Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Terperdaya dan Memperdaya demi Konten


Topswara.com -- Belakangan ini sepasang influencer menuai kritikan atas unggahannya yang mengajak anaknya yang berusia lima bulan bermain jet ski dan ATV. Masyarakat menilai apa yang dilakukan kedua selebriti ini tidak patut dilakukan. 

Mereka menyebut hal itu merupakan eksploitasi anak demi konten. Sang artis pun memberikan klarifikasi dan mengatakan sang anak makin aktif dan bisa merangkak mengambil mainan setelah peristiwa tersebut.

Duh, demi konten apa pun dilakukan. Dunia sosial media yang sedang booming saat ini membuat pecinta sosial media jadi “gila” konten. Meski tidak sedikit unggahan-unggahan edukatif, namun unggahan unfaedah juga tidak bisa tidak dikatakan marak bahkan viral. Pamer harta, putus cinta, kekerasan, sekadar lucu-lucuan, dan sebagainya begitu saja meluncur di sosial media.

Fenomena apa gerangan?

Jelas inilah realitas masyarakat kapitalisme sekuler. Kapitalisme menciptakan atmosfer kehidupan masyarakat yang menjadikan harta dan nilai fisik sebagai penentu kebahagiaan dan kepuasan hidup. 

Di dunia sosial media saat ini popularitas mudah didapatkan dan menjadi jalan mendatangkan pundi-pundi cuan. Caranya mudah. Ciptakan konten “nyeleneh”, pastilah viral. Gayung bersambut, pola pikir sekularisme yang memandang sebelah mata perihal halal-haram, menjadikan seorang bisa berperilaku apa saja yang penting eksis, populer, dan viral.

Fenomena ini semakin parah, saat negara juga mengambil kapitalisme dan sekuarisme dalam menjalankan peran dan tanggung jawabnya terhadap masyarakat. Ruang terbuka bagi kebebasan berperilaku masyarakat diberikan oleh negara, karena ini menjadi konsekuensi dari kapitalisme sekulerisme itu sendiri.

Tuntunan Islam

Islam sebagai risalah terakhir yang sempurna dan paripurna telah memberikan penghormatan kepada perempuan dengan tugas-tugas mulianya. Diantara tugas itu adalah sebagai ibu. Islam tidak pernah mendiskreditkan perempuan di bawah laki-laki. 

Hanya perspektif gender yang menimbang segala sesuatu setara dan tidak setaralah yang menyimpulkan perempuan tertindas. Perspektif ini dibangun di atas paradigma kapitalisme sekularisme. Tidak kepalang, agama di-judge sebagai sumber penindasan tersebut.

Padahal Allah Ta’ala berfirman yang artinya “Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik (di dunia), dan sesungguhnya akan Kami berikan balasan kepada mereka (di akhirat) dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan” (QS. An-Nahl: 97)

Di antaranya betapa luhurnya tugas dan peran perempuan ini nampak jelas pada kedudukannya sebagai pendidik pertama dan utama generasi, yang kelak akan menentukan dan mewarnai corak masyarakat. Seorang ibu tidak sekadar mengandung, melahirkan, menyusui, dan memberi makan, melainkan ibu harus mumpuni dalam memberikan pengasuhan dan pendidikan kepada anak-anaknya. 

Oleh karenanya, seorang ibu atau calon ibu mesti melakukan hal berikut. Pertama, memiliki akidah dan keimanan yang kokoh. Keimanan yang benar akan berbuah takwa. Keimanan ini pula yang akan membimbing seorang ibu untuk dapat menjalankan tugas mulia sepanjang hayatnya.

Kedua, membekali diri dengan sejumlah ilmu dan pengetahuan untuk mendukung kecakapannya menjadi seorang ibu.  Ketiga, seorang ibu mesti menyadari bahwa dirinya (orang tua) menjadi teladan bagi anak-anaknya. Termasuk meneladankan pembiasaan hal positif kepada anak-anak.

Sudah barang tentu, tugas ini tidak bisa dijalankan sendiri oleh seorang ibu. Oleh karena seorang ayah juga diberikan amanat untuk menjaga diri dan keluarganya dari api neraka.

Allah Ta’ala berfirman, yang artinya, “Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At Tahrim: 6)

Selain itu, negara justru memiliki peran yang amat besar demi terwujudnya peran ibu dan ayah bagi anak-anak mereka. Dalam hal ini, diantara peran negara yakni: pertama, negara tidak akan membebani para ibu dengan permasalahan ekonomi. Negara akan memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan dasar dengan memudahkan para ayah dalam mencari nafkah, seperti membuka lapangan pekerjaan atau memberikan bantuan modal usaha. 

Kedua, menerapkan sistem pendidikan berbasis akidah Islam yang akan membentuk generasi berkepribadian Islam. 

Ketiga, mencegah dan menyaring berbagai tayangan termasuk unggahan di media yang tidak mendidik apalagi merusak pola pikir dan hati masyarakat. Keempat, mengedukasi dan menciptakan suasana takwa di tengah masyarakat. 

Kelima, menindak segala pelanggaran terhadap syariat. Sebab segala yang menyalahi syariat tentulah akan menimbulkan mafsadat, sebagaimana yang kita saksikan hari ini.

Demikianlah semestinya yang dilakukan. Sinergitas ibu, ayah, masyarakat dan negara akan meniscayakan kemaslahatan dan harmoni di tengah masyarakat. Bukan masyarakat ala kapitalisme sekulerisme yang terperdaya dan memperdaya demi cuan dan demi popularitas.


Oleh: Munajah Ulya 
(Pemerhati Polhuksos dan Isu Keperempuanan)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar