Topswara.com -- Presiden Joko Widodo resmi membuka Keketuaan Indonesia di Asosiasi Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) 2023. (kompas.com 29/1/2023).
Pidato di kegiatan itu, Presiden Jokowi menyatakan tahun ini Indonesia menjadi Ketua ASEAN di tengah situasi krisis yakni mulai krisis ekonomi, energi, pangan, peperangan, tetapi saya yakin bahwa ASEAN masih penting dan relevan bagi rakyat, bagi kawasan dan bagi dunia, ujar presiden.
Secara ekonomi, negara-negara anggota ASEAN mayoritas memiliki sumber daya alam melimpah yang dianggap mampu menopang perekonomian negara, kawasan, dan dunia. Ada Indonesia, Brunei Darussalam, dan Malaysia yang memiliki sumber daya tambang berupa minyak bumi dan gas alam. Terdapat pula negara pengekspor hasil pertanian semisal Thailand, Filipina, Laos, Kamboja, dan Myanmar.
Mayoritas negara-negara ASEAN mengandalkan perekonomiannya pada kekayaan alam yang mereka miliki, terutama di sektor pertanian, barang tambang, dan industri.
Dari bidang pertanian, produk unggulannya berupa rempah-rempah, beras, teh, kopi, kelapa sawit, karet, tebu, dan masih banyak lagi. Dengan potensi yang sangat luar biasa dibeberapa negara ASEAN tersebut wajarlah bila banyak dilirik negara besar dan menjadi salah satu kawasan yang penting dalam perekonomian global.
Potensi yang besar, populasi banyak, dan berbagai sumber daya alam yang melimpah tentu banyak diincar oleh para big boss alias negara kapitalis global dengan menjadikan kawasan ASEAN sebagai ceruk pasar ekonomi mereka.
Bagaimanapun negara besar, dalam hal ini AS dan sekutunya masih menjadi adidaya yang sangat berpengaruh di kancah global, baik secara politik, maupun ekonomi.
Konsep ideologi kapitalisme yang tentu saja dianut oleh negara adidaya adalah siapa yang menang dan kuat, ia adalah penguasa sebenarnya dan tentu saja dalam hal ini negara-negara yang tergabung dalam ASEAN adalah negara yang dari segi geopolitiknya adalah negara yang berkembang, dengan melihat itu pastinya akan selalu mengikuti arah kebijakan dari negara adidaya.
Begitupun kepemimpinan Indonesia atas ASEAN, hal itu tidak akan mengubah peta politik dunia. Indonesia dan negara ASEAN lainnya tetap menjadi target pasar negara kuat. Bahkan menjadi pion untuk meraih berbagai keuntungan negara mereka.
Peringkat-peringkat dan berbagai narasi positif yang muncul untuk ASEAN sebenarnya dalam rangka membuat kawasan Asia Tenggara ini terdorong mengembangkan potensi negaranya sebagai penopang ekonomi kapitalisme global, bukan sebagai pelaku perubahan atau menjadi pemimpin dunia.
Negara ASEAN tidak lebih sekadar batu loncatan bagi negara kuat untuk memperdaya dan memperalat negara lemah (negara berkembang) dengan iming-iming kontribusi ekonomi dan lahan subur investasi.
Selama ideologi kapitalisme mencengkeram negeri-negeri lemah, hal itu tidak akan memberi perubahan berarti atas hegemoni dan dominasi negara kapitalis, khususnya bagi negeri-negeri Muslim.
Negara adalah sebuah institusi yang tidak bisa berdiam diri sendirian, maka diperlukan hubungan antarnegara secara internasional. Hubungan internasional inilah yang akan memunculkan sebuah peraturan politik luar negeri.
Syariat Islam mengharuskan negara secara politik maupun ekonomi menjadi kuat dan mandiri. Oleh karenanya, negara akan mengakhiri politik luar negeri yang penuh nuansa kelemahan dan ketertundukan kepada ideologi kapitalisme global.
Islam juga mengharuskan negeri-negeri Muslim bersatu dibawah satu pimpinan. Islam melarang negara meminta bantuan kepada negara asing untuk urusan negaranya seperti hadist Rasulullah SAW : "Janganlah kalian mencari penerangan dengan api kaum musyrik (HR.An Nasa'i).
Islam juga melarang turut serta dalam organisasi yang tidak berasaskan Islam dan bertentangan dengan prinsip-prinsip syariat Islam dalam bekerjasama, seperti organisasi sebagai alat atau jembatan penjajahan untuk menjebak negeri kaum Muslim.
Wallahu a'lam bish shawwab
Oleh: Wibi Fanisa
Aktivis Muslimah
0 Komentar