Topswara.com -- Presiden Joko Widodo akhirnya mencabut Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) secara resmi tanggal 30 Desember 2022 di seluruh Indonesia.
Hal ini dilakukan karena dalam beberapa bulan terakhir kasus pandemi Covid-19 di Indonesia dinilai semakin terkendali. Menurut pemerintah, pencabutan PPKM ini didasarkan pada penelitian selama 10 bulan, dari kajian-kajian sains termasuk memperhatikan pendapat para epidemiolog, tentang imunitas masyarakat seperti apa, dan perkembangan virus seperti apa.
Bagi pemerintah daerah Kabupaten Bandung pencabutan PPKM ini seperti angin segar yang membawa harapan. Pemda sudah merencanakan 10 event yang diharapkan bisa mendongkrak ekonomi juga pariwisata.
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (disparbud) Kabupaten Bandung, Wawan A. Ridwan, mengatakan even yang akan digelar tersebut tiga di antaranya berskala internasional. Yaitu Piala Dunia U-20, City Sanitation Summit dan Festival Olah raga Rekreasi Masyarakat Nasional (Fornas).
Dalam gelaran yang bersifat internasional ini, pemda akan melakukan promosi pariwisata dan produk lokal Kabupaten Bandung kepada masyarakat internasional. (Ayobandung.com, 4/1/2023)
Dalam event internasional ini Disparbud mengajak seluruh entitas ekonomi di Kabupaten Bandung untuk memanfaatkan kompetisi sepak bola Piala Dunia U-20 untuk memulihkan perekonomian dari dampak pandemi Covid-19.
Menurutnya momen ini berpotensi besar dalam meningkatkan ekonomi, karena sepak bola merupakan industri yang berdampak pada kebutuhan merchandise (barang dagangan), akomodasi, kuliner dan lain-lain. Untuk itu pihaknya akan menggandeng dinas terkait seperti Industri dan Perdagangan serta Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) untuk dapat menyiapkan permintaan dalam sektor ekonomi kreatif.
Berharap pada event-event yang digelar untuk meningkatkan perekonomian memang wajar, setelah Indonesia dihantam badai pandemi Covid-19 yang merontokan puluhan juta usaha kecil. Sebagai penopang Produk Domestik Bruto (PDB), di tahun 2019 program ini telah memberikan kontribusi sebesar 60 persen terhadap PDB. Juga menyerap 97 persen tenaga kerja dan menyediakan 99 persen lapangan pekerjaan.
Dengan data tersebut UMKM sangat diagung-agungkan perannya, bahkan ada yang menyebutnya sebagai sokoguru perekonomian Indonesia. Tapi ketika terjadi pandemi, program hanya bertahan 2-3 bulan saja. Ketiadaannya menjadi cermin lemahnya ekonomi rakyat kecil, di sisi lain hal ini juga menunjukkan betapa negara tidak bisa jadi tumpuan harapan untuk dapat mengatasinya.
Rentannya UMKM menegaskan dominasi perusahaan besar terhadap perekonomian rakyat kecil. Perusahaan multinasional mengeksploitasi dan menguasai kekayaan alam Indonesia. Keserakahan mereka dilegitimasi oleh regulasi negara atas nama investasi.
Maka tidak heran jika di Indonesia menganut sistem ekonomi kapitalistime yang dicitrakan kerakyatan, di mana rakyat kecil harus melawan perusahaan raksasa, bisa kita bayangkan siapa yang pasti akan kalah.
Meski ada stimulus dari pemerintah lewat kredit usaha kecil, insentif listrik dan bantuan tunai pada UMKM hingga digelar even-even untuk memfasilitasi pemasarannya. Semua itu ibarat gula-gula yang manis rasanya tapi tidak mengenyangkan apalagi menyehatkan. Dengan menghidupkannya kembali, tidak lebih hanya upaya memberi stimulus agar tetap menjalankan peran sebagai regulator, bukan penanggung jawab untuk kesulitan rakyatnya.
Di sisi lain pemerintah membiarkan produk impor masuk dan menguasai pasar. Data asosiasi e-commerce menunjukkan kecenderungan 93 persen barang yang dijual di marketplace adalah barang impor.
Stimulus pemerintah berupa insentif dan kredit tidak sebanding dengan pukulan dari produk impor yang membanjiri pasar. Inilah nasib UMKM di negara yang menerapkan sistem kapitalisme, dibiarkan bertarung sendiri padahal telah berjasa kepada negara.
Untuk mendongkrak perekonomian suatu negara memang membutuhkan dana yang besar. Sumber dana yang paling masuk akal adalah dari pengelolaan sumber daya alam (SDA).
Dalam Islam sumber daya alam yang melimpah itu terkategori harta milik umum/milik seluruh rakyat yang haram dikuasai individu (swasta), dan negara lah yang harus mengelolanya.
Hasilnya nanti akan dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk layanan pendidikan, kesehatan, transportasi, air bersih, energi dan lain-lain. Termasuk untuk biaya penanganan kondisi darurat saat pandemi, bencana alam dan musibah lainnya.
Dalam Islam, UMKM tidak akan menjadi sokoguru perekonomian. Untuk dapat mengelola SDA, negara akan menciptakan industri alat-alat penghasil mesin. Melalui pengelolaan ini akan terwujud kemandirian industri dalam negeri dan menjadi sumber pemasukan negara yang sangat besar. Hal ini mengingat kekayaan alam Indonesia dan negeri-negeri muslim lainnya sangat besar.
Negara juga akan menyediakan lapangan kerja melalui pelaksanaan berbagai proyek pembangunan padat karya. Dengan politik industri ini, negara yang menerapkan sistem Islam akan bisa mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat. Ini baru dari satu sisi, belum termasuk sektor ekonomi lainnya yaitu dari perdagangan dan pertanian.
Sistem Islam adalah sistem yang adil dan mampu menyejahterakan rakyat. Di bawah kepemimpinan seorang penguasa yang akan bertanggung jawab penuh terhadap pengurusan rakyat. Hubungan keduanya dilandasi oleh keimanan yang penuh ketakwaan.
Sehingga dalam pengelolaan SDA akan dilakukan secara cermat, tepat, dan benar sehingga akan menutup semua celah penyebab kolusi dan korupsi. Keberkahan dan kesejahteraan tidak hanya dirasakan oleh rakyat satu negeri, tapi akan dirasakan oleh seluruh umat manusia.
Demikian indahnya hidup dalam sistem Islam, maka apa yang menjadi penghalang sehingga enggan menerapkan syariah Islam? Padahal Allah secara jelas telah berfirman:
"Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu..." (TQS al-Anfal ayat 24).
Wallahu a'lam bish shawab.
Oleh: Ooy Sumini
Member Akademia Menulis Kreatif
0 Komentar