Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Gaung Childfree Bahayakan Generasi


Topswara.com -- Anak adalah anugerah dari Allah. Kehadirannya sebagai pelipur jiwa, permata paling berharga bagi orang tua. Tidak hanya untuk menyambung garis keturunan keluarga, tetapi juga sebagai penerus masa depan bangsa. 

Peradaban akan berhenti, jika generasi tak ada pengganti. Namun fenomena childfree (pernikahan tanpa memiliki anak) saat ini, seolah menepis itu semua. Bahkan childfree diumbar sebagai resep anti penuaan alami. 

Dikutip dari liputan6.com, YouTuber Gita Savitri alias Gitasav mengatakan bahwa tidak mempunyai anak adalah anti penuaan alami. Karena seseorang bisa tidur delapan jam setiap hari dan punya uang untuk botoks (8/02/2023). Pernyataan ini langsung menuai berbagai komentar. 

Padahal menurut Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo, pilihan hidup childfree akan berdampak terhadap kondisi masyarakat. Karena akan mengakibatkan pertumbuhan penduduk menjadi minus. Hal ini bisa berdampak buruk bagi ketersediaan tenaga kerja suatu masyarakat (detikNews.com, 10/02/2023). 

Childfree Mengancam Generasi 

Munculnya pemikiran untuk memutuskan sebagai childfree tentunya dipengaruhi oleh banyak faktor dan motif yang berbeda. Faktor kesehatan dikhawatirkan dapat membahayakan jiwa seorang perempuan dalam kehamilannya. 

Faktor tanggung jawab yang membutuhkan tidak hanya finansial tetapi juga mental untuk memiliki anak, membuat pasangan menikah pun memilih tidak mempunyai anak. Atau bahkan faktor psikis juga ditengarai sebagai penyebabnya 

Akan tetapi, fenomena childfree saat ini bukanlah karena faktor itu semua. Tetapi lebih kepada prinsip pemikiran dan gaya hidup yang menurut mereka, berhak untuk dipilih oleh kaum perempuan terhadap dirinya. Ide yang digaungkan kaum feminis mengadopsi gaya hidup barat, tidak hanya bergema saat ini. Tetapi juga, sempat ramai memenuhi warta beberapa tahun lalu. 

Padahal secara historis ide childfree ini tidaklah lahir dari Islam. Kampanye childfree disinyalir lahir ketika dunia mengalami ledakan demografi. Sementara negara-negara barat berusaha mengurangi populasi dunia. Tetapi faktanya, childfree lahir sebagai kampanye legalitas yang beriringan dengan dilegalkannya LGBT dan aborsi yang sudah lebih dulu telah dilegalkan oleh Barat.

Dengan memanfaatkan teknologi, peran YouTuber dan influencer semakin menyemarakkan ide ini. Seperti yang diumbar YouTuber Gitasav, pilihan childfree menjadi pilihan hidupnya, seolah kebebasan bagi seorang wanita demi kecantikan ekstra. Karena childfree dianggap sebagai resep anti penuaan alami. 

Tentu saja childfree yang keluar dari pemikiran seperti ini, merupakan pengaruh pemikiran yang dilatarbelakangi oleh beberapa faktor: 

Pertama, lemahnya keimanan 

Berpengaruh pada cara berpikir seseorang dalam menjalani kehidupan. Sehingga tidak memahami makna penciptaan dari ghorizah nau (naluri seksual), yaitu untuk melanjutkan keturunan yang akan mengisi peradaban di masa depan. 

Kedua, gaya hidup hedonis 

Bagi mereka yang mempunyai gaya hidup hedonis, anak-anak hanya akan membuat waktu dan tenaga mereka terkuras. Sehingga mereka tidak bisa menikmati hidup dan bersenang-senang. 

Selain itu, ada faktor lain dipilihnya childfree dalam kehidupan berkeluarga, yaitu faktor ekonomi. Minimnya penghasilan yang diperoleh serta tingginya kebutuhan yang harus dipenuhi, menjadikan seseorang enggan memiliki anak. Karena menganggap bahwa anak akan menambah beban hidup. 

Faktor-faktor ini muncul dari penerapan sistem sekularisme, kapitalisme dan liberalisme. Dalam sistem kapitalisme semuanya dihitung hanya dengan materi. Keluarga dengan memiliki anak, akan mempersempit peluang bahagia. Karena pengeluaran semakin besar, dan tujuan kaya banyak harta semakin sulit dicapai. 

Sementara itu, penerapan sistem sekularisme menjadikan manusia berpikir tidak berdasarkan aturan agama. Sehingga standar perbuatan tidak berpatokan pada halal atau haram. Namun terletak pada hawa nafsu manusia. 

Disisi lain, liberalisme pun menjadikan manusia berbuat bebas tanpa batas, tidak peduli jika perbuatan tersebut melawan fitrahnya sebagai manusia. Hal ini jika dibiarkan, akan terjadi kerusakan yang fatal. Bukan hanya mengancam generasi penerus, namun dalam jangka panjang bisa berakibat punahnya eksistensi manusia. 

Hal ini, sudah mulai terjadi pada salah satu negara yang mengalami krisis pertumbuhan penduduk seperti Jepang. Banyaknya orang tua yang enggan memiliki anak, menyebabkan angka kelahiran berbanding jauh dengan angka kematian (Tempo.co, 25/01/2023). 

Selain itu, pemahaman childfree menandakan rapuhnya landasan pernikahan yang dibangun. Karena hanya berorientasi pada kesenangan, rasa cinta dan pemenuhan kebutuhan seksual semata. Namun jauh dari tujuan menyambung garis keturunan sebagai tujuan membina rumah tangga. 

Sementara itu, penerapan sistem ekonomi kapitalis makin mendorong manusia enggan memiliki anak. Karena biaya hidup tinggi, pendidikan dan kesehatan mahal, serta sulitnya lapangan pekerjaan yang ada. Tentu saja orientasi childfree akhirnya menjadi pilihan, karena khawatir tidak mampu mengidupi anak dengan layak. 

Islam Jaga Eksistensi Generasi 

Dalam pandangan Islam, salah satu kekuatan sebuah negara terletak pada jumlah penduduknya. Bertambahnya penduduk bukan menjadi beban, baik beban keluarga ataupun beban negara. Maka Islam mendorong umatnya agar mempunyai banyak keturunan. Seperti dalam sebuah hadis

"Nikahilah wanita yang pecinta (yakni yang mencintai suaminya) dan yang dapat mempunyai anak banyak. Karena sesungguhnya aku (Muhammad) akan bangga dengan sebab (banyaknya) kamu di hadapan umat-umat (yang terdahulu) pada hari kiamat" (HR. Abu Dawud, Nasa'i, Ibnu Hiban dan Hakim). 

Selain itu, salah satu hikmah pernikahan dalam Islam, adalah menyalurkan ghorizah nau (naluri seksual) yang bertujuan untuk meneruskan keturunan. Sehingga eksistensi manusia tidak akan punah. Hal ini sesuai dengan fitrah dan tujuan diciptakannya manusia, sebagai khalifah (pemimpin) di bumi. 

Di sisi lain, dalam pandangan Islam, anak adalah salah satu harapan bagi orang tua ketika telah meninggal. Karena doa anak yang saleh adalah salah satu perkara yang akan menjadi pahala jariah. 

Pun bagi seorang ibu, perannya melahirkan anak akan mendatangkan pahala yang sangat besar. Apalagi perjuangannya dalam melahirkan akan mendapat predikat syahid jika ia meninggal. Bakti anak-anaknya kepada ibu mereka bahkan tiga kali lebih utama dari pada ayah mereka, sebagaimana yang telah disabdakan oleh Rasulullah dalam H.R. Bukhari dan Muslim. 

Adapun kesulitan hidup dan perkara materi, bukanlah hal yang harus dikhawatirkan. Keimanan kepada Allah sebagai pemberi rezeki adalah jaminan bagi hidup manusia. Rasa syukurnya akan senantiasa menghiasi setiap rezeki yang diperoleh. Allah SWT berfirman: 

"Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kami lah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepadamu. Membunuh mereka itu sungguh dosa yang besar" (QS. Al-Isra: 31). 

Oleh karena itu pandangan childfree tidak sesuai dengan Islam, dan merupakan keharaman yang tidak layak dilakukan. Di sinilah peran negara yang menerapkan aturan Islam diperlukan. Jaminan ekonomi bagi rakyat akan menepis kegelisahan. Lapangan kerja, pendidikan, kesehatan, dan terpenuhinya kebutuhan pokok sebagai aspek pemenuhan hajat hidup manusia adalah tanggung jawab negara yang harus dipenuhi. 

Maka sudah sepatutnya negara mencampakkan sistem sekularisme, kapitalisme dan liberalisme yang terbukti merusak kehidupan manusia. Dan menerapkan Islam, yang akan menjaga keturunan manusia demi eksistensinya di bumi. Wallahu a'lam bish shawab.


Oleh: Neni Nurlaelasari 
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar