Topswara.com -- Masyarakat di sejumlah daerah kembali mengeluhkan tingginya harga minyak goreng besutan pemerintah. Padahal Minyakita awalnya diluncurkan untuk menekan kenaikan harga minyak goreng pada 2022 lalu. Namun beberapa minggu terakhir terjadi kelangkaan stok hingga mengakibatkan harga eceran relatif mahal.
Hal ini sebagaimana dikutip dari kompas.com (3/2/2022) salah seorang pedagang di Palmerah Jakarta Barat, mengeluhkan langkanya Minyakita yang sudah terjadi sejak dua minggu terakhir. Ia mengaku langkanya stok karena tidak ada dari agennya.
Tidak sebatas produk yang langka, tetapi tambahan persoalan lainnya adalah tingginya harga eceran di masyarakat. Hal ini pun diakui oleh Ketua Bidang Penguatan Usaha dan Investasi DPP IKAPPI Ahmad Choirul Furqon. Ia mengatakan harga Minyakita sudah tidak sesuai dengan HET (Harga Eceran Tertinggi) yang ditetapkan sebesar Rp14.000 per liter. Di sejumlah daerah seperti DKI Jakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur harganya telah mencapai Rp16000 per liter.
Untuk mengatasi ketidakstabilan harga minyak goreng dan terpenuhinya stok demi memenuhi kebutuhan masyarakat, pemerintah pun mengambil sejumlah langkah. Salah satunya larangan penjualan Minyakita secara online.
Selain itu pemerintah juga meminta kepada perusahaan Crude Palm Oil (CPO) agar pasokan bahan bakunya ditambah, hingga perbandingan pasokan untuk dalam negeri dan ekspor menjadi 1:6 yang semula 1:9. Artinya suplai dalam negeri 1 ekspornya 6. Akankah upaya ini dapat mengatasi kelangkaan minyak goreng yang menjadi salah satu kebutuhan pokok masyarakat? Apa pula yang menyebabkan pasokan minyak terus menipis?
Faktor Penyebab Menipisnya Stok Minyak
Terkait kelangkaan stok minyak goreng ini, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan berdalih, bahwa menipisnya stok Minyakita akibat banyaknya masyarakat yang beralih dari minyak goreng premium ke Minyakita yang kualitasnya hampir sama.
Ia menegaskan bahwa Minyakita sesungguhnya hanya diperuntukkan bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah. Selain itu Mendag juga mengungkapkan produsen terkendala izin DMO (Domestic Market Obligation) yang belum turun. Yaitu aturan yang mewajibkan produsen untuk mengalokasikan sejumlah produksinya untuk kebutuhan dalam negeri. Akibatnya Minyakita belum didistribusikan ke masyarakat.
Di sisi lain pendapat berbeda disampaikan Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga, bahwa menurutnya, menipisnya stok Minyakita disebabkan adanya regulasi yang menjadikan produsen mengalihkan produksinya menjadi minyak mentah. Perusahaan swasta telah enggan memproduksi karena mahalnya biaya produksi.
Begitu pula dengan ahli ekonomi lembaga riset Centre of Economics and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira, beranggapan bahwa DMO bukan satu-satunya yang menyebabkan menipisnya stok Minyakita. Sebab program Biodiesel B35 juga membuat penggunaan CPO (bahan baku minyak goreng) meningkat, hingga mengganggu pasokan untuk minyak kebutuhan konsumsi.
Kapitalisme Akar Penyebab Langkanya Minyak
Sesungguhnya permasalahan kelangkaan minyak goreng yang disertai mahalnya harga jual merupakan persoalan klasik yang terus berulang. Sesaat dapat teratasi, tetapi kejadian serupa akan kembali terjadi pada waktu yang lain.
Sesungguhnya permasalahan pangan yang menjadi kebutuhan pokok masyarakat ini bukan hanya pada minyak goreng, tapi sejumlah bahan pokok lainnya juga mengalami masalah yang sama. Ini membuktikan bahwa adanya kesalahan dalam tata kelola perekonomian negeri ini. Terlebih lagi dalam masalah minyak goreng, Indonesia termasuk penghasil CPO terbesar di dunia. Namun kenyataannya tidak mampu memenuhi pasokan dalam negeri.
Semua permasalahan ini disebabkan karena asas dalam pengelolaan ekonomi saat ini adalah sistem Kapitalisme liberal. Negara tidak sungguh-sungguh dalam mengelola sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan rakyat.
Sebab ada regulasi yang menjadikan pihak swasta diberi kewenangan dalam mengelola potensi alam yang melimpah ini. Saat pengelolaan kepemilikan umum diberikan pada pihak swasta tentu orientasinya adalah memperoleh keuntungan semata, bukan pengurusan.
Inilah yang terjadi, pemerintah menggandeng pihak swasta untuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakat. Untuk menekan harga minyak goreng tahun lalu yang kian melambung, pemerintah meluncurkan produk Minyakita melalui produsen minyak goreng yang dimiliki pihak swasta.
Tentu saja orientasinya tetap mendapatkan keuntungan. Hal ini tampak saat produsen Minyakita merasakan adanya sedikit keuntungan yang diperoleh. Maka tidaklah mengherankan ketika biaya produksi mahal, mereka enggan untuk memproduksi lagi. Para kapitalis pun akhirnya mengalihkan produksinya pada minyak mentah yang secara itung-itungan lebih menguntungkan.
Selain itu dalam sistem kapitalisme juga terdapat praktik kartel yang dapat mengendalikan harga. Kartel ini merupakan kerjasama atau kongkalikong antara produsen dan pengusaha (distributor) dalam mengendalikan distribusi barang ke tengah-tengah masyarakat.
Di sinilah memungkinkan terjadinya penimbunan barang yang sengaja dilakukan oleh para mafia demi melambungkan harga. Meski praktik kartel ini diketahui pemerintah, tapi mereka seolah tidak mampu menindak tegas para mafia yang merugikan masyarakat tersebut.
Demikianlah tata kelola urusan pangan dalam sistem ekonomi kapitalisme yang telah mengabaikan kepentingan rakyat. Kebijakan penguasa pun dikendalikan oleh pengusaha hingga kebijakan kerap hanya berpihak pada para kapitalis.
Maka wajar, dalam mengendalikan harga minyak goreng pemerintah justru mengatasinya hanya dengan membatasi pembelian pada masyarakat, atau melakukan pembelian menggunakan KTP dan lain-lain. Semua kebijakan ini hanya merugikan dan membuat rakyat semakin kesulitan dalam memenuhi kebutuhannya.
Islam Menjamin Terpenuhinya Kebutuhan Masyarakat
Islam sebagai aturan hidup yang sempurna mengatur secara komprehensif seluruh aspek kehidupan manusia. Penguasa dalam Islam berperan sebagai pelayan dan pengurus umat yang diamanahi untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan rakyat. Terkait hal ini, minyak goreng merupakan salah satu bahan pangan yang menjadi kebutuhan individu masyarakat yang wajib terpenuhi.
Adapun mekanisme jaminan negara untuk terpenuhinya kebutuhan pangan diberikan secara tidak langsung. Negara akan mewajibkan bagi laki-laki yang sudah balig dan memiliki tanggungan untuk bekerja. Selain itu negara akan memfasilitasinya dengan membuka kesempatan kerja yang seluas-luasnya. Sehingga mereka mampu memenuhi kebutuhan pangan termasuk minyak goreng.
Sedangkan dalam sistem produksi khususnya bagi petani sawit, maka negara akan memberikan izin kepada masyarakat untuk mengelolanya dengan batasan yang memang boleh dikelola oleh individu.
Berbeda dengan sistem kapitalisme yang memberikan izin kepada pengusaha yang memiliki modal besar untuk membuka hutan dijadikan perkebunan sawit yang luas. Hingga dapat mempoduksi minyak mulai hulu sampi hilir. Akibatnya terjadi monopoli pasar.
Sementara dalam Islam tidak boleh penguasaan kepemilikan umum dikuasai oleh individu. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dan Ahmad, “Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal yaitu padang rumput, air, dan api.”
Terkait hadis di atas, menurut Syekh Taqiyuddin An-Nabhani dalam kitab Nizhamul Iqtishadi fil Islam, bahwa yang terkategori kepemilikan umum adalah sumber daya alam yang jumlahnya tidak terbatas.
Maka hak dan pengelolaan milik umum dengan jumlah tidak terbatas tidak boleh diserahkan kepada individu dan pihak swasta. Sebab hal ini berpeluang menjadikan kekayaan akan dieksploitasi oleh segelintir orang saja. Sehingga tidak dapat dinikmati hasilnya oleh seluruh rakyat.
Oleh sebab itu, hutan termasuk salah satu kepemilikan umum yang tidak boleh diberikan izin pengelolaannya pada pengusaha untuk dijadikan perkebunan sawit yang luas. Namun hutan merupakan kepemilikan umum yang pemanfaatannya harus dapat dirasakan oleh seluruh rakyat.
Selain itu penguasa juga akan menindak tegas siapa saja yang melakukan praktik penimbunan barang yang dapat mengakibatkan langkanya pasokan kebutuhan rakyat.
Sebagai pengurus dan pelayan masyarakat negara akan memastikan distibusi barang tersalurkan secara merata bagi seluruh lapisan masyarakat. Tidak hanya masyarakat berpenghasilan rendah, tapi seluruh masyarakat berhak untuk mendapatkan pelayanan pemerintah. Semua hal tersebut hanya akan terealisasi saat aturan Islam diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan.
Wallahu a’lam bish shawwab.
Oleh: Siti Aisyah
Sahabat Topswara
0 Komentar