Topswara.com -- Geng motor semakin tidak terkendali. Tidak hanya jumlahnya yang bertambah, namun aksi anarkisnya pun kian parah hingga menyebabkan jiwa tak bersalah berdarah-darah.
Dikutip dari SINDOnews.com (11/02/2023), seorang pemuda telah mengalami luka bacokan usai diserang sekelompok anggota geng motor tidak dikenal di wilayah Cibinong, Kabupaten Bogor. Penyerangan itu terjadi sekira pukul 02.00 dini hari tadi. Ketika itu, korban diketahui sedang nongkrong bersama teman-temannya.
Sebelumnya, di sosial media juga beredar sebuah video yang memperlihatkan aksi kawanan geng motor menyerang salah satu apartemen di kawasan Jakarta Selatan. Penyerangan ini dilakukan sekitar pukul 02;32 WIB. (RBG.id 06/02/2023)
Di bulan Januari juga terdapat kasus, dua anggota geng motor yang membacok seorang mahasiswa di Jalan Pesantren, Kota Cimahi, Jawa Barat. Aksi itu dilakukan sekitar pukul 02.00 WIB dini hari. Diketahui bahwa anggota geng motor ini memilih korbannya secara acak. (kompas.com 09/02/2023)
Sekularisme Biang Keladi
Penyebab dari maraknya geng motor ini bisa kita jabarkan menjadi tiga. Pertama, generasi sedang mengalami krisis identitas. Mereka tidak lagi faham tentang dari mana dia, untuk apa diciptakan, dan akan kemana dia? Allah SWT berfirman, "Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia, melainkan untuk beribadah kepada-Ku." [TQS. Adz-Dzariyat : 56]
Individu yang faham identitasnya, akan berupaya untuk menjaga setiap aktivitasnya dari perkara sia-sia apalagi berdosa. Tidak akan mereka membahayakan orang lain apalagi menganggapnya sebagai hal yang keren meski orang lain berpandangan demikian.
Sebab dia bukan hidup untuk mencari penilaian manusia. Dan yang tak kalah penting, individu akan faham bahwa tiap tindak tanduknya akan dimintai pertanggung jawabannya.
Islam sendiri melarang aktivitas sia-sia termasuk nongkrong di pinggir jalan kecuali jika hak-haknya dipenuhi. Ini ada dalam sabda Rasulullah SAW yang berbunyi, “Hendaklah kalian menjauhi duduk-duduk di pinggir jalan. Para Sahabat berkata: “Kami tidak dapat meninggalkannya, karena merupakan tempat kami untuk bercakap-cakap”. Rasulullah SAW berkata: “Jika kalian enggan (meninggalkan bermajelis di jalan), maka berilah hak jalan”. Sahabat bertanya: “Apakah hak jalan itu?” Beliau menjawab: “Menundukkan pandangan, menghilangkan gangguan, menjawab salam, memerintahkan kebaikan dan mencegah kemungkaran.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Tentu generasi tidak mungkin faham dengan sendirinya hal ini tanpa mereka mau mengkaji. Nyaman dengan status "Islam keturunan" tanpa mau belajar, hanya akan membuat generasi berIslam tapi jauh dari tuntutan layaknya sekarang.
Selanjutnya, penyebab kedua maraknya aksi geng motor ini adalah lingkungan yang toxic. Manusia adalah tempatnya salah dan lupa.
Terlebih para pemuda yang sedang berproses memahami hakikat dirinya. Itulah sebabnya sering kita temui pemuda yang bersikap buruk ternyata alasan dibaliknya adalah ikut-ikutan temannya. Lingkungan toxic inilah yang perlu diobati dengan aktivitas saling menasehati, bukan mendiamkan pemahaman Islam hanya pada diri sendiri. Dengan saling mengingatkan, terciptalah lingkungan sehat untuk mencetak generasi hebat bukan perusak.
Penyebab ketiga adalah negara yang tidak berperan nyata. Rasulullah Saw. bersabda, "Pemimpin Negara adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus" (HR al-Bukhari). Namun faktanya di negeri ini alih alih mengayomi, justru kezaliman pemimpin makin menjadi-jadi.
Diantaranya, tidak berjalannya fungsi sebagai pendidik generasi, hingga mereka buta tentang standar hidup yang hakiki. Halal haram, dosa pahala, menjadi kian buram bagi pemuda.
Terlebih tayangan buruk dibiarkan merajalela, hingga tontonan itulah yang menjadi tuntutan bagi mereka. Ditambah lagi sistem sanksi yang jauh dari memberi efek jera hingga kawanan geng motor tidak takut melancarkan aksinya.
Sistem ekonomi yang rusak juga menjadi PR besar bagi negeri ini. Negeri yang kaya akan sumber daya alam, tapi rakyatnya belum mampu tersejahterakan. Banyak orang tua termasuk para ibu harus bekerja siang malam hingga tugasnya sebagai madrasatul ula terabaikan.
Ya, sekulerisme adalah biang keladi dari semua ini. Agama hanya dipakai di ruang pribadi bukan menyeluruh di semua lini. Alhasil, kerusakan tidak mampu dihindari. Solusi hakiki dari semua ini adalah membuang biang keladi. Menyatukan agama dengan kehidupan secara keseluruhan. Hingga rahmat bagi seluruh alam mampu kita rasakan.
Oleh: Noor Dewi Mudzalifah
Pegiat Literasi
0 Komentar