Topswara.com -- Diketahui, seorang politikus Swedia Rasmus Paludan, mendapat kecaman keras setelah membakar salinan Al-Qur'an ketika menggelar aksi demonstrasi di Stockholm, Swedia, pada akhir pekan lalu.
Wakil Presiden Ma'ruf Amin buka suara mengenai aksi pembakaran dan penyobekan Al-Qur'an di Swedia dan Belanda. Dia mengatakan, pemerintah telah mengirimkan nota diplomatik terhadap kedua negara tersebut guna mencegah konflik lebih luas.
Ma'ruf menegaskan, aksi pembakaran dan perobekan Al-Qur'an bukan merupakan bentuk kebebasan berekspresi. Menurutnya, hal itu tidak mementingkan hak orang lain dan tindakan tersebut dapat memicu konflik dan merusak toleransi beragama di berbagai negara (merdeka.com, 26/1/2023).
Dunia internasional juga mengecam tindakan tersebut. Dilansir detik.com (26/1/2023) Kuwait murka akan tindakan pembakaran Al-Qur'an dan buntut kejadian itu, Kuwait mengancam akan memboikot produk Swedia termasuk IKEA, H&M, hingga Spotify sebagai protes atas tindakan tersebut.
Surat kabar Kuwait Al-Anbaa melaporkan, sebanyak 41 anggota parlemen Kuwait yang mengecam pembakaran Al-Qur'an oleh sayap kanan Swedia-Denmark pimpinan Partai Stram Kurs, Rasmus Paludan. Tindakan itu dinilai tidak menghormati kesucian Muslim.
Adapun Turki telah membatalkan kunjungan Menteri Pertahanan Swedia setelah otoritas Swedia mengizinkan rencana pembakaran Al-Qur'an. Pasalnya aksi pembakaran Al-Qur'an ini adalah aksi kedua kalinya dan dilakukan oleh orang yang sama dibulan Agustus 2022.
Kementerian Turki pun mendesak Swedia untuk mengambil tindakan yang diperlukan terhadap para pelaku dan mengundang semua negara untuk mengambil langkah nyata melawan Islamofobia (republika.co.id, 22/1/2023).
Dari sekian banyak bentuk respons negeri Muslim terhadap pembakaran Al-Qur'an berupa kecaman, penundaan hubungan diplomatik, ancaman pemboikotan sejumlah produk sejatinya menunjukkan bahwa tidak ada satu pun negara yang memberikan protes nyata atas insiden penistaan agama ini.
Bahkan Turki sekalipun yang dianggap panutan kaum Muslimin didunia tidak bisa berbuat apa-apa untuk membela secara nyata atas penghinaan terhadap Islam dan kitab suci Al-Qur'an.
Penistaan Al-Qur'an dengan leluasa atas nama kebebasan berekspresi terus berulang beberapa tahun belakangan seolah tak ada yang bisa menghentikan. Hal tersebut menunjukkan lemahnya kekuatan umat Islam saat ini.
Kebencian terhadap Islam yang begitu nyata tidak bisa dibendung bahkan oleh pemimpin-pemimpin negeri Muslim. Peristiwa pembakaran Al-Qur'an merupakan bagian dari islamofobia yang dilakukan oleh musuh-musuh Islam yang memiliki kebencian yang mengakar dan di atas prinsip HAM dan kebebasan berekspresi yang lahir dari ideologi kapitalisme Barat. Mereka semakin berani mengekspresikannya.
Terjadinya pembakaran tersebut juga menunjukkan hilangnya penjaga kehormatan dan kemuliaan Islam dan kaum Muslimin. Orang-orang kafir leluasa menghina Islam tanpa adanya sanksi hukum yang membuat jera dan mencegah orang lain melakukan tindakan serupa. Menjaga kehormatan dan kemuliaan Islam yang dimaksud adalah khilafah, yaitu negara Islam.
Sejarah membuktikan bahwa sejak peradaban Islam tegak di Madinah dan Rasulullah SAW diangkat menjadi pemimpin Daulah Islam hingga berlanjut masa kekhilafahan yang berakhir di tahun 1924.
Berbagai upaya melecehkan Islam selalu digagalkan sebagaimana pertunjukan teater yang direncanakan Prancis dan Inggris untuk menghinakam Rasulullah SAW berhasil digagalkan oleh Khalifah Abdul Hamid II.
Sang khalifah mengancam akan mengorbankan jihad jika pertunjukan itu terjadi. Mereka pun gentar dan membatalkan pentas tersebut. Al-Qur'an adalah kitab suci umat Islam yang dijaga kemurniannya langsung oleh Allah Ta'ala sebagaimana firmanNya di dalam Al-Qur'an surah Al Hijr ayat 9,
اِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَاِنَّا لَهٗ لَحٰفِظُوْنَ
Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur'an, dan pasti Kami (pula) yang memeliharanya.
Artinya segala upaya manusia untuk merusak kemurnian Al-Qur'an pasti akan selalu digagalkan oleh Allah Ta'ala. Imam Nawawi dalam At-Tibyan menuliskan bahwa para salafus salih memberikan keteladanan berinteraksi dengan Al-Qur'an yang ditandai dengan besarnya perhatian dalam mempelajari, mentadaburi, mengamalkan, mendakwahkan dan membela Al-Qur'an dari segala bentuk penyimpangan.
Oleh karena itu, penjagaan Al-Qur'an terwujud dengan banyaknya umat Islam yang mempelajari, menghafalkan hingga membela dari segala bentuk penyimpangan. Termasuk jika musuh musuh Islam menghinakan Al-Qur'an dengan melenyapkannya ataupun mengubah isinya bahkan membakarnya, maka umat Islam harus membelanya.
Sebab pembakar Al-Qur'an harus ditindak dengan sanksi tegas sesuai syariat Islam. Apabila pelakunya dari kalangan orang-orang kafir harbi, maka tindakan tegas yang harus dilakukan adalah diperangi atau dibunuh, kecuali dia masuk Islam.
Sebagaimana Imam Al Qurthubi saat menafsirkan surah Al-Baqarah ayat 193 menjelaskan bahwa Allah Ta'ala memerintahkan memerangi mereka, yaitu para penghina Islam. Namun hal tersebut tidak mungkin direalisasikan oleh individu-individu Muslim meskipun mereka semua adalah penghafal Al-Qur'an.
Adapun yang bisa menerapkan hukuman tersebut hanyalah penguasa. Penguasa yang ada di tengah kaum Muslimin yang akan mengobarkan dan memimpin jihad fisabilillah. Jadi selama kaum Muslimin tidak memiliki Amirul jihad dan khalifah yang akan mengkomando jihad, maka penistaan terhadap Al-Qur'an akan terus berulang.
Oleh: Nabila Zidane
Analis Mutiara Umat Institute
0 Komentar