Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Tidak Akan Ada Tiko, Jika Syariat Islam Diterapkan Secara Kaffah


Topswara.com -- Akhir-akhir ini lagi ramai berita tentang Tiko. Siapa sih Tiko? Tiko (23) adalah anak yang sendirian merawat ibunya, Eny, di rumahnya, kawasan Cakung, Jakarta Timur.

Tiko merawat Eny yang mengalami gangguan jiwa sejak ia berusia 12 tahun di rumah besar peninggalan ayahnya. Namun, rumah itu tampak terbengkalai karena kotor, penuh debu, hingga tertutup pepohonan rindang. Terlebih, di rumah itu sudah tidak ada listrik dan air (kompas.com, 5/1/2023).

Karena sejak kecil Tiko merawat ibunya sendiri, maka karena itulah Tiko tidak melanjutkan sekolahnya. Tiko pernah berjualan keliling demi mencukupi kebutuhan pokok dia dan ibunya dan saat ini ia menjadi security di perumahan tempat tinggalnya.

Yang menjadi pertanyaan adalah di manakah perhatian dinas sosial selama kurun waktu 11 tahun saat Tiko kecil putus sekolah dan terpaksa bekerja di bawah umur? Di manakah perhatian pemerintah yang diamanahi harta rakyat untuk mengelolanya dan dikembalikan kepada rakyat? Mengapa harus menunggu viral dulu baru mendapat perhatian?

Ya begitulah, kondisi yang dialami Tiko memang lumrah terjadi di sistem kapitalisme ini. Tiko hanya salah satu kisah dari berjuta-juta anak-anak terlantar di negeri ini. Bagaimana tidak? Di dalam sistem ini setiap orang harus berjuang sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Meskipun hidup di bawah naungan negara, tetapi negara yang kapitalis tidak mau ambil pusing untuk membantu warga negaranya.

Mengapa? Karena hubungan antara negara dan rakyat adalah hubungan layaknya penjual dan pembeli. Ada uang, maka ada barang. Kalau sedang sakit dan ingin mendapat pelayanan terbaik di rumah sakit, maka mesti merogoh uang lebih banyak. Kalaupun tidak ada uang wajib mendaftar BPJS yang tiap bulannya harus dibayar angsurannya.

Ingin sekolah terbagus juga butuh uang. Kalau dalam kisah si Tiko, uangnya dari mana untuk mendapatkan semua kebutuhan dasar seperti, pendidikan, kesehatan dan keamanan? Bahkan negara yang kapitalis sepertinya juga tidak mampu karena sedang terlilit utang luar negeri.

Kemiskinan yang dialami oleh negara yang kaya sumber daya alam ini terjadi karena kapitalisasi dan liberalisasi sumber daya alam. Negara memberikan kebebasan sebebas-bebasnya kepada orang yang bermodal untuk membeli kekayaan alam. Alhasil rakyat hanya bisa gigit jari menonton para kapitalis hura-hura menikmati hak rakyat.

Sayangnya rakyat yang kurang teredukasi tidak menyadari bahwa hak mereka telah direbut. Paham kapitalisme membuat mayoritas masyarakat juga memiliki pemikiran yang sama sebagaimana para kapitalis bahwa selama ada uang, maka apapun bisa dibeli.

Kisah Tiko ini tidak akan ada, jika syariat Islam diterapkan secara sempurna oleh negara. Karena ternyata Islam mengatur tentang pemenuhan kebutuhan hidup warga negaranya.

Jadi kalau dalam Islam seorang wanita yang tidak memiliki wali, maka wajib hukumnya untuk ditemui kebutuhan hidupnya oleh negara. Sebelumnya negara akan menyisir terlebih dahulu wali dari wanita tersebut melalui pencatatan jalur nasab yang tercatat di baitul mal.

Jika wanita tersebut sudah menikah, maka suaminyalah adalah wali yang wajib menafkahinya. Jika belum menikah atau sudah bercerai, maka penafkahan akan dikembalikan kepada ayahnya atau anak laki-lakinya yang telah balig. Jika ayah sudah meninggal atau anak laki-laki belum balig, maka saudara laki-laki orang tua yang wajib menafkahinya. Jika tidak ada, maka negara wajib menanggung nafkahnya.

Semua itu didukung dengan perekonomiannya dengan sistem Islam. Islam mengatur bahwa sumber daya alam adalah milik rakyat. Sehingga wajib dikelola mandiri oleh negara dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat secara merata dan menyeluruh.

Rasulullah SAW pernah bersabda,

"Manusia berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput, air dan api." (HR. Abu Dawud)

Kekayaan alam yang diberikan Allah SWT kepada negeri Muslim itu sangat melimpah. Coba kita perhatikan di negara kita kaya akan barang tambang, seperti emas, nikel, bauksit, timah, gas alam dan lain-lainnya. Jadi tidak akan kekurangan untuk memenuhi kebutuhan warga negaranya.

Berkaitan dengan pendidikan, kesehatan, dan keamanan tidak harus miskin dulu untuk mendapatkannya secara murah bahkan gratis. Karena ketiga hal tersebut adalah kebutuhan dasar publik yang wajib dijamin secara langsung oleh negara untuk seluruh warga negaranya baik laki-laki atau perempuan, kaya ataupun miskin, Muslim maupun non-Muslim.

Namun sistem-sistem dalam Islam tidak bisa jika hanya diterapkan sebagian saja, tapi harus diterapkan secara keseluruhan atau kaffah sebagaimana perintah Allah Ta'ala dalam Al-Qur'an surah Al-Baqarah ayat 208, 

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱدْخُلُوا۟ فِى ٱلسِّلْمِ كَآفَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا۟ خُطُوَٰتِ ٱلشَّيْطَٰنِ ۚ إِنَّهُۥ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ


Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu.

Sistem Islam secara kaffah pernah diterapkan di masa Rasulullah SAW dan khalifah-khalifah setelah beliau. Ketika masa Rasulullah SAW negara yang menerapkan sistem Islam disebut dengan istilah daulah Islam. Sedangkan setelah Rasulullah SAW wafat, maka kepemimpinan beliau digantikan oleh khalifah dengan negara yang dalam kitab-kitab fikih disebut dengan istilah khilafah.

Khilafah tersebut pernah berjaya selama 13 abad dan membawa kesejahteraan yang luar biasa bagi seluruh warga negara. Masih ingat kisah Khalifah Umar yang memanggul sendiri gandum untuk seorang ibu dan anak-anaknya yang kelaparan. Seperhatian itu harusnya kepala negara kepada rakyatnya.

Sayangnya untuk saat ini, pemimpin bertanggung jawab dunia akhirat tidak  akan kita temui lagi, kecuali setelah datang masa khilafah kedua yang telah dijanjikan oleh Allah Ta'ala.

Rasulullah SAW bersabda,

"Setelah itu akan terulang kembali periode khilafah 'ala minhaj nubuwwah."
(HR. Ahmad)

Perubahan dari tidak islami menuju islami pasti tidak dengan cara yang tiba-tiba dan pasti akan ada sekelompok orang yang berusaha mewujudkannya dengan meneladani aktivitas Rasulullah SAW dan para sahabat untuk menegakkan Islam kaffah dengan cara mengkaji Islam secara kaffah dan ikut mendakwahkannya bersama kelompok dakwah Islam ideologis.


Oleh: Nabila Zidane
Analis Mutiara Umat Institute
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar