Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Perppu Ciptaker, Kebijakan Culas yang Menggilas


Topswara.com -- Kegentingan ekonomi disebut-sebut sebagai alasan utama penerbitan Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang (Perppu) Cipta Kerja. Menteri Koordinator Bidang Politik dan HAM, Mahfud MD. mengungkapkan bahwa situasi ekonomi global diprediksikan akan terjadi resesi global (beritasatu.com, 8/1/2023). 

Situasi geopolitik yang kian memanas akibat perang Rusia Ukraina menyebabkan adanya krisis energi. Sehingga secara langsung berimbas pada kenaikan harga komoditi. Ini pun memicu terjadinya inflasi. Karena berbagai alasan tersebut, pemerintah pun harus mengantisipasi, sehingga dibuatlah kebijakan strategis guna menyelamatkan rakyat.

Menyelamatkan ekonomi dalam negeri, salah satunya dengan menciptakan kebijakan melalui Perppu Cipta Kerja. Demikian ucapnya. Mahfud pun menambahkan, penerbitan Perppu Cipta Kerja demi menyelamatkan ekonomi nasional dengan menarik investor sebanyak-banyaknya. 

Namun, dibalik penciptaan Perppu Cipta Kerja beragam reaksi publik mengusik. Beberapa pasalnya dinilai merugikan para pekerja (bisnis.kumparan.com, 2/1/2023).

Mulai dari aturan outsourcing, aturan libur yang berubah hingga pengaturan tenaga kerja asing. Tentang outsourcing (alih daya), dalam aturan lama disebutkan bahwa outsourcing tak boleh berhubungan dengan proses produksi. Buruh outsourcing hanya melakukan proses penunjang. 

Namun, dalam aturan baru diuraikan bahwa tenaga outsourcing tak ada batasan pekerjaan. Artinya, sah-sah saja melakukan aktivitas proses produksi. Mengenai aturan kontrak karyawan pun mengalami pergeseran aturan. Dalam perjanjian ketenagakerjaan, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), hanya berlaku selama dua tahun. 

Akan tetapi, aturan ini dihapus dalam Perppu Ciptaker. Akibatnya aturan ini berpotensi merugikan pekerja. Karena setiap pekerja berpotensi dikontrak berkali-kali. Aturan libur pun berubah dalam aturan Perppu Ciptaker. Aturan libur karyawan pun berubah. Yang awalnya dua hari, menjadi hanya satu hari saja pekerja berhak libur. Tak ayal aturan-aturan ini pun mendidihkan darah para pekerja. Gelombang kontroversi terjadi dimana-mana. 

Salah satunya unjuk rasa di Bogor. Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI), Kabupaten Bogor Raya melakukan unjuk rasa menolak Perpu Cipta Kerja. Aksi unjuk rasa ini dilakukan di depan PT Simba Snack Indo Makmur, Gunung Putri, Bogor, 6 Januari 2023 lalu (nasional.kompas.com 6/1/2023). 

Presiden Aspek Indonesia, Mirah Sumirat menyatakan bahwa segala aturan ini adalah akal-akalan pemerintah untuk memaksakan Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja yang telah dinyatakan inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi (MK) (kompas.com, 6/1/2023).

Senada dengan pendapat Sumirat, Ahli Hukum Tata Negara dan Pendiri Pusat Hukum dan Kebijakan, Bivitri Susanti, mengkritik segala aturan Perpu Cipta Kerja yang akhir tahun lalu baru disahkan Presiden Joko Widodo (tempo.co, 30/12/2022). Bivitri menilai kebijakan ini hanya pro pengusaha dan tak memenuhi syarat kegentingan. Kebijakan yang tak masuk akal. Seharusnya DPR bisa menolak. 

Inilah wajah buruk pengelolaan negara ala sistem kapitalisme. Segala kebijakannya tak ada yang berpihak pada rakyat. Fungsi penguasa dalam sistem ini hanya sebagai regulator kebijakan para pemilik modal. Dalam pandangan investor asing, Undang Undang Ciptaker dipandang sebagai jalan mulus menuju kesuksesan. Ketimpangan-ketimpangan yang antara pengusaha dan pekerja semakin tampak. Dan terus terjadi selama sistem kepemimpinan yang diadopsi adalah sistem kepemimpinan ekonomi kapitalisme. 

Berbanding terbalik dengan Islam, sistem yang mengatur segala kepengurusan umat dengan adil. Setiap produk aturan Islam sesuai syariat, tercipta sesuai fitrah manusia dan memuaskan seluruh kebutuhan umat. 

Karena sistem Islam adalah satu-satunya sistem yang berasal dari aturan Allah SWT. Sang Pencipta Alam Semesta. Berbeda dengan sistem kapitalisme yang terlahir dari pemikiran manusia yang sekuler, yang memisahkan setiap aturan agama dari pengaturan kehidupan. 

Sistem Islam mengatur dengan adil setiap aturan, termasuk kebijakan yang mengatur urusan pekerja dan pengusaha. Dalam kitab An Nidzomul Iqtishodiy (Sistem Ekonomi Islam), Syekh Taqiyuddin An Nabhani mengungkapkan dalam Bab Ijarah, Perburuhan akan diatur dalam perkara ijarah. 

Buruh dan pengusaha harus mematuhi aturan dalam akad tersebut. Tak boleh saling menzalimi dan tak boleh saling merugikan diantara keduanya. Untuk pekerja wajib memberikan layanan jasa sesuai kesepakatan. Pekerja pun tak boleh berbuat merugikan perusahaan. 

Imam Abu Dawud meriwayatkan dari Abi Sa'id Al Khudri, bahwa Nabi SAW bersabda, yang artinya,

"Hati-hatilah kalian terhadap Qasamah?" Kemudian
kami bertanya: "Qasamah itu apa?" Beliau menjawab:
"Adalah sesuatu (yang disepakati sebagai bagian) di antara
manusia, kemudian bagian tadi dikurangi." (HR. Abu Dawud).

Majikan pun tidak boleh berbuat zalim terhadap para pekerja. Tak boleh mengurangi hak buruh, merusak kontrak kerja sepihak atau perbuatan lain yang merugikan pekerja. Karena hakikatnya hubungan antara pekerja dan pengusaha adalah hubungan saling membutuhkan. Tak boleh ada aktivitas ekploitasi ataupun pemerasan. 

Standar gaji pekerja pun diatur jelas dalam syariat Islam. Gaji pekerja tidak dihitung berdasarkan standar biaya hidup minimum suatu wilayah. Melainkan berdasarkan keahlian, jam kerja dan kinerjanya. Terbukti standar upah minimum selalu menuai masalah dalam setiap kebijakannya. 

Sistem Islam-lah satu-satunya sistem yang mensejahterakan. Baik bagi pekerja maupun bagi pengusaha. Karena dalam setiap detil aturannya, adil dan bijaksana mengatur urusan ketenagakerjaan. Negara pun menerapkan keadilan dengan seadil-adilnya, termasuk pengadaan setiap kebutuhan dasar umat yang terjangkau dan melindungi setiap jiwa, mulai dari sandang, pangan, papan yang menjamin tercapainya kesejahteraan secara merata.

Wallahu a'lam bisshawwab.


Oleh: Yuke Octavianty
Forum Literasi Muslimah Bogor
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar