Topswara.com -- Berita yang membuat miris seakan menjadi santapan sehari-hari. Seperti halnya persoalan perdagangan manusia atau human trafficking yang kian marak terjadi.
Dilansir dari AntaraNews, Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri mengungkap tindak pidana perdagangan orang (TPPO) melibatkan jaringan internasional Indonesia-Kamboja, dengan menangkap dua tersangka. Adapun korban diiming-imingi oleh pelaku akan mendapatkan pekerjaan yang layak di negara Kamboja. Saat ini para pelaku telah mendapatkan sanksi atas perbuatan yang mereka lakukan.
Persoalan human trafficking ini bukan lah kasus kali pertama. Maka menanggapi hal ini, Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi dalam forus Bali Process menegaskan ajakan untuk memberantas perdagangan orang.
Melihat pelaku human trafficking yang kian canggih, menlu Retno pun memberikan tiga solusi untuk mengatasi persoalan ini, yaitu pilar transparansi rantai pasokan, perekrutan yang etis, dan ganti rugi pekerja.
Mereka berkomitmen untuk memperkuat kebijakan dan kerangka hukum, mengatasi permasalahan skala perbudakan modern, dan memajukan upaya jangka panjang untuk memberantas human trafficking atau perdagangan manusia.
Akan tetapi benarkah kebijakan seperti ini menjadi solusi yang solutif dalam menyelesaikan persoalan? Semestinya apa yang dilakukan bukanlah sekadar membuat aturan ataupun UU, melainkan melihat pada akar persoalan dari kasus-kasus ini.
Dikarenakan tidaklah suatu akibat terjadi tanpa adanya sebab. Maka perlu menelisik lebih dalam bahwa terjadinya kasus perdagangan orang nyatanya ditunggangi oleh kondisi kemiskinan yang mewabah di negeri ini. Terlebih lagi dengan kondisi sulitnya mencari pekerjaan di tengah arus deras persaingan.
Jangankan mereka yang tidak punya riwayat pendidikan layak, mereka yang memiliki gelar sarjana pun cenderung menganggur dan kesulitan mendapatkan pekerjaan.
Hingga kemudian tawaran bekerja di luar negeri dengan gaji besar menjadi opsi yang menggiurkan bagi mereka. Nyatanya tidak hanya SDA kita saja yang dikeruk asing, kini SDM kita pun justru turut 'dikeruk' dalam perdagangan orang.
Sungguh berbanding jauh jika melihat bagaimana Islam menyelesaikan setiap problematika yang dihadapi umat. Bahwa yang akan menjadi fokus utama Islam dalam soalan ini ialah memenuhi kebutuhan jasmani (hajadul udhawiyah) setiap rakyat di bawah periayahannya. Islam hadir dengan solusi paripurna yang tak punya celah.
Dalam Islam ada aturan yang fokus di bidang ekonomi. Selain bebas dari transaksi riba yang mempersempit hidup umat saat ini, terjaminkan lapangan pekerjaan akan menjadi tujuan utama dari tegaknya aturan ini.
Dengan memastikan kondisi perekonomian dalam negeri stabil, maka perdagangan orang ke luar negeri tidak akan terjadi. Dan apabila hal itu terjadi, Islam pun memiliki aturan di bidang politik luar negeri yang akan memastikan bahwa kerjasama yang terjadi antara dua negara tidak menyalahi syariat Allah.
Tidak ada aturan yang sebanding dengan aturan Islam. Yang mana hadirnya aturan ini ialah dari wahyu, yang datangnya dari Allah SWT, Sang Pencipta lagi Maha Pengatur kehidupan.
Maka sudah selayaknya kita sebagai muslim turut menerapkan hukum-hukum Allah, dengan turut serta memperjuangkannya agar syariat itu dapat diterapkan secara kaffah, dalam bingkai Daulah Khilafah Islamiah.
Wallahua'lam Bisshawwab.
Oleh: Tri Ayu Lestari
Penulis Novel Remaja
0 Komentar