Topswara.com -- Anak adalah amanah yang dititipkan Tuhan pada setiap keluarga. Tumbuh dan dapat berkembang dengan baik adalah anugerah yang patut disyukuri.
Anak-anak dengan kepolosannya mampu menciptakan kebahagiaan yang tidak dapat terganti dengan apapun. Setiap orang tua akan merasa senang ketika melihat anak-anak mereka bisa menikmati masa kecilnya, bermain dengan teman sebayanya tanpa rasa khawatir.
Namun, sebuah kenyataan datang tanpa diduga dan mengiris hati. Satu berita datang dari daerah Mojokerto, tepatnya di Desa Dianggu. Seorang bocah Taman Kanak-kanak (TK) diduga telah menjadi korban perkosaan oleh teman-temannya. Korban yang masih berusia 7 tahun diperlakukan tidak senonoh oleh 3 pelaku yang masih duduk dibangku Sekolah Dasar (SD), dilansir Liputan6.com, Jumat (20/01).
Kejadian tersebut terjadi pada hari Sabtu (7/1/2023) antara pukul 11.00 sampai 13.00 WIB, saat pelaku mengajak korban yang sedang bermain sendiri ke sebuah rumah kosong. Korban kemudian dipaksa tidur dan celananya dipelorot. Menurut Pengacara korban Krisdiyansari, pelaku yang berjumlah tiga orang menyetubuhi korban secara bergiliran.
Keesokan harinya korban mengeluh sakit saat buang air kecil. Namun, korban tidak menceritakan kejadian yang menimpanya. Hingga akhirnya pihak keluarga mengetahui peristiwa memilukan itu dari seorang pengasuh dari teman main korban.
Mereka kemudian membuat visum dan melapor ke Kepolisian Resor Mojokerto, setelah sebelumnya sempat mengadu ke Pemerintah Desa dan dipertemukan dengan keluarga ketiga pelaku yang sayangnya tidak menemukan titik temu. Hingga pada 18 Januari 2023, dilakukan pemeriksaan terhadap korban, orangtua korban, dan dua saksi. Hari itu juga penyidik mengirimkan panggilan untuk pemeriksaan terlapor.
Kasat Reskrim Polres Mojokerto AKP Gondam Prienggondhani membenarkan hal itu. Pihaknya telah menerima laporan dari orangtua korban. Kasusnya masih diselidiki Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA). Proses visum sendiri dilakukan di RSUD Prof dr Soekandar, Mojosari. "Hasil visum memang mengatakan ada luka akibat memaksakan benda masuk ke dalam alat kelamin korban," klaim Krisdiyansari selaku Pengacara orangtua korban, dilansir detikjatim.com, Sabtu (21/1).
Kasus kejahatan seksual yang menimpa anak bukan kali ini saja terjadi. Tetapi yang membedakan kali ini adalah pelakunya yang masih anak-anak juga. Karena itu hampir semua pihak merasa prihatin akan kasus ini dan menyarankan untuk mengawal kasus ini sampai akhir.
Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar mengatakan bahwa terkait penanganan hukumnya, para penegak hukum harus memperhatikan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, mengingat pelaku masih berusia di bawah 12 tahun. "Saat ini, proses hukum masih dalam tahap penyelidikan di Kepolisian Resor (Polres) Kabupaten Mojokerto.
Tim layanan SAPA, UPTD PPA Jawa Timur, dan P2TP2A Kabupaten Mojokerto terus berkoordinasi dalam upaya perlindungan korban anak, 3 pelaku anak dan saksi anak, termasuk mendalami motif dan penyebab terjadinya kasus ini.
Kejahatan seksual yang menimpa anak-anak bisa terjadi kapan saja dan di mana saja. Ini terbukti dengan banyaknya pengaduan yang ditujukan kepada Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
Sebanyak 834 kasus terjadi sepanjang Tahun 2022. Provinsi dengan pengaduan terbanyak adalah DKI Jakarta dengan 56 pengaduan dan Provinsi Jawa Timur dengan 39 pengaduan. "Ini memperlihatkan bahwa posisi anak sangat rentan terhadap berbagai kekerasan karena ada banyak sekali faktor Yang dapat menjadikan anak sebagai korban maupun pelaku" ujar Ai Maryati Solihan selaku ketua KPAI, dilansir Republika.com, Ahad (22/01/2023).
Sudah sejak lama Indonesia berada dalam zona darurat kejahatan seksual. Hingga masyarakat khususnya para orang tua mengalami tingkat kecemasan yang tinggi. Hal ini jelas tidak bisa dianggap sepele, meski pemerintah sudah banyak turun tangan namun kenyatannya tidak mampu berbuat banyak.
Selama ini banyak instansi terkait mencoba mengatasi namun kerja mereka sebatas melakukan mediasi, rehabilitasi mental dan sejenisnya, bukan menjauhkan anak dari ancaman dan bahaya yang mengintai. Hasilnya kejahatan seksual terus saja bergulir memakan banyak korban. Ini terjadi jika hukum manusia masih diterapkan untuk mengatasi setiap permasalahan.
Padahal sejatinya kejahatan seksual yang terjadi pada anak adalah buah dari sistem yang rusak. Sistem demokrasi kapitalistime yang selama ini dipakai nyatanya tidak mampu mengatasi berbagai persoalan yang timbul. Satu-satunya solusi yang harus diambil adalah dengan mengganti sistem yang sudah ada.
Sistem Islam dengan seperangkat aturannya telah terbukti memberikan solusi yang tepat. Mencegah dan menyelesaikan setiap permasalahan umat mulai dari akar hingga ke cabang-cabangnya secara tuntas dengan berpedoman pada sumber hukum yang sempurna yaitu Al-Qur'an dan hadis.
Tentu saja hukum ini mampu diterapkan oleh sosok Pemimpin bukan hanya bertanggung jawab pada rakyat juga bertanggung jawab langsung kepada Allah SWT. Sebagaimana disabdakan Rasulullah SAW, "Ketahuilah setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas pihak yang kalian pimpin. Penguasa yang memimpin rakyat banyak dia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyatnya." (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Wallahu'alam bishawab.
Oleh: Rita Yusnita
Aktivis Dakwah
0 Komentar