Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Pajak, Alat Negara Memalak Rakyat


Topswara.com -- Pergantian tahun, rakyat disuguhi undang-undang baru. Yang menarik, agar mereka senantiasa bekerja tanpa henti demi memenuhi kewajiban sebagai warga negara. 

Sepertinya pemerintah tidak pernah melihat kondisi yang kini di alami oleh rakyatnya, karena bagaimana bisa malah mengeluarkan peraturan baru yang jelas-jelas mencekik rakyat. 

Sebagaimana yang diketahui pajak merupakan alat pemasukan negara. Namun jika seluruh sektor kehidupan dibebani pajak, apakah itu mensejahterakan masyarat?

Dari media Kontan.co.id (1/1/2023), pemerintah telah menetapkan peraturan baru terkait tarif pajak penghasilan (PPh) yang menyasar orang pribadi atau karyawan  yang berpenghasilan banyak, hal tersebut tertuang dalam peraturan pemerintah Nomor 55 tahun 2022 tentang penyesuaian pengaturan dibidang pajak penghasilan yang diteken Presiden Joko Widodo. 

Tarif pajak yang diterapkan atas penghasilan Kena Pajak dibagi menjadi lima layer. Pertama penghasilan sampai 60 jt dikenakan tarif pajak PPh sebesar 5 persen, kedua penghasilan lebih dari 60 juta hingga 250 jt dikenakan tarif pajak 15 persen, ketiga penghasilan lebih dari 250jt hingga 500 jt tarif pajak 25 persen, keempat penghasilan di atas 500jt hingga 5 milyar tarif pajak 30 persen, kelima penghasilan di atas 5 milyar tarif pajak sebesar 35 persen.

Fakta di atas menunjukkan negara hanya mengandalkan pungutan pajak untuk pemasukan kas negara, apalagi hari ini pemerintah sangat membutuhkan uang akibat utang negara yang terus menggunung.

Jika melihat porsentasi besarnya tarif pajak yang dibebankan oleh pemerintah, penghasilan yang terbebani oleh tarif pajak dari beberapa layer tidak menjadi persoalan karena penghasilan yang besar. Lalu, bagaimana dengan rakyat yang  berpenghasilan 60jt/tahunnya dimana setiap bulannya mendapat 5jt yang setiap tahunnya ia terkena PPh 300 ribu atau  25ribu per bulan.

Banyak masyarakat yang kontra dengan kebijakan pemerintah. Bagaimana bisa penghasilan 5juta per bulan harus diperas dengan pajak, belum lagi masyarakat hari ini terbebani dengan berbagai kebutuhan pokok yang mahal, seperti kesehatan yang sangat mahal, pendidikan, dan lain-lain.

Inilah gambaran sistem ekonomi kapitalistime, pajak oleh rakyat untuk penguasa bukan untuk rakyat. Regulasi yang tidak pernah berubah dalam sistem demokrasi, orang miskin tambah miskin, orang kaya tambah kaya.

Namun pemerintah tetap kekeuh menyatakan bahwa pajak dipungut semata-mata untuk rakyat dengan membangun dan membiayai sektor publik seperti listrik, air, LPG dan BBM Pertalite yang semunya disubsidi dengan menggunakan hasil pajak. 

Faktanya rakyat tidak pernah merasakan manfaatnya pajak, justru sektor publik semakin maha. Pemerintah hanya ngomong kosong, faktanya rakyat tidak dapat merasakan kekayaan sumber daya alam yang dimiliki. Pada akhirnya masyarakat hanya bisa menelan pahitnya kehidupan. Di dunia demokrasi yang sering kali berganti aturan.

Berbeda dengan kebijakan Islam, di mana tata kelola keuangannya tidak menjadikan pajak sebagai alat pendapatan negara. Dalam sistem Islam juga melakukan pungutan pajak tetapi tidak dijadikan sumber utama dan praktiknya pun  berbeda jauh dengan sistem demokrasi.

Pajak dalam Islam disebut dharibah dan kas negara disebut baitul mal. Dharibah tidak dibebankan oleh semua rakyat melainkan hanya Muslim yang berpenghasilan tinggi atau kaya dan skema ini hanya bersifat temporer. Pemerintah melakukan pungutan pajak ketika kas negara kosong dan saat kebutuhan mendesak dan akan berakhir setelah keperluan negara terpenuhi. 

Namun demikian sangat jarang kas negara kosong karena negara memiliki pemasukan utama yang dikelola oleh negara sendiri yakni kepemilikan umum dan sedekah. Kepemilikan umum atau SDA dalam Islam haram dikuasai oleh asing sehingga baitulmal terus mengalir deras.

Masya Allah sistem Islam dalam bingkai  khilafah begitu sempurna, aturannya dari Allah SWT. yang tidak terbatas kekuasaannya dan aturannya menetap tidak berganti seperti aturan demokrasi kapitalisme dan pemimpin Islam dialah yang menjadikan rakyatnya tuan yang harus memenuhi setiap kebutuhannya. 

Oleh karena itu tidak ada tempat rakyat mengadu atas keresahan dan jeritannya selama di sistem yang mengatur saat ini sekularime kapitalistime. Hanya sistem Islam dalam bingkai khilafah yang mampu mensejahterakan rakyat. Wallahu a’lam bissawab.


Oleh: Sasmin
Pegiat Literasi
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar