Topswara.com -- Di awal tahun 2023, negeri ini tengah diramaikan dengan pemberitaan tentang pengajuan dispensasi nikah yang terjadi di berbagai daerah. Permohonan yang serempak umumnya disebabkan karena para pelajar tersebut telah hamil di luar nikah.
Namun demikian para siswa tersebut meskipun memperoleh izin dari pengadilan agama, tetapi tidak akan bisa melanjutkan pendidikan formalnya. Karena dinas pendidikan tidak akan memberikan perizinan serupa. Mereka diberi kesempatan bisa mengikuti PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) dengan kejar paket A, B atau C. Sehingga masih bisa mencari pekerjaan dengan menggunakan ijazah tersebut. (Ayobandung.com, 19/01/23).
Sungguh merupakan fenomena yang kontradiktif di tengah upaya pemerintah yang saat ini sedang mensosialisasikan Pendewasaan Usia Pernikahan (PUP), dengan tujuan untuk mengendalikan jumlah penduduk dan meningkatkan kualitas keluarga.
Melalui undang-undang baru, usia pernikahan dinaikkan, sehingga yang hendak nikah di bawah ketentuan harus mengajukan dispensasi nikah. Namun miris yang mengajukan dispensasi nikah didominasi oleh para pelajar yang sudah hamil di luar nikah.
Hal di atas menunjukkan betapa rusaknya generasi di bawah pengaturan sistem kapitalisme sekular, yang mengagungkan kebebasan, meminggirkan agama dari kehidupan.
Pintu-pintu perzinaan terbuka lebar, perselingkuhan makin marak, pergaulan pria wanita tidak dibatasi, aurat terbuka dimana-mana, diperparah oleh tayangan pornografi dan pornoaksi yang sangat mudah diakses oleh berbagai level usia, akibatnya anak SD saja sudah terpapar konten-konten rusak dan bisa memperkosa temannya sendiri, sungguh di luar nalar.
Jika pemerintah bermaksud meningkatkan kualitas keluarga melalui PUP atau tambahan usia dipastikan tidak akan tercapai. Sebab kualitas sebuah keluarga bukan hanya dari faktor usia.
Fakta menunjukkan banyaknya perceraian lebih sering disebabkan oleh faktor ekonomi dan perselingkuhan. Usia matang bukan jaminan tidak selingkuh, maka bagaimana bisa keluarga menjadi berkualitas?
Seharusnya menuju keluarga berkualitas haruslah menghadirkan agama sebagai pengatur kehidupan, bukan dijauhkan. Agama semestinya ditanamkan mulai dari rumah, sekolah, bahkan perguruan tinggi. Maka selama aturan yang diberlakukan adalah aturan manusia yang cenderung mengedepankan hawa nafsu dengan ide kebebasannya, maka selama itu pula kerusakan generasi akan kita saksikan.
Kondisi negeri Muslim, yang mayoritas penduduknya Muslim akhirnya tidak berbeda jauh dengan negara lain yang mayoritas penduduknya non muslim, ketika sama-sama menganut ide kebebasan. Miras, judi, pelacuran, korupsi, suap menyuap, riba, seks menyimpang adalah pemandangan yang mudah ditemukan.
Kapitalisme berbeda jauh dengan Islam dalam mengatur kehidupan, termasuk menjaga generasi. Setiap manusia memiliki kecenderungan seksual, maka Islam tidak mengekang juga tidak membebaskan. Tidak membatasi usia pernikahan sementara pintu perzinaan ditutup rapat-rapat.
Allah SWT. berfirman, yang artinya:
“Dan janganlah kamu mendekati zina, (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji dan suatu jalan yang buruk” (TQS Al-Isra ayat 32)
Islam memiliki seperangkat aturan yang akan menjaga generasi dari perzinaan. Diantaranya, pertama sistem pendidikan Islam yang akan membentuk individu bertakwa, yang taat kepada Allah dan menjauhi perbuatan maksiat.
Kedua, Islam menetapkan kewajiban menutup aurat bagi perempuan serta memisahkan kehidupannya dengan laki-laki sehingga terjaga kemuliaannya.
Ketiga, negara akan menjaga peredaran informasi agar tidak disusupi pemahaman selain Islam yang akan merusak moral generasi.
Keempat, syariat telah menetapkan sanksi yang tegas bagi pelaku perzinaan yakni hukuman cambuk bagi yang belum menikah, juga merajam sampai mati bagi pelaku yang sudah menikah. Hal ini ditetapkan untuk mencegah orang lain berbuat hal yang sama, di samping untuk menghapus dosa bagi pelaku.
Menikah di usia dini dalam Islam tidak dilarang, karena Nabi Muhammad SAW. pun menikahi Siti Aisyah ra. saat berumur 6 tahun dan baru hidup serumah di usia 9 tahun. Pada dasarnya menikah adalah sunah yang telah dicontohkan Rasulullah SAW, namun untuk seseorang yang sudah memiliki dorongan hasrat seksual maka hukumnya wajib menikah untuk menyalurkannya melalui pernikahan agar terjaga kehormatannya.
Sebaliknya pernikahan bisa menjadi haram jika tujuannya untuk menyakiti istri atau akan merusak agama seseorang. Meski begitu terdapat beberapa hal yang perlu dipersiapkan untuk seseorang apabila ingin menempuh suatu pernikahan. Di antaranya siap secara ilmu, materi dan fisik.
Persiapan ilmu meliputi pengetahuan fikih sebelum pernikahan seperti khitbah, walimah, dan lain sebagainya. Termasuk syarat dan rukun nikah juga kewajiban memberi nafkah, memahami makna dan ketentuan talak, rujuk, dan lain sebagainya. Adapun siap secara fisik artinya kemampuan yang ada pada seorang laki-laki ataupun perempuan dalam menjalani kewajibannya dalam hidup berumah tangga.
Pernikahan dini di dalam Islam sama saja dengan rumah tangga pada umumnya. Untuk seorang yang masih belajar dan ingin menikah maka diperbolehkan. Hanya saja harus mampu menjalankan kewajibannya sebagai pasangan suami/istri.
Rasulullah SAW. bersabda :
“Wahai para pemuda, barang siapa yang sudah sanggup menikah, maka menikahlah. Karena itu lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Barang siapa yang belum mampu, maka berpuasalah karena puasa itu obat pengekang nafsunya.” (HR Bukhari no.5056 Muslim no.1400).
Islam dengan seperangkat aturannya akan menjaga moral generasi muda dari kerusakan. Karena tidak boleh berkembang yang namanya ide kebebasan. Selain itu negara bertanggung jawab menyediakan lapangan kerja agar para penanggung nafkah tidak kesulitan mencari kerja.
Oleh karena itu, penerapan Islam secara sempurna dalam seluruh aspek kehidupan, baik ekonomi, pergaulan, sanksi, dan yang lainnya dalam sebuah negara, akan mampu menciptakan keluarga yang berkualitas, jauh dari ketimpangan ekonomi maupun goncang karena perselingkuhan.
Wallahu A'lam Bishawwab.
Oleh: Gina Siti Mugni
Aktivis Dakwah
0 Komentar