Topswara.com -- Bupati Bandung Dadang Supriatna melakukan monitoring miskin ekstrem di Gedung Command Center, Soreang Bandung, Senin (6/2/2023).
Dalam monitoring tersebut Bupati Dadang mengatakan, data miskin ekstrem di Kabupaten Bandung harus benar-benar clear and clean, sehingga bisa mengetahui kategori miskin dengan usia produktif atau miskin dengan usia non produktif.
”Jika masyarakat miskin berada di usia non produktif, maka bantuan yang diberikan berupa bantuan yang meringankan beban hidup,” ujarnya.
Sedangkan usia produktif, kata Bupati bantuan yang diberikan berupa pelatihan keterampilan yang disinergikan dengan program pemerintah.
Menurut Bupati, jika sudah mendapat sertifikasi keterampilan, mereka bisa bekerja sesuai keahliannya.
Stagflasi serius tengah mengancam perekonomian dunia. Awal Juni 2022, Bank Dunia memperingatkan invasi Rusia ke Ukraina telah menambah kerusakan ekonomi global yang sudah terguncang akibat pandemi Covid-19. Saat ini, banyak negara tengah menghadapi resesi ekonomi.
Dalam laporan Prospek Ekonomi Global, Bank Dunia mengatakan, perang di Ukraina telah memperbesar perlambatan ekonomi global. Situasi terkini stagflasi menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang lemah dan inflasi yang berlarut-larut. Bank Dunia pun memperingatkan bahwa prospek ekonomi dunia masih bisa menjadi lebih buruk lagi akibat stagflasi.
Stagflasi terakhir terjadi pada 1970-an. Kini, stagflasi terjadi lagi. Presiden Bank Dunia David Malpass mengatakan bahaya stagflasi cukup besar saat ini. Hal ini karena perlambatan ekonomi global mendorong pertumbuhan per kapita mendekati nol.
Sebagaimana kita ketahui, Standard Chartered Bank menurunkan proyeksi ekonomi global tahun ini, dari 3,4 persen jadi 3 persen. Ini karena adanya risiko resesi AS dan Uni Eropa di tengah lonjakan inflasi.
Tidak hanya itu, bank yang bermarkas di Inggris itu juga memperkirakan ekonomi Indonesia akan pulih lebih cepat pada tahun ini. Bahkan, proyeksi pertumbuhan ekonomi RI naik dari 4,8 persen menjadi 5,1 persen pada 2022.
Kondisi ini tersebab oleh permintaan yang melambung setelah pandemi dan terisolasinya daya beli konsumen Indonesia terhadap guncangan harga energi di tingkat global sehingga diperkirakan menopang pertumbuhan pada paruh kedua tahun ini.
Namun demikian, kondisi stagflasi juga berpotensi terjadi di Indonesia jika stagflasi dialami oleh mitra dagang utama tanah air, seperti Cina dan AS. Jika stagflasi terjadi, aliran ekspor dan investasi Indonesia akan cenderung terhambat di tengah proses pemulihan pasca pandemi.
Hanya saja, potensi stagflasi di Indonesia sebenarnya masih relatif rendah meskipun realisasi inflasi terus merangkak naik. Sebab indikator konsumen Indonesia masih terjaga seiring dengan komitmen pemerintah menjaga harga berbagai jenis komoditas. Dengan kata lain, kebijakan subsidi sedikit banyak mampu menjaga agar inflasi di Indonesia tidak separah di dunia Barat.
Mencermati ini semua, selama masih menggunakan sistem ekonomi kapitalisme, bagaimanapun stagflasi global tetap potensial merembet ke negeri ini.
Jika permasalahan inflasi ini tidak segera teratasi, terlebih sejumlah pejabat negara telah menyatakan bahwa banyaknya pos subsidi makin lama bisa menjebol APBN sehingga berbagai subsidi itu perlahan dicabut, maka inflasi sungguh akan berlarut-larut. Akibatnya tentu saja stagflasi.
Terjadinya stagflasi akan berimbas kepada turunnya daya beli masyarakat. Risiko stagflasi yang juga diikuti oleh resesi akan berdampak kepada peningkatan biaya hidup.
Selain harga komoditas yang meningkat, masyarakat juga akan dihadapkan pada suku bunga pinjaman yang tinggi karena bank sentral biasanya akan menaikkan suku bunga acuannya. Ini dalam rangka memerangi inflasi tinggi dan meredam daya beli masyarakat, sehingga inflasi dapat mereda.
Bagi para pekerja, stagflasi yang berimbas pada biaya hidup semakin mahal, tentu sangat menyengsarakan. Sementara itu, gaji/upah hanya naik rata-rata 1 persen. Nominal cicilan motor dan rumah juga makin mahal karena suku bunga otomatis naik.
Dalam jangka panjang, para pekerja rentan bisa jatuh ke bawah garis kemiskinan meskipun tetap aktif bekerja. Tidak pelak, kondisi ekonomi pun banyak mengalami tekanan sehingga disebut krisis biaya hidup (cost of living crisis).
Angka kemiskinan begitu tinggi, apalagi pandemi belum tuntas seutuhnya sehingga roda ekonomi belum normal sebagaimana kondisi sebelum pandemi. Ini masih belum terhitung tingginya angka PHK dan pengangguran. Peredaman inflasi oleh sistem kapitalisme tidak ubahnya upaya tambal sulam yang tidak mampu menyelesaikan permasalahan ekonomi dari akarnya.
Tanpa layak berdalih lagi, sudah saatnya dunia berubah, dari kapitalisme menjadi Islam. Inflasi global yang memicu stagflasi dan krisis global, bahkan telah menumbuhkan makin banyaknya benih-benih jurang kemiskinan, sungguh ini tata ekonomi yang sepantasnya dibuang. Kesengsaraan bukan lagi isapan jempol.
Jika memang dengan subsidi, Indonesia bisa menahan dampak buruk inflasi, mengapa tidak sekalian saja berganti sistem -termasuk sistem ekonominya- menjadi sistem Islam? Dalam sistem Islam, subsidi bukanlah mimpi.
Sistem Islam justru mengharuskan penguasa mengurusi urusan rakyatnya sehingga subsidi tidak lagi sekadar subsidi, tetapi memang ada jaminan pemberian hak dari negara kepada rakyat. Baik itu berbentuk harta, tanah, maupun pekerjaan sebagai jalur nafkah yang halal dan berkah bagi setiap laki-laki balig.
Ditambah sistem moneter dan fiskal yang sahih berdasarkan hukum syariat, sistem ekonomi Islam terbukti jauh lebih kebal terhadap krisis dibandingkan sistem ekonomi kapitalisme.
Kita tidak boleh lupa, segala sesuatu yang terjadi di dalam kapitalisme adalah by design. Adanya kemiskinan adalah by design. Adanya oligarki adalah by design. Bahkan, adanya ketimpangan sosial dan ekonomi juga by design.
Merosotnya ekonomi level rumah tangga dari sisi daya beli, tidak bisa kita pandang secara sempit, melainkan itu semua tidak terlepas dari gejolak ekonomi kapitalisme global yang juga sedang menunggu keruntuhannya setelah selama ini melahirkan sederet kesengsaraan.
Hendakkah kita diam di sini saja hanya dengan menunggu? Atau kita harus mengubah cara pandang untuk berganti sistem dan turut terlibat dalam perjuangan menegakkan sistem yang sahih yakni sistem Islam ? Sungguh, itu adalah pilihan. Namun setiap pilihan mengandung pertanggungjawaban.
Wallahu alam bishawab.
Oleh: Eva Lingga Jalal
Aktivis Muslimah
0 Komentar