Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Ribut Jabatan Kepala Desa, Bukti Buruknya Tata Kelola

Topswara.com -- Demo kepala desa se-Indonesia tengah mendapat sorotan publik. Kepala Desa yang tergabung dalam Paguyuban Kepala Desa Bersatu melakukan aksi di depan Gedung DPR guna menuntut perpanjangan masa jabatan, dari 6 tahun menjadi 9 tahun (cnnindonesia.com, 17/1/2023). Mereka meminta kepada DPR agar merevisi Undang Undang No. 6 Tahun 2014, tentang Desa.

Demo lanjutan pun kembali dilakukan 25/1/2023 lalu (detiknews.com, 25/1/2023). Kepala Desa yang terhimpun dalam  Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) menuntut hal yang sama yaitu memperpanjang masa jabatannya.

Namun, tidak seperti demo-demo lainnya, kali ini DPR mengamini semua tuntutan mereka (tirto.id, 24/1/2023). Dewan legislasi siap merevisi Undang Undang Desa untuk mengakomodasi tuntutan para kepala desa agar lebih lama berkuasa di wilayah masing-masing.

Demo para kepala desa ini menimbulkan kontroversi di tengah publik. Dan jelas menimbulkan berbagai spekulasi mengingat tahun pemilihan umum, 2024, semakin dekat.

Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) menolak dengan tegas wacana perpanjangan tersebut (detiknews.com, 19/1/2023). GMNI berpendapat bahwa perpanjangan masa jabatan kepala desa berpotensi melanggengkan korupsi di tingkat desa dan menghidupkan kembali tatanan orde baru. 

Hal ini dikemukakan oleh Dewan Pimpinan Pusat GMNI, Muhammad Ageng Dendy Setiawan. Ageng pun melanjutkan bahwa penambahan masa jabatan ini berpotensi melahirkan dinasti-dinasti baru di tingkat desa. 

Sangat jelas, hal ini menghambat regenerasi kepemimpinan di desa. Hal tersebut merupakan kemunduran demokrasi. Demikian ungkapnya.

Korupsi tingkat desa pun kian marak. Berdasarkan data Komisi Pemberantasan Korupsi, sejak tahun 2012 hingga 2021, tercatat ada 601 kasus korupsi Dana Desa di Indonesia (republika.co.id, 26/9/2022). Fakta ini membuat kita kecewa dan prihatin. Kepala Desa yang diharapkan menjadi pengurus rakyat yang paling diandalkan, justru mengkhianati kepentingan umat.

Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan, menyebutkan bahwa tuntutan para kepala desa ini mengindikasikan adanya pembenaran untuk memperpanjang masa jabatan presiden dan anggota DPR (mediaumat.id, 26/1/2023). 

Buktinya segala tuntutan kepala desa tersebut mendapatkan angin segar dari dewan legislatif. Anthony pun menduga adanya skenario di balik demo kepala desa yang dilakukan besar-besaran. Rasanya ada yang janggal di balik demo yang dilakukan. Pasti ada dalang dan narasi yang telah disiapkan. Demikian ungkapnya.

Kepala Desa seharusnya menjadi pimpinan rakyat di wilayah desa yang menjaga aspirasi dan kepentingan rakyat. Bukan menjadi musuh dalam selimut. 

Namun, sayangnya, sistem demokrasi menciptakan moral pemimpin kian tak jujur. Setiap kepentingan harus selalu disesuaikan dengan sistem yang tak bijak. Tak peduli standar benar atau salah suatu kebijakan. Yang paling penting adalah kepentingannya terpenuhi. Lantas, bagaimana bisa menciptakan amanah dalam kepemimpinan?

Sistem demokrasi kapitalisme menciptakan sosok pemimpin yang cacat dalam menunaikan kewajiban. Sistem ini memustahilkan terciptanya sifat amanah,  saat segala iming-iming materi dan duniawi menghiasi setiap masa jabatannya. 

Tidak bisa berfokus pada kepentingan umat yang sesungguhnya menjadi kewajiban utama. Justru segala kepentingan umat dikalahkan oleh kepentingan pribadi dan oligarki. Inilah buah sistem demokrasi yang tak layak dijadikan panduan.

Sistem demokrasi hanya berputar pada kepentingan korporasi dan oligarki pemilik modal. Tidak terkecuali dalam proses pemilihan kepala desa sekalipun. Yang juga membutuhkan modal luar biasa. 

Sehingga mau tak mau, saat kepala desa terpilih, otomatis harus segera mengembalikan pinjaman "modal" yang dipakainya saat proses pemilihan. Politik balas budi yang menjadi tradisi politik ala demokrasi kapitalisme.

Tidak dipungkiri, usaha untuk memperpanjang masa jabatan kepala desa pun dianalogikan sebagai perpanjangan tangan oligarki agar lebih lama berkuasa. Lebih lama "menghisap darah" rakyat hingga tak berdaya. Demi keuntungan materi semata. Tanpa mempedulikan kepentingan rakyat yang terabaikan. Tanpa menyadari bahwa kepemimpinannya menebar banyak luka di hati umat.

Para pemimpin desa selayaknya memperbaiki kinerjanya mengayomi wilayah desa, yang merupakan unit terkecil suatu negara. Kepemimpinan yang baik tercermin dari kepengurusan kepentingan rakyat yang amanah. 

Jujur, dan menjadikan standar syariat Islam sebagai satu-satunya standar berkualitasnya pelayanan terhadap rakyat. Bukan malah "menodong" regulasi agar memperpanjang masa jabatan.  Karena jabatan yang amanah dan berkualitas pasti berujung pada membaiknya elektabilitas dan kepercayaan umat kepada pemimpin. 

Lamanya masa jabatan tidak berpengaruh significant pada kualitas jabatan seorang pemimpin. Sehingga dapat dikatakan bahwa demo kepala desa yang menuntut perpanjangan masa jabatan adalah demo yang tak logis.

Gambaran amanahnya seorang pemimpin, hanya dapat terwujud dalam negara bersistemkan Islam. Pemimpin yang mengutamakan kepentingan dan kesejahteraan umat di atas kepentingan lainnya. 

Segalanya dilakukan demi ridha Allah SWT. Atas dasar iman dan takwa, akan terlahir para pemimpin amanah, yang hebat dan berwibawa. Menjadi penjaga rakyat yang seutuhnya. Yang tak menghamba pada materi dan kejayaan semu duniawi.

Karena setiap pemimpin amanah memahami bahwa setiap detik kepemimpinannya akan dipertanggungkawabkan di hari akhir kelak. 

Sesuai sabda Rasulullah SAW.
"Sesungguhnya kepemimpinan merupakan sebuah amanah, di mana kelak di hari kiamat akan mengakibatkan kerugian dan penyesalan. Kecuali mereka yang melaksanakannya dengan cara baik, serta dapat menjalankan amanahnya sebagai pemimpin." (HR.Muslim).

Wallahu a'lam bisshawwab.


Oleh: Yuke Octavianty
Forum Literasi Muslimah Bogor
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar