Topswara.com -- Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Benny Rhamdani menyebutkan, sebanyak 159,6 ribu pekerja migran Indonesia (PMI) menjadi pahlawan devisa.
Pasalnya, setiap tahunnya mereka menyumbang angka terbesar setelah sektor migas, yakni Rp 159 triliun. Dengan begitu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) turut dibantu oleh ratusan ribu PMI tersebut (kompas.com, 23/1/2023).
Tak ayal julukan sebagai pahlawan devisa disematkan kepada para pekerja migran ini. Namun nasib mereka tidak semanis julukannya. Di antara pekerja migran Indonesia yang sukses, tidak sedikit yang bernasib memprihatinkan.
Pekerja yang tidak dibayar, disiksa atau diperkosa majikan, korban perdagangan orang, terlantar di luar negeri dan sederetan masalah yang menimpa para pekerja migran.
Berkutat pada Solusi Pragmatis
Undang-Undang Nomor 18 tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia dan Peraturan Presiden Nomor 90 tahun 2019 tentang Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) diharapkan menjadi bagian upaya serius Pemerintah menangani masalah pekerja migran ini.
Tema besar kebijakan BP2MI yaitu memerangi sindikasi pengiriman PMI Nonprosedural. Perlindungan PMI dilakukan melalui penempatan PMI terampil dan profesional guna meningkatkan kesejahteraan PMI dan keluarganya sebagai aset bangsa.
Di samping itu diupayakan pula akurasi pendataan TKI, penguatan perlindungan dan aturan hukum, meningkatkan pengawasan, mulai dari proses perekrutan, pemberangkatan hingga penempatan yang dilakukan Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI); meningkatkan kerja sama dengan pemerintah daerah terkait penjagaan perbatasan agar tidak terjadi penyelundupan TKI tanpa dokumen; melakukan kerja sama antara KBRI dan BP2MI dengan agen-agen pekerja migran setempat untuk memantau keberadaan pekerja migran; mendorong peran aktif KBRI dalam operasi rutin yang dilakukan pihak keamanan negara setempat sehingga para TKI yang bermasalah mendapat perlindungan dan terhindar dari kekerasan (kompas.com, 25/4/2022).
Dari upaya tersebut nampak bahwa solusi dan upaya yang dilakukan bersifat pragmatis, tidak menyentuh akar masalah sesungguhnya. Sorotannya pada PMI ilegal, PMI korban sindikasi TPPO, PMI yang tidak trampil dan profesional dan yang mengalami tindak kekerasan atau korban kejahatan dengan berbagai bentuknya.
Padahal dibalik fakta derita PMI tersebut, perlu ditelisik penyebab mendasarnya. Dengan kata lain, tidak boleh hanya berkutat pada problem akibat namun harus menuntaskan problem sebab.
Menanggalkan Paradigma Kapitalisme
Paradigma kapitalistik menjadikan segala sesuatu sebagai komoditas yang dapat menghasilkan materi (uang). Devisa yang diperoleh dari pengiriman para pekerja migran ini cukup menggiurkan menjadi pemasukan negara.
Tidak semestinya pekerja migran dibanggakan sebagai aset bangsa di tengah nasib mereka yang memprihatinkan dan di tengah kenyataan begitu melimpahnya aset potensi kekayaan yang dimiliki oleh perut bumi negeri ini. Di antara kekayaan yang dimiliki negeri ini ialah batubara.
Kementerian ESDM mencatat, cadangan batubara Indonesia saat ini mencapai 38,84 miliar ton. Pulau Kalimantan menyimpan 62,1 persen dari total potensi cadangan dan sumber daya batubara terbesar di Indonesia, yaitu 88,31 miliar ton sumber daya dan cadangan 25,84 miliar ton (fortuneidn.com).
Korporasi dan kapitalis besar yang menguasai aset kekayaan alam, membuat mereka juga mampu mencengkeram dari hulu ke hilir apa yang sesungguhnya menjadi kebutuhan masyarakat.
Kalau saja itu dikuasai oleh negara, negara akan mampu mendistribusi kebutuhan masyarakat dengan semestinya tanpa harus tunduk pada korporasi dengan segala persyaratan yang mereka buat yang notabene membuat negara tak berdaya menjadi pengayom rakyat.
Sebab tidak mungkin bisa menyatu antara dua entitas yang keduanya memiliki paradigma dan motif yang berbeda. Negara dengan paradigma pelayan rakyat, sementara korporasi dengan paradigma dan motif profit oriented. Kecuali apabila telah terjadi perkawinan antara negara dengan korporasi.
Apalah arti devisa, jika beban hidup rakyat makin mencekik. Yang dibutuhkan oleh rakyat negeri ini adalah pengayoman yang selayaknya dari negara dengan memberikan jaminan kebutuhan individu dan keluarga dengan membuka lapangan kerja di negeri sendiri mengingat peluang luasnya lapangan kerja itu terbuka.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) mengungkapkan kebutuhan guru aparatur sipil negara (ASN) tahun 2022 ini mencapai 970.410. Sementara itu, jumlah formasi guru yang sudah diajukan pemerintah daerah (pemda) baru mencapai 343.631 (kompas.com, 9/6/2022).
Indonesia pun masih kekurangan tenaga kesehatan dan dokter. pada tahun 2019 penempatan PMI tenaga kesehatan berjumlah 56.684 orang, tahun 2020 penempatan PMI tenaga kesehatan berjumlah 23.895 orang, dan tahun 2021 penempatan PMI tenaga kesehatan berjumlah 5.506 orang. (detik.com). Padahal di dalam negeri sendiri masih defisit tenaga kesehatan puluhan ribu.
Oleh karenanya yang lebih mendasar untuk diambil langkah solutif adalah membuka lapangan kerja dan menyerap tenaga kerja dengan menyediakan pendidikan terjangkau.
Di mana Islam mewajibkan negara memberikan pendidikan tanpa bea, terlebih terhadap output yang dibutuhkan oleh rakyat dan menjadi kewajiban negara untuk memberi pemenuhan atas kebutuhan tersebut, yakni kebutuhan akan pendidikan dan kesehatan.
Selain bekerja, upaya kepala keluarga untuk dapat memenuhi kebutuhan keluarga juga bisa dilakukan dengan membuka bisnis, berdagang dan sebagainya. Islam juga mewajibkan negara untuk menyediakan secara cuma-cuma kebutuhan komunal berupa layanan pendidikan, kesehatan dan keamanan yang dapat secara mudah diakses oleh seluruh warga masyarakat.
Negara juga wajib untuk memberikan permodalan, baik dalam bentuk utang tanpa memungut keuntungan sepeser pun. Bahkan negara memberikannya secara cuma-cuma sebagai hibah kepada rakyatnya yang membutuhkan.
Demikianlah pengaturan Islam secara ringkas. Sudah saatnya menanggalkan paradigma kapitalisme dalam menyelesaikan problem pekerja migran ini.
Oleh: Munajah Ulya
Pemerhati Sosial dan Isu Keperempuanan Anak
0 Komentar