islam. Output sistem pendidikan dalam khilafah akan melahirkan generasi yang memiliki syakhsiyah islam.
Yakni mereka yang memiliki pola pikir dan pola sikap yang sesuai dengan islam. Mereka juga akan dibekali dengan ilmu-ilmu duniawi agar bisa survive dalam kehidupan. Pendidikan seperti ini akan semakin menguatkan pendidikan akidah yang sudah didapatkan dari keluarga mereka.
Alhasil, para generasi khilafah akan disibukkan dalam aktivitas-aktivitas untuk kemuliaan Islam. Selain dari sistem pendidikan, output generasi yang demikian juga didukung oleh sistem pergaulan Islam dan media dan dalam Islam.
Jika ada yang bermaksiat seperti melakukan tawuran, khilafah akan memberikan sanksi kepada para remaja tersebut. Batasan anak dan dewasa dalam Islam adalah usia baligh. Jika remaja tersebut sudah baligh, maka ia akan diberi sanksi. Jika mereka berbuat onar maka akan dikenai sanksi ta'zir. Jika mereka menganiaya atau membunuh maka akan dikenai sanksi qishas.
Sanksi Islam yang diberlakukan oleh khilafah akan memberi efek jera dan sebagai penebus dosa bagi pelaku (jawabir) atau sekaligus efek mencegah (zawajir). Alhasil tidak ada celah sedikit pun bagi para pemuda untuk melakukan tindak kekerasan, kejahatan dan maksiat lainnya. Seperti inilah cara khilafah menjaga generasi dengan mekanisme yang sangat komprehensif dan melahirkan generasi berkualitas emas.[]
Oleh: Ranting Rizkiatinuasih
Anggota Komunitas Muslimah Menulis Depok
0 Komentar