Topswara.com -- Adanya pengibaran bendera salah satu partai politik di masjid wilayah Cirebon menuai kritik masyarakat. Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengatakan pengibaran bendera partai politik di tempat ibadah, seperti masjid, melanggar aturan dan tidak baik bagi keutuhan jama'ah.
"Dalam keutuhan jama'ah tidak baik, dan kemudian juga aturan tidak membolehkan", kata Wapres kepada wartawan usai menghadiri Haul Al Maghfurlah Mama KH. TB. Muhammad Falak Abbas ke-51, di Bogor, Jawa Barat, Sabtu 07/01/2023. (Republika.co.id).
Dalam aturan yang berlaku, tidak boleh melakukan kampanye atau pengibaran maupun pembentangan atribut partai di kantor pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan. Memang satu tahun ke depan telah dirancang sebagai tahun pemilihan kembali penguasa negeri ini.
Mereka mulai menggencarkan kampanye-kampanye ilegal dan melakukan berbagai upaya agar mendapat suara sebanyak-banyaknya termasuk dengan memanfaatkan masjid.
Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) At-Taqwa Kota Cirebon, Jawa Barat, memastikan kegiatan sujud syukur dan pembentangan bendera di dalam masjid yang dilakukan oleh Partai Ummat yang tidak berizin telah diberikan surat teguran oleh pihak DKM setelah foto beredar.
Hal ini begitu menyedihkan, propaganda sekularisme ini disampaikan oleh para tokoh Islam atau pejabat Islam yang notabene dianggap sebagai representasi suara kaum Muslim.
Memang benar, negeri ini menerapkan sistem kapitalis sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan hingga telah menyempitkan fungsi masjid yang hanya sebatas tempat ibadah privat atau mahdhah semata. Seperti halnya fungsi gereja sebagai asal mula pemahaman yang memisahkan peran agama dari kehidupan. Sungguh begitu memilukan peristiwa kampanye di tempat ibadah khususnya masjid hingga menuai kritik ditengah masyarakat.
Padahal, Islam adalah sebuah ideologi atau way of life yang mengatur urusan ibadah privat sekaligus urusan masyarakat dan negara. Dengan kata lain, akidah Islam adalah akidah ruhiyah dan siyasah.
Umat Islam juga seharusnya menyadari fungsi masjid yang sebenarnya, sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW pada masa kepemimpinan beliau sebagai Kepala Negara Islam di Madinah.
Adanya masjid Nabawi tidak hanya digunakan sebagai tempat shalat dan beribadah namun juga digunakan untuk mengurusi urusan kaum muslimin. Dalam Sirah tercatat setidaknya ada 10 fungsi masjid pada zaman Nabi Muhammad SAW, yaitu tempat ibadah ritual sebagaimana shalat, dzikir, tilawah al-Qur'an, tempat konsultasi dan komunikasi umat tentang berbagai persoalan kehidupan.
Kemudian tempat pendidikan, tempat pembagian zakat, ghanimah, sedekah, dan lain-lain. Masjid juga sebagai tempat Rasulullah berdiskusi dengan para sahabat mengenai strategi perang dan bernegara, tempat pengobatan dan perawatan para korban perang, tempat pengadilan sengketa, tempat menerima tamu, tempat menawan tahanan dan pusat penerangan Islam.
Sungguh sangat jauh berbeda kehidupan saat ini dengan kehidupan pada masa Khilafah Islamiyah dalam memfungsikan masjid. Kaum muslimin saat ini justru dikungkung oleh sistem sekularisme demokrasi yakni sistem kepemimpinannya bukan berasal dari Islam.
Legalitas kekuasaan dinilai dari suara mayoritas, karenanya wajar jika ada sebagian paslon memanfaatkan masjid untuk melancarkan tujuan tersebut. Dan kita akan mendapati bahwa politik begitu kotor tidak sebagaimana politik dalam Islam yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW.
Jika ada yang mengkhawatirkan terpecah belahnya umat akibat masjid yang digunakan untuk kegiatan politik muncul, hal itu karena lemahnya pemahaman umat akan politik.
Karna politik yang benar adalah politik yang bermakna mengurus urusan rakyat. Fungsi ini diwujudkan melalui pergerakan yang mengikuti metode Rasulullah. Mereka membina umat hingga individu-individu yang berada di dalam binaannya memiliki kepribadian Islam dan siap berdakwah ke tengah-tengah masyarakat.
Sehingga masyarakat kembali pada kehidupan Islam dalam naungan khilafah, bukan terjebak pada politik pragmatis ala demokrasi. Sebab hanya dengan khilafah politik yang terwujud di tengah-tengah masyarakat sesuai dengan syariah, yakni mengurusi urusan umat. Inilah partai politik yang seharusnya menjadi pilihan untuk menyatukan umat. Wallahua'lam bisshawwab.
Oleh: Reni Safira
Aktivis Muslimah
0 Komentar