Topswara.com -- Negeri ini merupakan hasil keringat dari para pejuang dalam mengusir penjajah yang merenggut hak-hak kita. Kekayaan sumber daya alam, yang dimiliki negeri ini adalah milik rakyat.
Namun, apa jadinya jika seluruh kekayaan di negeri ini dikuasai oleh asing dan aseng? Rakyat yang hidup di negeri kaya namun mereka miskin di dalamnya. Negara yang seharusnya mengatur kepemilikan sumber daya alam negerinya, justru menjadi pengekor asing yang akhirnya memilih diam di tengah kemiskinan rakyatnya.
Kemiskinan di tengah kemegahan kota Bekasi masih mewarnai hari-hari. Angka kemiskinan di wilayah Bekasi pun mengalami peningkatan bahkan dikategorikan kemiskinan ekstrem.
Menurut data Dinas Sosial Kabupaten Bekasi sebanyak 3.961 jiwa mengalami kemiskinan ekstrem. Hal ini tentu memunculkan perasaan pilu dan miris, karena angka kemiskinan ekstrem yang cukup tinggi ini terjadi di wilayah industri terbesar di Asia Tenggara (ASEAN).
Menurut Endin Samsudin selaku Kepala Dinas Sosial Kota Bekasi, bahwa pencocokan data ini dilakukan untuk memberikan bantuan kepada warga. Khususnya warga yang terkategorikan penduduk miskin ekstrem. Dan Endin menyatakan kemiskinan ekterm ini dipicu oleh rendahnya pengeluaran harian warga yakni di bawah 1,9 dolar Amerika. (suarabekaci.id 28/1/2023)
Di tengah tingginya angka kemiskinan ekstrem yang dialami warga Kabupaten Bekasi, tentu memerlukan perhatian serius karena angka tiga ribu jiwa itu bukanlah angka yang sedikit. Rencana penuntasan kemiskinan ekstrem ini ditargetkan oleh Pemkab Bekasi di tahun 2024 akan mencapai angka 0.
Hal ini sudah ada dalam Instruksi Presiden nomor 4 Tahun 2022 tentang percepatan penghapusan kemiskinan eksterm. Lewat bantuan dan pelatihan bagi yang masih berusia produktif. (Pojok bekasi 30/1/2023)
Pemerintah pusat dan Pemkab Bekasi memastikan bantuan yang akan diberikan oleh warga akan tepat sasaran. Namun, apakah bantuan yang disampaikan tadi benar-benar merata dan sesuai sasaran? Bisa kita lihat di sekeliling Kota Bekasi, masih banyak yang hidup serba kekurangan.
Rakyat semakin sulit memperoleh kehidupan layak, merupakan potret buram kondisi negeri ini yang tidak bisa kita katakan kondisi ideal. Pemerintah yang menjanjikan bantuan, faktanya tidak tepat sasaran dan tidak merata. Hal ini tentu tidaklah dapat dikatakan solusi menyeluruh untuk mengentaskan kemiskinan ekstrem.
Sikap Abai Penguasa Kapitalisme
Jumlah angka kemiskinan yang terbilang tinggi ini tidak lain merupakan hasil dari abainya pengaturan tata kelola Sumber Daya Alam (SDA) oleh pemerintah negeri ini. Sumber Daya Alam yang diserahkan kepada pihak asing menimbulkan banyak polemik ekonomi negeri ini.
Keuntungan yang berpihak pada asing, telah merampas hak rakyat dari SDA ini. Belum lagi pengangguran, banyaknya PHK dan masih banyak lagi yang lainnya. Akankah cukup dengan hanya memberi bantuan yang sifatnya jangka pendek? Sedangkan kebutuhan semakin meningkat, harga-harga pun kian melonjak. Pemberian bantuan berupa dana atau pelatihan bukanlah tindakan yang solutif. Melainkan semakin menimbulkan angka kemiskinan yang lebih tinggi lagi.
Pasalnya, masih banyak orang-orang yang memilih menjadi pedagang serabutan, akibat adanya bantuan tunai menjadikan sebagian masyarakat enggan berusaha. Ada yang memulung, bahkan menjadi peminta-minta.
Abainya sikap negara kapitalis dalam mengelola kekayaan negeri telah mengindikasi bahwa penguasa tidak mampu melawan kebijakan asing untuk mengelola SDA di negeri sendiri. Sehingga kita bagaikan budak di negeri sendiri, pekerjaan yang sulit didapat, rakyat susah mencari nafkah untuk keluarganya.
Bantuan yang digadang-gadang akan dibagikan untuk rakyat kebanyakan tidak tepat sasaran karena kurangnya pengawasan dari pihak pemberi bantuan.
Kalaupun bantuan tersebut dibagikan sesuai sasaran, banyak yang terhenti di tengah jalan karena dana bantuan dikorup. Lalu, bagaimana dengan amanah yang sudah dibebankan itu lewat kekuasaan pemimpin hari ini terhadap rakyatnya?
Abainya peran negara ini, membuat rakyat terseok-seok mencari penghidupan dengan cara apapun, bahkan sampai menjadi pemulung dan hidup menggelandang. Angka kemiskinan dengan kategori ekstrem ini akhirnya tidak terelakkan, karena sikap penguasa masih apatis. Rakyat butuh perhatian, bukan sekadar dibantu dengan bantuan jangka pendek yang mengakibatkan kedepannya mereka kembali bersusah payah mencari penghidupan.
Sistem Ekonomi Kapitalisme Cacat
Perekonomian ala kapitalisme, yang mengedepankan keuntungan dan manfaat menjadikan negeri ini rawan resesi. Sebab, ekonomi kapitalisme di Indonesia masih mengekor dolar buatan Barat. Ketika dolar resesi, rupiah juga akan mengalami resesi. Halalnya praktik ribawi dalam sistem kapitalisme, juga mempengaruhi perekonomian negeri ini. Yang terjadi pada akhirnya adalah krisis ekonomi yang tiada henti.
Sedangkan riba merupakan sesuatu yang diharamkan dan dilarang keras. Karena riba mampu menimbulkan resesi bahkan krisis akidah. Hal ini telah Allah peringatkan dalam beberapa ayat dalam Al-Qur'an tentang hukum dan dampak riba itu sendiri. Seperti firman Allah subhanahu wata'ala dalam QS. Al-Baqarah : 275, ".... Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba."
Namun hari ini rasanya kita tidak dapat menghindari riba. Karna riba sudah ke ranah transaksi di bidang apapun dengan berbagai kedok. Sistem ekonomi kapitalisme ini juga menggunakan sektor non riil.
Sehingga hal ini tidak jarang menimbulkan polemik. Karena sektor non riil ini tidak hanya menjadikan uang sebagai alat tukar, namun menjadikan nilai mata uang ini sebagai produk pasar. Melalui pasar saham, transaksi jual beli kartu kredit, dan lain-lain. Yang akhirnya menimbulkan krisis, karena nilai penjualannya melebihi transaksi jual beli barang dan jasa.
Dan dari transaksi sektor non riil ini juga mengakibatkan ketimpangan ekonomi. Banyak yang akhirnya terjebak dalam pusara maksiat riba seperti pinjaman online yang menyengsarakan, pinjaman bank, atau paylater.
Sebab asas negeri kapitalisme mengagungkan kebebasan dalam menjalankan perekonomian tanpa memandang halal dan haramnya. Gaya hidup dan konsumerisme turut menyeret masyarakat kecil dalam praktik riba ini.
Sedangkan ekonomi Islam merupakan sistem perekonomian berlandaskan syariat. Islam memperbolehkan jual beli dan melarang keras praktik riba. Islam punya pos-pos kepemilikan sehingga kesejahteraan rakyat dapat terjamin.
Karena konsep ekonomi Islam saat itu menggunakan uang dinar dan dirham sehingga nilai nya tetap dan jauh dari inflasi. Sektor yang digunakan dalam sistem perekonomian Islam juga bukan sektor non riil tetapi dengan sektor riil, sehingga ribawi tidak termasuk dalam list ekonomi yang dikembangkan dalam Daulah Islam.
Sehingga problem kemiskinan dapat terentaskan karena banyaknya dana baitul maal untuk dibagikan kepada yang membutuhkan, sedangkan pemimpin negaranya sama sekali tidak memakai uang itu.
Rakyat jauh dari maksiat riba dan kawan-kawan sejenisnya, karena ekonomi Islam benar-benar mengadopsi hukum syariat. Disediakan pula rumah yang layak untuk mereka yang tidak mempunyai rumah. Pajak hanya dipungut di orang-orang yang mampu, dari situlah dana dibagikan kepada yang mempunyai hutang dan kekurangan. Kesejahteraan menaungi rakyat tatkala syariat direalisasikan.
Salah Pengelolaan SDA
Pemicu meningkatnya kemiskinan ekstrem juga disebabkan oleh pengelolaan SDA yang salah. Karena dalam sistem kapitalisme ini meliberalisasi pengelolaan sumber daya alam di tangan asing dan swasta. Akibatnya banyak rakyat yang akhirnya kesulitan memperoleh penghidupan.
Seyogianya, hal ini harus dibenahi oleh pemimpin hari ini. Sebab, kepemilikan SDA yang sesungguhnya adalah umum dan di kelola oleh negara. Kemudian dari hasil SDA tersebut di berikan kepada yang berhak yaitu rakyatnya.
Namun, dipegangnya pengelolaan SDA oleh asing dan swasta dalam kapitalisme masih menjadi problem yang belum usai. Hasil dari sumber daya alam tersebut dikapitalisasi dengan harga yang naik setiap waktu. Maka dari itu, pengentasan kemiskinan hari ini tentu akan mustahil diberlakukan ketika pengelolaan SDA masih berada di pihak yang salah.
Kesulitan memperoleh pekerjaan, PHK, dan gelandangan juga terjadi di wilayah Kabupaten Bekasi. Tak sedikit dari mereka harus tidur dengan alas yang kurang layak bahkan memulung dengan membawa anak-anak mereka yang masih balita.
Nurani sang pemimpin negeri ini sudah tidak berfungsi hingga kemiskinan yang melanda tidak pernah terlihat. Negeri ini kaya, namun kekayaan tersebut hanya dinikmati oleh segelintir orang yang memiliki kekuasaan dan modal.
Sedangkan rakyat harus berjuang menanggung beban negara. Mereka yang buruh turut membayar tanggungan pajak tiap bulannya, bahkan anak baru lahir pun sudah terkena pajak demi menanggung semua beban negara. Yang menganggur kesulitan memperoleh pekerjaan karena banyaknya lowongan kerja tak sebanding dengan jumlah pelamar. Kepala negara hari ini, tak mampu memberikan jaminan kesejahteraan pada rakyatnya.
Berbeda dengan Islam, yang mampu mengatur pengelolaan SDA dengan tepat. Sehingga tidak terjadi kesulitan bagi siapa saja yang belum bekerja untuk memperoleh penghasilan. Rakyat yang masih belum bekerja, akan disediakan lahan kosong agar dapat digarap dan hasilnya dapat dijual dan bagi hasil. Ketika ada rakyatnya yang tidak mempunyai tempat tinggal, maka kepala negara akan menyediakan rumah untuknya.
Ada pos baitul maal, untuk dibagikan kepada rakyat yang masih mempunyai hutang dan yang benar-benar tidak mampu sehingga tidak ada rakyat yang menyandang kemiskinan ekstrem seperti hari ini.
Pemimpin Islam Hadir Sebagai Pengurus
Suatu gambaran masa yang benar-benar tidak akan dilupakan sepanjang sejarah. Meski kini hanya dianggap cerita romantisme sejarah, tidak dipungkiri selama 13 abad lamanya, islam menjadi negara adidaya karena didalamnya terdapat masyarakat yang sejahtera.
Memimpin seluruh negara yang berbai'at kepada daulah. Semua yang terjadi pada masa itu adalah hal nyata, bukan isapan jempol semata. Yang mana tidak ditemukan lagi rakyat yang menerima zakat dari negara karena semuanya telah mendapatkan penghidupan yang layak.
Tidak ada pengemis, gelandangan dan semacamnya. Karena aturan Islam yang sedemikian mulia itu benar-benar diterapkan dalam kehidupan dan segala bidang, teknologi, sains, mu'amalah, kesehatan, pendidikan, sosial tak luput dari aturan syarak.
Problem kemiskinan semua diayomi oleh pemimpinnya hingga benar-benar mencapai angka 0. Sungguh tidak bisa dibayangkan, negara adidaya yang tidak pernah sekalipun berhutang, khalifahnya yang mampu memimpin dan melayani rakyatnya hingga tidak ada orang yang terlunta-lunta.
Hal ini terjadi di masa Khalifah Umar bin Khattab pada saat paceklik melanda, Khalifah Umar menyerahkan bantuan baju-baju dan daging kepada rakyatnya. Sedangkan beliau, ia rela kelaparan demi rakyatnya. Beliau hanya makan dengan roti dan minyak. Bayangkan, 9 bulan perut sang kepala negara menahan lapar dan tidak hidup hedonis hanya demi rakyatnya. Kita semua tahu bahwa Amirul mukminin Umar bin Khattab tidak pernah takut dengan siapa pun, dengan hal apapun kecuali hisabnya sebagai pemimpin negara.
Oleh karenanya Umar bin Khattab selalu menghisab dirinya sendiri ketika hendak tidur. hal ini menjadikan setiap kepala negara dalam daulah Islam mampu mengendalikan diri dari maksiat, mereka menampung aspirasi rakyat saat mereka mengeluhkan kebijakan yang kurang sesuai dengan syariat.
Selain itu setiap kepala negara yang menjabat dalam naungan khilafah, mereka tidak akan pernah membiarkan rakyatnya terpuruk apalagi sampai kelaparan dan terkungkung dalam kemiskinan.
Mari, kita satukan pemikiran dan persatuan kita wahai kaum muslimin, sekiranya kita akan memiliki dua opsi kita akan menjadi pejuang atau pecundang yang nantinya akan menyaksikan khilafah tegak bagaikan matahari terbit?
Bergabunglah dengan jemaah untuk mempelajari Islam secara mendalam, agar tercipta pemikiran yang mustanir. Karena sejatinya Allah tidak butuh kita, karena berjuang atau tidaknya kita Allah akan tetap menunaikan janjinya yaitu memenangkan agama ini walaupun orang munafik, musyrikin dan kafir tidak menyukainya.
Lantangkan suara untuk mengembalikan kehidupan Islam di muka bumi. Karena hanya kembali pada Islam, bumi akan sejahtera karena Allah akan tetapkan rahmat bagi seluruh alam. Allahu a'lam bisshawab.
Oleh: Antika Rahmawati
Aktivis Dakwah
0 Komentar