Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Gempa di Kabupaten Bandung, Butuh Kesigapan Pemerintah


Topswara.com -- Gempa bumi berkekuatan 4.4 SR dirasakan warga Kabupaten Bandung, Jawa Barat pukul 22.57. Menurut Pusat Pengendalian Operasi (Pusdalops) Badan Penanggulangan Nasional Bencana (BNPB), kedalaman gempa mencapai 10 km. Yang sebelumnya terjadi juga gempa dengan kekuatan 4.0 SR pada 28 januari 2023.

“Gempa dirasakan cukup kuat dirasakan 4 kali guncangan selama kurang lebih tiga detik,” ujar Kepala Pusdalops BNPB Bambang Surya Putra dalam keterangannya yang diterima JawaPos.com, Sabtu (28/1).

Bambang mengatakan bahwa gempa tersebut terasa di wilayah Kecamatan Kertasari, Pacet, Ibun, Pangalengan, Soreang, Bojongsoang, Dayeuh Kolot, dan Baleendah. 

Sementara itu, dari dokumentasi foto yang diunggah Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BNPB Daryono terlihat bahwa salah satu rumah di daerah Pangalengan terlihat rusak akibat gempa tersebut.

Gempa Garut yang dipicu oleh Sesar Garsela ini sudah terjadi beberapa kali gempa, walaupun gempa kecil seharusnya menjadi perhatian pemerintah untuk melakukan persiapan mitigasi sehingga meminimalkan jatuhnya korban jiwa. 

Mitigasi sendiri secara umum diartikan sebagai serangkaian upaya yang dilakukan untuk mengurangi risiko bencana, baik lewat pembangunan fisik ataupun penyadaran, serta peningkatan kemampuan dalam menghadapi ancaman bencana.

Dalam sistem Islam pemerintah dituntut untuk melakukan berbagai hal demi mencegah bencana, sekaligus menghindarkan masyarakat dari risiko bencana. Yang paling mendasar adalah dengan cara menerapkan aturan dan kebijakan yang tidak merusak lingkungan atau melakukan dan membiarkan hal-hal yang bisa mengundang azab Allah SWT.

وَاِذَا قِيْلَ لَهُمْ لَا تُفْسِدُوْا فِى الْاَرْضِۙ قَالُوْٓا اِنَّمَا نَحْنُ مُصْلِحُوْنَ

“Dan apabila dikatakan kepada mereka, ‘Janganlah berbuat kerusakan di bumi!’ Mereka menjawab, ‘Sesungguhnya kami justru orang-orang yang melakukan perbaikan.’” (QS Al-Baqarah: 11)

Atau firman Allah,

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ

“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS Ar-Rum : 41)

Juga hadis Nabi SAW.,

“Jika zina dan riba tersebar luas di suatu tempat, sungguh mereka telah menghalalkan atas diri mereka sendiri azab Allah.” (HR Al-Hakim, Al-Baihaqi, dan Ath-Thabrani)

Pencegahan bencana juga harus dibangun berdasarkan paradigma ruhiyah.  Pemerintah harus menjadikan tolok ukur satu-satunya hanyalah syariat Islam, bukan kepentingan pribadi, golongan, apalagi kepentingan para pemilik modal. Terlebih Islam mengatur seluruh aspek kehidupan, mulai sistem politik, ekonomi (termasuk keuangan), sistem sosial, sanksi, hankam, dan sebagainya.

Walau bencana merupakan ketetapan Allah SWT dan bisa terjadi kapan pun dan di mana pun sebagai ujian dan peringatan bagi manusia. Namun, Islam memberi tuntunan untuk menghindarinya, sekaligus menuntun cara menghadapinya. 

Pemerintahan Islam akan membuat berbagai kebijakan khusus, mulai dari penataan lingkungan dikaitkan dengan strategi politik ekonomi Islam yang menjamin kesejahteraan orang per orang. Juga sistem keuangan, pertanahan hingga sanksi untuk mencegah pelanggaran.

Adapun di tempat-tempat yang rawan bencana, harus ada kebijakan yang lebih khusus lagi. Tentu tidak hanya menyangkut kesiapan mitigasi risiko, tetapi juga soal manajemen kebencanaan. 

Mulai dari pendidikan soal kebencanaan, pembangunan infrastruktur, serta sistem peringatan dini dan penanganan bencana yang lebih sistemik dan terpadu. Begitu pun soal sistem logistik kedaruratan, serta sistem kesehatan yang menjadi bagian integral dari sistem penanganan terpadu kebencanaan benar-benar akan diperhatikan.

Semua ini sangat niscaya dilakukan karena ditopang dengan sistem keuangan Islam yang sangat kuat. Sumber-sumber pemasukan negara begitu besar, terutama dari kepemilikan umum seperti hasil pengelolaan SDA yang secara syar’i wajib masuk ke kas negara. Dengan demikian, persoalan dana tidak akan menjadi penghambat yang serius bagi mitigasi bencana. 

Namun dalam kondisi sistem kapitalisme sekuler neoliberal telah menjadikan kepemimpinan tegak di atas kepentingan pemilik modal, alih-alih maksimal menjauhkan dan atau membantu rakyat dari kebinasaan, kekuasaan oligarki justru menjadi salah satu penyebab terjadinya bencana berkepanjangan. Kalaupun ada yang dilakukan bagi rakyatnya, pasti tidak lepas dari rumus hitung-hitungan.

Hanya sistem pemerintah Islam yang bisa diharapkan mampu menyelesaikan problem kebencanaan dengan solusi yang mendasar dan tuntas. 

Dimulai dari fondasi negara dan kepemimpinan yang lurus, lalu ditopang oleh penerapan syariat Islam secara kaffah. Inilah yang akan menjadi pintu pembuka bagi datangnya keridhaan Allah SWT. sekaligus kebaikan hidup yang dirasakan oleh semua.

Oleh karenanya, sudah saatnya umat bersegera mewujudkan kepemimpinan Islam. Tentu dimulai dengan aktivitas dakwah pemikiran yang bertarget memahamkan umat dengan akidah dan hukum-hukum Islam dengan pemahaman yang benar dan komprehensif.

Harapannya, tergambar pada diri umat bahwa Islam adalah solusi seluruh problem kehidupan, sekaligus jalan keselamatan. Tidak hanya menyelamatkan mereka dari bencana di dunia saja, tetapi juga bencana yang lebih berat di akhirat.
Wallahu'alam.


Oleh: Euis Dedah, S.Pd.
Pengasuh Ponpes Kab. Bandung
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar