Topswara.com -- Pemerintah berencana akan melakukan penyesuaian tarif Kereta Rel Listrik di wilayah jabodetabek. Tarif Kereta Rel Listrik akan disesuaikan berdasarkan penghasilan masyarakat.
Bagi rakyat yang berpenghasilan tinggi atau tergolong kaya akan membayar tarif non subsidi. Lalu bagaimana cara untuk membedakannya? Kemenhub merencanakan akan memproduksi kartu bagi rakyat yang berpenghasilan tinggi.
Jelas saja, wacana pemerintah untuk membedakan tarif Kereta Rel Listrik bagi orang kaya dan miskin menuai kritikan publik. Sebab Kereta Rel Listrik adalah transportasi umum yang sudah selayaknya dapat digunakan oleh seluruh masyarakat tanpa diskriminasi tarif.
Pakar transportasi Deddy Herlambang pun mengatakan pemerintah blunder karna tidak memahami konsep transportasi publik. Menurutnya, di negara manapun transportasi publik tarifnya sama dan murah dengan harapan dapat menarik minat masyarakat berpindah dari kendaraan pribadi sehingga mengurangi kemacetan.
Menanggapi hal tersebut, Juru bicara Kemenhub Adita Irawati mengklaim belum ada rencana kenaikan tarif KRL dalam waktu dekat. Namun mereka sedang melakukan kajian mengenai skema subsidi sehingga tepat sasaran.
Adanya wacana kebijakan ini semakin menunjukkan watak pemerintah yang kapitalis, yang hanya berorientasi pada materi semata. Negara dalam mengurus hajat rakyat dengan konsep bisnis yang mempertimbangkan untung dan rugi.
Layanan transportasi publik pun dikelola oleh swasta atau pemerintah dengan kacamata komersil. Buktinya, masyarakat harus membayar mahal jika ingin menikmati sarana publik. Inilah realitas pahit penguasa dalam sistem kapitalisme yang meresahkan rakyat.
Berbeda dalam penguasa yang menerapkan sistem Islam yakni khilafah. Dalam sistem pemerintahan Islam, paradigma penguasa adalah rain (pengurus) sehingga penguasa akan optimal dalam mengurusi hajat masyarakat.
Penguasa tidak akan menimbang untung dan rugi dalam membuat kebijakan. Sebab mereka memahami sebagai penguasa kelak akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Sebagaimana dalam sabda Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wassalam, "Imam (khalifah) adalah pengurus rakyat dan dia bertanggungjawab atas rakyat yang dia urus." (HR. Bukhari).
Oleh karena itu konsep khilafah dalam penyelenggaraan infrastruktur umum adalah melayani umat dan dikelola oleh negara bukan swasta.
Syaikh Abdul Qadim Zallum dalam bukunya Sistem Keuangan Negara Khilafah lebih dalam memparkan bahwa insfrastruktur milik negara disebut marafiq 'ammah (sarana umum). Marafiq ammah adalah seluruh sarana yang dapat dimanfaatkan oleh seluruh masyarakat.
Oleh karena itu khilafah akan bertanggung jawab secara mutlak untuk membangun sarana transportasi umum. Dalam membangunan sarana transportasi umum pun, khilafah akan mendanainya dari pos kepemilikan negara yaitu baitul mal. Baitul mal ini bersumber dari fai, kharaj, ghanimah, usyr, ghulul dan lainnya yang sangat memadai jumlahnya. Sehingga negara akan mampu mandiri dalam membangun infrastruktur bahkan sampai dalam operasionalnya.
Namun demikian, khilafah membolehkan apabila terdapat individu atau swasta yang ingin membangun transportasi umum dan mengambil pendapatan atas pelayanan yang telah diberikan. Hal ini bukan berarti khilafah berlepas tangan dalam penyelenggaraan sarana umum. Tetapi khilafah akan mendorong mereka untuk membantu negara dalam melayani kebutuhan masyarakat.
Sehingga tidak akan terjadi monopoli komersialisasi transportasi. Dan masyarakat pun dapat memanfaatkan infrastruktur umum dengan harga yang terjangkau bahkan bisa pula gratis.
Kemudian hal lain yang perlu dipahami bahwa, transportasi umum merupakan milik negara. Maka negara boleh mengambil pendapatan dengan menentukan tarif atas pelayanannya dan mengambil keuntungan.
Namun pendapatan dan keuntungannya pun menjadi salah satu pemasukan bagi negara yakni baitul mal dan masuk di dalam pos fai dan kharaj. Perihal pengalokasian dana tersebut pun, harus sesuai peruntukkannya yaitu untuk kemaslahatan umat termasuk gaji pegawai dan tentara serta santunan bagi orang-orang yang membutuhkan dan lain-lain.
Demikianlah pengaturan transportasi dalam sistem pemerintahan Islam yang berporos kepada pelayanan umat. Berbeda dengan sistem kapitalisme yang hanya mementingkan aspek materi semata. Terlihat jelas sistem mana yang lebih menyejahterakan umat. Wallahu A'lam bisshawwab.
Oleh: Deny Setyoko Wati, S.H.
Aktivis Muslimah
0 Komentar