Topswara.com -- Secara bahasa makna istikharah adalah meminta pilihan (thalabul khiyarah). Shalat istikharah adalah shalat yang tujuannya meminta pilihan dari Allah SWT terkait dua atau tiga hal yang dia ragu harus memilih yang mana.
كَانَ رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعَلِّمُنَا الاِسْتِخَارَةَ فِي الأُمُورِ كُلِّهَا
“Adalah Rasulullah mengajari kami untuk beristikharah dalam semua perkara”. (HR. Al Bukhari)
Seseorang hendaknya menggabungkan dua usaha lahir dan batin. Berusaha semaksimal mungkin untuk mencari informasi terkait pilihan-pilihan tersebut, juga memohon bimbingan dari Allah SWT.
Hanya saja perlu dicatat bahwa istikharah tidak berlaku pada perkara wajib, haram atau makruh. Karena itu, jika telah jelas bahwa yang melamarnya adalah orang yang meninggalkan shalat, pelaku zina, pegiat riba, aktivis L6Bete, koruptor, atau tidak menjaga aurat, maka sudah seharusnya ditolak, tidak disyariatkan istikharah ketika itu.
Bahkan haram melakukan istikharah dalam rangka memilih selingkuhan si A atau si B, sebaiknya korupsi atau tidak, menentukan kapan waktu yang tepat untuk mencuri, meninggalkan riba atau tidak dan sebagainya, karena itu sama artinya dengan mengolok-olok Allah Ta’ala.
Namun boleh istikharah untuk memilih akan berhaji sekarang atau nanti, menikah sekarang atau nanti dan perkara terkait pelaksanaan kapan suatu perkara yang bisa ditunda.
Penting diperhatikan bahwa sebelum istikharah seseorang hendaknya bersikap senetral mungkin terhadap berbagai kemungkinan pilihan yang ada disertai dengan kepasrahan hati secara total kepada kehendak Allah Ta’ala.
Tanda hasil istikharah adalah adanya kemantapan hati terkait pilihan, jika belum mantap maka bisa istikharah lagi. Jika sudah mantap namun terlihat ada aib pelamar yang terungkap maka bisa istikharah lagi.
Jika dilaksanakan dengan hati yang netral, dan sudah mantap betul, bukan berarti berdosa melakukan hal berbeda dari apa yang dia maksudkan dalam istikharahnya, namun hanya menunjukkan kekurang pasrahan saja kepada Allah Ta’ala. Hasil istikharah bukanlah harga mati yang mesti dilaksanakan sampai mati, suatu ketika berceraipun tidaklah haram. Allaahu A’lam.
Doa Istikharah:
رَوَى الْبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَال: كَانَ رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعَلِّمُنَا الاِسْتِخَارَةَ فِي الأُْمُورِ كُلِّهَا، كَالسُّورَةِ مِنَ الْقُرْآنِ إِذَا هَمَّ أَحَدُكُمْ بِالأَْمْرِ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ مِنْ غَيْرِ الْفَرِيضَةِ، ثُمَّ لِيُقَل:
ا
للَّهُمَّ إِنِّي أَسْتَخِيرُكَ بِعِلْمِكَ، وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ، وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِك الْعَظِيمِ، فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلاَ أَقْدِرُ، وَتَعْلَمُ وَلاَ أَعْلَمُ، وَأَنْتَ عَلاَّمُ الْغُيُوبِ. اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الأَْمْرَ خَيْرٌ لِي فِي دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي – أَوْ قَال عَاجِل أَمْرِي وَآجِلِهِ – فَاقْدُرْهُ لِي وَيَسِّرْهُ لِي، ثُمَّ بَارِكْ لِي فِيهِ، وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الأَْمْرَ شَرٌّ لِي فِي دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي – أَوْ قَال عَاجِل أَمْرِي وَآجِلِهِ – فَاصْرِفْهُ عَنِّي وَاصْرِفْنِي عَنْهُ. وَاقْدُرْ لِي الْخَيْرَ حَيْثُ كَانَ، ثُمَّ رَضِّنِي بِهِ. قَال: وَيُسَمِّي حَاجَتَهُ.
قَال الْحَنَفِيَّةُ، وَالْمَالِكِيَّةُ، وَالشَّافِعِيَّةُ: يُسْتَحَبُّ افْتِتَاحُ الدُّعَاءِ الْمَذْكُورِ وَخَتْمُهُ بِالْحَمْدِ لِلَّهِ وَالصَّلاَةِ وَالتَّسْلِيمِ عَلَى رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم.
[1] Al-Mausû’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah (Kuwait: Wuzarât al-Awqâf wa al-Syu-ûn al-Islâmiyyah, 1427), Juz 3, hlm. 241.
Oleh: Ustaz M. Taufik NT.
Cendekiawan Muslim
0 Komentar