Topswara.com -- Belakangan publik diramaikan dengan sejumlah kasus anak yang diduga keracunan makanan berasap dengan nitrogen cair atau “chiki ngebul”. Tidak pelak, jajanan ini sudah banyak memakan korban.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) juga sudah mengungkapkan efek serius keracunan makanan ini. Hal ini tertuang dalam Surat Edaran KL.02.02/C/90/2023 tentang Pengawasan terhadap Penggunaan Nitrogen Cair pada Produk Pangan Siap Saji.
Kutipannya antara lain, menyebabkan radang dingin dan luka bakar, terutama pada beberapa jaringan lunak, seperti kulit. Selain luka bakar, menghirup terlalu banyak uap yang dihasilkan oleh makanan atau minuman yang diproses menggunakan nitrogen cair dapat memicu kesulitan bernapas yang cukup parah, bahkan dalam kasus yang terparah bisa merusak organ tubuh (Kompas.com, 11-01-2023).
Kasus karena Chiki Ngebul alias Smoke Ice akhir-akhir ini telah tercatat di Polda Jabar ada 28 kasus alami keracunan, bahkan ada anak di Bekasi, Jawa Barat yang sampai harus menjalani operasi lambung akibat jajanan berasap itu.
Jelas bahwa chiki ngebul ini bukanlah makanan yang baik untuk tubuh manusia. Ketua Unit Kerja Koordinasi (UKK) Gastro-Hepatologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Dr. dr. Muzal Kadim, SpA(K) pun menyampaikan sejumlah ciri-ciri jajanan anak yang harus diwaspadai. “Kita lihat, kalau makanan warnanya menggiurkan, warnanya cemerlang sekali itu harus hati-hati. Zat pewarna makanan yang aman itu biasanya warnanya tidak terlalu cerah,” kata Muzal dalam konferensi pers virtual (nasional.kompas.com17/1/2023)
Fenomena Chiki ngebul ini jelas membuat keamanan pangan di negeri kita terpukul, bagaimana tidak adanya makanan yang hanya bermodal viral, tetapi minim pengawasan dipasaran, menunjukkan bahwa sistem keamanan pangan kita perlu banyak dibenahi. Baik dari sisi riset maupun birokrasi. Ini dalam rangka memberikan layanan terbaik bagi masyarakat selaku konsumen produk pangan yang beredar dipasaran.
Peredaran makanan di masyarakatpun harus benar-benar diperhatikan, tidak asal viral atau karena masyarakat menyukainya walau mengandung bahan-bahan yang merusak organ tubuh.
Tanggung jawab ini tidak hanya cukup dibebankan pada orangbtua yang harus menjaga anak-anaknya, akan tetapi pemerintah yang seharusnya memberikan keamanan untuk rakyatnya, karena ini bagian dari tugas pemerintah yang memberikan pelayanan terbaik untuk rakyatnya, supaya rakyat terhindar dari bahaya keracunan makan.
Miris, di negeri yang mayoritas umat Islam tetapi tidak menggunakan panduan makanan dan minuman sesuai ajaran Islam. Aturan Islam yang paripurna justru dipandang sebelah mata terkait aturan kehidupan manusia.
Karenanya wajar jika kejadian seperti ini terjadi di negeri ini dengan sistem sekarang yang sudah jelas tidak bisa diandalkan, alih-alih mampu menyelesaikan masalah negeri dengan berbagai kebijakan-kebijakan sebagaimana yang dijanjikan para pemangku kebijakan yang ada justru terus menimbulkan masalah.
Sudah semestinya pemangku kebijakan lebih proaktif untuk terjun ke masyarakat melakukan pelayanan demi tercapainya standar keamanan pangan dan terus melakukan edukasi perihal konsep dan tata kelola keamanan pangan kepada masyarakat.
Khususnya kepada produsen pangan, pedagang makanan serta konsumen produk pangan. Jangan sampai menunggu laporan dulu bahkan sampai memakan korban, baru melakukan penanggulangan. Selama ini, kreativitas masyarakat perihal produk kuliner lebih banyak diberi perhatian dari aspek pemasarannya, tetapi abai dari aspek keamanan pangan
Terkait masalah makanan Islam sudah jauh-jauh hari memberikan panduan, sebagaimana firman Allah swt terkait makanan yang halal dan Tayyib di QS. AlBaqoroh ayat 168 yang artinya :
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik (tayib) dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan, karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (QS Al-Baqarah [2]: 168).
Dalam hal perintah untuk makan makanan halal dan tayib tidak berdiri sendiri, melainkan harus disertai dengan pengurusan oleh negara
Karenanya pemangku kebijakan yaitu negara seharusnya mampu mewujudkan pelayanan dalam menjalankan sistem dan tata kelola keamanan pangan yang baik, hingga masyarakatpun merasakan kesejahteraan pangan dan keamanan pangan terjamin. Tidak ada ketakutan-ketakutan lagi dalam pemenuhan kebutuhan jasmaninya.
Dan hanya sistem Islam lah yang mampu mengatasi berbagai permasalahan keamanan pangan ini. Dalam sistem Islam akan ada petugas yaitu Qhodi Hisbah yang akan memeriksa pengaduan. Ia berhak memutuskan di tempat mana pun dan kapan pun, baik di pasar, rumah, di atas hewan tunggangan, maupun di dalam kendaraan; pada malam hari ataupun siang hari.
Dengan demikian, bentuk inspeksi pasar yang dilakukan oleh Qhodi hisbah bukan hanya untuk bahan mentah seperti yang dijual di pasar lauk dan sayur, tetapi juga produk-produk olahan berupa makanan, jajanan, obat-obatan hingga kosmetik.
Inspeksi tidak hanya berlaku untuk pasar tradisional ataupun pedagang kaki lima, tetapi juga pasar-pasar modern seperti supermarket, serta pusat-pusat pengolahan pangan, baik itu berskala industri rumah tangga maupun pabrik besar milik korporasi.
Demikianlah sistem Islam dengan aturannya yang diberlakukan dengan penuh keimanan dalam sebuah negara akan mendatangkan rahmat dari Sang Pemilik alam semesta Allah SWT karena didasari dengan akidah islam yang benar yang tertancap dalam jiwa-jiwa pemimpin bahwa semua kepemimpinan akan dipertanggungjawabkan dihadapan Allah swt.
Rasulullah SAW. bersabda, “Imam/Khalifah adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat yang diurusnya.” (HR Muslim dan Ahmad).
Wallahu ‘alam bishawab
Oleh: Sulastiariningrum
Aktivis Muslimah
0 Komentar