Topswara.com -- Masa anak-anak adalah masa penuh keceriaan, masa tumbuh dan berkembang. Tidak ada yang dipikirkan anak-anak selain bermain dan bermain. Namun bagaimana jika anak-anak terserang penyakit? Mungkin keceriaannya hilang, tak sempat lagi bermain-main karena harus banyak istirahat dan minum obat. Belum lagi bolak-balik ke rumah sakit untuk pengobatan.
Kini, kata sakit tidak hanya didominasi oleh orang dewasa. Bahkan anak-anak pun telah terserang penyakit berat seperti diabetes mellitus. Sebagaimana yang dikatakan Ketua Unit Kerja Koordinasi Endokrinologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Muhammad Faizi, bahwa kejadian diabetes mellitus pada anak makin meningkat, baik itu di dunia maupun Indonesia.
Di Indonesia sebanyak 1.645 anak mengidap diabetes mellitus tipe satu. Diabetes mellitus merupakan suatu penyakit akibat gangguan metabolisme karbohidrat yang ditandai dengan peningkatan kadar gula darah dalam waktu yang kronis.
Menurut Faizi, kasus diabetes mellitus tipe satu pada anak pun meningkat sebanyak 70 kali lipat sejak tahun 2010 hingga 2023. Pada tahun 2010 prevalensi kasus diabetes mellitus terhadap anak di Indonesia hanya 0,028 per 100 ribu jiwa. Kemudian, pada tahun 2023 prevalensi kasus diabetes melitus menjadi 2 per 100 ribu jiwa. (voaindonesia.com, 01/02/2023).
Gangguan Kesehatan pada Anak
Mengutip dari laman Alodokter penyebab pasti terjadinya diabetes tipe 1 pada anak belum diketahui. Namun, seorang anak bisa rentan terkena diabetes tipe 1 apabila memiliki faktor resiko berikut:
Pertama, genetik atau keturunan. Kedua, riwayat infeksi virus. Ketiga, pola makan kurang sehat, misalnya sering mengkonsumsi makanan atau minuman yang manis seperti permen, es krim, jus buah kemasan atau buah kering.
Pada tulisan ini penulis hanya menyoroti pada faktor yang ketiga saja karena faktor pertama dan kedua sulit untuk dihindari.
Pola makan pada anak sangat tergantung pada pola makan orang tua. Kurangnya kesadaran orang tua akan kesehatan keluarga mengakibatkan tidak diperhatikannya faktor kesehatan pada makanan termasuk pada anak.
Terjadi pembiaran pada anak ketika mengkonsumsi makanan yang mengandung zat-zat aditif seperti pewarna, pemanis, dan pengawet yang tidak aman untuk kesehatan.
Faktor ekonomi juga berperan penting dalam pemenuhan gizi anak, keluarga miskin cenderung abai memperhatikan konsumsi makanan, bagi mereka bisa makan saja sudah cukup dengan biaya seminim mungkin.
Makanan sehat memang tidak melulu mahal, namun jajanan anak yang murah di pinggiran jalan sangat beresiko untuk kesehatan. Di sisi lain para pedagang kecil dengan keterbatasan modalnya menggunakan bahan seadanya untuk memproduksi makanan atau jajanan anak yang sering dijual di sekolah, ini pun beresiko terhadap kesehatan si kecil.
Bagaimana dengan produsen pabrikan? Ternyata banyak pula yang menggunakan zat-zat aditif untuk menjaga rasa, penampilan, bisa juga untuk mengurangi biaya produksi. Prinsip ekonomi kapitalis meniscayakan penggunaan modal sekecil-kecilnya untuk mendapatkan laba sebesar-besarnya.
Sayangnya produk mereka masih mendapat izin edar dengan alasan masih di bawah ambang batas keamanan. Padahal siapa yang bisa menjamin konsumen tidak berlebihan dalam mengkonsumsi, ujung-ujungnya konsumen juga yang menjadi korban.
Seperti itulah kehidupan kita yang dikepung oleh makanan dan minuman tidak sehat namun menggiurkan. Tak heran jika dulu hanya orang-orang lanjut usia yang terjangkit penyakit serius, kini usia yang terpapar semakin muda dan bahkan anak-anak.
Peran Negara dalam Menjaga Keamanan Pangan
Pemerintah melalui dinas-dinas terkait harus terus mengedukasi masyarakat agar memiliki gaya hidup sehat. Kesehatan adalah perkara penting yang akan mempengaruhi produktifitas. Disamping itu harus menindak siapa saja yang menjual makanan yang mengganggu Kesehatan. Penjagaan dari orang tua tidak akan cukup selama produk-produk tersebut masih bebas beredar karena orang tua tidak mungkin mengawasi anaknya selama 24 jam.
Lalainya negara dalam menberikan perlindungan pada konsumen berakibat pada menurunnya Kesehatan masyarakat tak terkecuali anak-anak. Padahal anak adalah aset bangsa sebagai penerus masa depan. Jika kesehatan mereka terganggu akan mempengaruhi kualitas generasi, tentu ini perkara yang serius.
Dalam Islam, sudah ada petunjuk untuk mengatur masalah makanan dan minuman. Allah SWT berfirman di dalam QS. Al Baqarah 168:
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ كُلُوْا مِمَّا فِى الْاَرْضِ حَلٰلًا طَيِّبًا ۖوَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ
“ Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu.”
Makanan (termasuk minuman) yang disyariatkan haruslah memenuhi standar halal dan thayyib. Tidak hanya halal secara zat dan perolehannya namun juga thayyib. Thayyib ini bermakna baik, yakni yang tidak berefek buruk bagi kesehatan. Prinsip ini harus dipahami oleh setiap individu untuk menjaga kesehatannya masing-masing.
Negara di dalam sistem Islam wajib menjaga agar makanan dan minuman yang beredar di masyarakat hanyalah yang halal dan thayyib saja. Pemerintah harus terus menerus mengawasi dan sidak ke lapangan agar tidak ada oknum pedagang yang melanggar aturan. Edukasi pun harus diberikan pada pedagang kecil untuk memproduksi hanya makanan sehat. Jika mereka terkendala modal maka pemerintah pun harus membantu.
Penjagaan terhadap generasi tidak hanya diserahkan pada orang tua, namun benteng perlindungan yang hakiki sesungguhnya ada pada negara yang memiliki kewenangan membuat peraturan dan mengikat seluruh rakyat. Demikianlah Islam sangat memperhatikan aspek kesehatan agar tercipta masyarakat yang sehat dan kuat sebagai modal awal bangunan peradaban cemerlang.
Oleh: Ersa Rachmawati
Pegiat Literasi
0 Komentar