Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Mencegah Inflasi dengan Syariat Islam


Topswara.com -- Bupati Bandung HM Dadang Supriatna, tidak henti berupaya untuk menjaga dan menekan inflasi di daerahnya. Sosok yang akrab dengan panggilan Kang DS, meluncurkan program bantuan bahan pokok untuk puluhan ribu masyarakat Kabupaten Bandung di Gedung Budaya Soreang, Kabupaten Bandung. (Republika.co.id, 14/12/2022). 

Tidak kurang dari 96.736 paket sembako dibagikan saat berlangsungnya kegiatan.  Diharapkan hal itu bisa menjadi pengendali inflasi di Kabupaten Bandung. Pengadaan paket bahan pokok tersebut dananya berasal dari bonus tau tambahan Dana Insentif Daerah (DID). Yang pertama sebesar Rp. 8,9 miliar, kedua Rp. 11,4 miliar, kemudian digabung dengan Belanja Tidak Terduga (BTT). Sehingga total biaya pengendalian ini mencapai Rp. 43 miliar. 

Bupati juga berharap, dengan program-program yang nyata dan berpihak kepada masyarakat, seperti modal pinjaman bergulir tanpa bunga dan jaminan, akan dapat mempertahankan dan meningkatkan ekonomi serta menurunkan angka inflasi di Kabupaten Bandung. Khusus bagi petani, sawahnya akan terbebas dari pembayaran PBB, ketika telah menjadi lahan sawah abadi. 

Jauh panggang dari api memang, inilah gambaran pragmatisme di mana solusi yang dilakukan tidak sinkron dengan permasalahannya. Solusi yang diberikan seperti tambal sulam. Untuk beberapa kalangan, BLT (Bantuan Langsung Tunai) diharapkan bisa meningkatkan daya beli, namun faktanya tidak serta merta bisa mengendalikan inflasi. 

Karena faktor utama yang menjadi penyebabnya adalah faktor ekonomi yang tidak bisa dilepaskan dari sistem yang diterapkan saat ini, yaitu kapitalisme. 
Di bawah payung kapitalis, tata kelola perekonomian menjadi akar penyebab terjadinya krisis, dikarenakan ekonomi yang digunakan berbasis ribawi. Sebagai contoh, kebijakan bank sentral menaikkan suku bunga yang dimaksudkan untuk menangkal inflasi justru makin memperparah situasi.

Karena hal tersebut, membuat biaya produksi menjadi lebih mahal, sehingga berimbas pada barang dan jasa yang semakin melambung tinggi. Sementara itu, kondisi ini juga semakin diperparah oleh mata uang kertas yang nilai tukarnya fluktuatif, akibat praktik perbankan ribawi, mata uang berbasis dolar/fiat money, pasar saham dan sektor ekonomi non-riil. 

Sehingga ketika mata uang suatu negara melemah, maka biaya yang dikeluarkan untuk melakukan impor menjadi lebih mahal. Pada akhirnya, masyarakat lah yang harus menanggung beratnya beban.

Dalam Islam, permasalahan krisis ekonomi dapat diatasi dengan menata kembali sektor riil, dengan pelaku pasar rakyat luas, dengan barang dan jasa yang nyata. 

Hal ini akan memberikan dampak ekonomi secara nyata berupa pertumbuhan yang signifikan dan terbuka luasnya lapangan kerja. Sementara itu, fungsi uang hanya sebagai alat tukar saja, sehingga dengan sendirinya akan menghapus terjadinya spekulasi dan aktivitas perjudian. 

Praktik ribawi sebagai sumber penyebab terjadinya labilitas ekonomi harus dihilangkan. Tata lembaga keuangan (bank dan non-bank) harus dilaksanakan sesuai prinsip-prinsip hukum syarak. Mata uang yang digunakan pun harus bersandar pada emas dan perak, sehingga nilai tukar tetap stabil.

Dengan begitu, negara juga tidak lagi membutuhkan kebijakan moneter yang berbasis kapitalisme seperti mencetak uang kertas (tanpa ada back up emas dan perak), menaikkan dan menurunkan suku bunga, dan lain sebagainya.

Islam akan mengembalikan kepemilikan komoditas-komoditas penting (seperti minyak dan gas) kepada rakyat yang kemudian dikelola oleh negara. Dengan demikian akan tertutup bagi pihak-pihak yang selama ini mengendalikan supply tersebut demi mendapatkan keuntungan setinggi mungkin. 

Sumber perekonomian negara yang bertumpu pada empat sektor (pertanian, perdagangan, industri dan jasa) bisa diupayakan oleh setiap warga negara. Sementara harta yang menjadi milik umum dikelola sepenuhnya oleh negara, untuk digunakan hasilnya untuk kepentingan masyarakat. Demikian pula  harta milik negara itu sendiri, tidak akan begitu saja diserahkan kepada asing pengelolaannya.

Jika tindakan tersebut tidak mencukupi, maka negara bisa melakukan pinjaman, bisa dari dalam maupun luar negeri. Tentu dengan syarat dan ketentuan yang tidak bertentangan dengan hukum syarak, tanpa mengorbankan kedaulatan negara.
Seluruh kebutuhan tersebut kemudian akan ditutup oleh negara dengan menetapkan pajak (dharibah) kepada orang kaya yang Muslim saja, adapun orang miskin dan kaum kafir tidak akan dikenakan kewajiban tersebut.

Hanya dengan menerapkan sistem Islam inflasi bisa diatasi, kegiatan spekulasi di pasar komoditas yang bertentangan dengan syariat, akan dihentikan. Namun semua itu hanya akan terlaksana sempurna, kecuali jika hukum Allah diterapkan dalam sebuah naungan khilafah.

Wallahu A'lam bi Ashawab.


Oleh: Sipa Putri Aningsih
Sahabat Topswara
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar