Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Korban Gempa Terbengkalai Mungkinkah Negara Abai?


Topswara.com -- Satu bulan setelah gempa bumi berkekuatan 5,6 mengguncang Cianjur, Jawa Barat, sejumlah warga masih bertahan di tenda-tenda pengungsian, menanti kepastian untuk memulai kehidupan normal seperti dulu. 

Di Desa Cibeureum, Kecamatan Cugenang, masih ada warga yang belum menerima dana stimulan perbaikan rumah karena proses pendataan yang tidak akurat dan harus diulang. Selain itu, sebagai salah satu desa yang disebut dilalui patahan sesar aktif Cugenang, warga juga masih menanti kepastian apakah mereka akan terdampak relokasi atau tidak. (BBC News Indonesia, 22/12/2022). 

Korban yang terkatung-katung menunggu kepastian bantuan dan berharap bisa hidup normal kembali seperti sedia kala tentu seharusnya diurusi secepat mungkin. Bantuan seharusnya dengan sigap langsung diberikan dan penyelesaian pasca gempa harus segera teratasi dengan baik. 

Negara bertanggung jawab penuh untuk menyelesaikan masalah pasca gempa ini. Haruslah dipikirkan kehidupan para korban pasca gempa yang seharusnya bisa menikmati kembali kehidupan normal dan beraktivitas seperti biasanya. Pengelolaan cepat dan tuntas harus diupayakan sebisa mungkin. Tanpa menunggu nanti-nanti. 

Sistem hidup kapitalismensekulerisme membuat semua pengaturan urusan masyarakat serba lambat dan lemah tanggung jawab. Membuat rakyat semakin menderita dan harus berulang kali menunggu kepastian bantuan. Padahal itu adalah hak mereka. 

Secara geologis, letak Indonesia berada di pertemuan tiga lempeng utama dunia yaitu Lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia, dan Lempeng Pasifik. Ditambah lagi dengan julukan ring of fire, atau Lingkaran Api Pasifik. Kedua hal tersebut yang menjadikan Indonesia sering mengalami bencana.

Maka dari itu, sudah sewajarnya jika negara kita memiliki cara memanajemen bencana guna mengawasi dan menanggulangi bencana. Salah satu cara untuk menanggulangi bencana tersebut adalah dengan mitigasi. 

Hanya saja, negeri yang diatur oleh sistem kapitalisme ini seringkali abai terhadap mitigasi bencana. Anggaran belanja negara nampak banyak dialokasikan untuk mega proyek pesanan kapital. Sehingga ketika terjadi bencana, nyawa rakyat banyak yang menjadi taruhannya.

Dalam perspektif Islam, kita melihat bahwa gempa merupakan bagian dari qadha (ketetapan) Allah. Qadha dari bencana alam seperti gempa ini berada di dalam wilayah yang melibatkan manusia jadi manusia bisa melakukan ikhtiar untuk mengurangi risiko kerusakan atau bahkan menghindari bencana alam. 

Maka dari sini dibutuhkan peran penguasa dalam membuat kebijakan. Penguasa mampu melakukan upaya fase pra-bencana, seperti mitigasi dan kesiapsiagaan. Seperti dengan menetapkan standar perencanaan gedung dan bangunan untuk mengurangi kerusakan yang ada seperti yang telah dicontohkan oleh pemerintah Jepang, terutama di daerah yang rawan bencana. 

Akan tetapi penanganan teknis saja tidak cukup. Penguasa harus memposisikan dirinya sebagai pelayan dan pelindung nyawa rakyat. Sehingga ketika melakukan fase pra-bencana mindset yang pertama kali dibentuk adalah bagaimana melindungi nyawa rakyat bukan hanya sekadar meminimalisir kerusakan materi semata seperti yang terdapat pada sistem kapitalisme sekarang ini. 

Wujud kepemimpinan seperti itu tidak akan terwujud kecuali dalam sistem kepemimpinan Islam, yaitu khilafah. Secara teknis, solusi dalam menangani bencana dalam sistem Islam tidak jauh berbeda dengan sistem yang lainnya. 

Namun yang membedakan adalah cara pandang tentang adanya pencipta bencana yaitu Allah SWT. Khalifah (penguasa) akan mengajak rakyatnya untuk merenungi kemaksiatan apa yang telah dilakukan sehingga Allah mendatangkan murkaNya. Juga tak lupa untuk mengajak mereka bertaubat. 

Hal ini bermanfaat untuk menjaga kondisi ruhiyah masyarakat terutama yang tinggal di daerah yang rawan bencana. Adapun secara teknis, khilafah akan membuat manajemen dan perencanaan yang baik. Khilafah akan melakukan modifikasi faktor terjadinya bencana alam sehingga dapat mengurangi dampak terhadap manusia dan sekitarnya. 

Dalam melakukan langkah ini, khilafah dapat menggunakan dana di Baitul Mal yaitu kas umum negara. Termasuk dalam kebijakan ini adalah pertama, mitigasi (meminimalisir dampak bencana alam) seperti perencanaan standar gedung dan bangunan. Kedua, kesiapsiagaan (perencanaan menganggapi bencana alam) seperti rencana kesiapsiagaan. 

Ketiga, tanggap darurat (upaya meminimalkan bahaya bencana alam) seperti pencarian dan pertolongan korban bencana. Keempat, pemulihan (normalisasi kehidupan masyarakat) seperti perawatan medis. Itulah cara khilafah dalam menghadapi bencana alam. Tidak hanya melakukan penanganan teknis dan memikirkan kerugian materi belaka, tapi juga melakukan upaya penyelamatan ruhiyah juga memprioritaskan nyawa masyarakat.

Termasuk pengaturan urusan pasca bencana alam. Dalam Islam, pemerintah bertanggung jawab sepenuhnya untuk mengurusi semua urusan rakyat. Karena pertanggungjawabannya langsung kepada Allah. 

Dengan berbekal keimanan kepada Allah, pemerintah akan berusaha seoptimal mungkin mengurusi urusan masyarakat dengan baik termasuk jika terjadi bencana alam. Jika ingin pengaturan urusan masyarakat bisa diselesaikan dengan cepat, tuntas maka kembalilah kepada Islam secara menyeluruh. 


Oleh: Tri Setiawati, S.Si
Sabahat Topswara 
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar