Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Demokrasi Mengebiri Fungsi Masjid, Islam Punya Solusi


Topswara.com -- Di era zaman yang sudah semakin canggih ini umat Islam khususnya, makin lama makin jauh dan hingga hampir tak memperdulikan fungsi dari sebuah masjid. Fenomena ini tentu saja tidak lahir begitu saja dalam konsep berpikir kalangan Muslim. 

Namun semua itu terjadi akibat sistem kapitalisme sekulerisme yang kian menjerumuskan. Apalagi negara sebagai mercusuar peradaban seharusnya wajib untuk memberikan tauladan yang sesuai hukum-hukum syarak bukan sebaliknya.

Dikutip dari Kompas.com (7/1/2023) Wakil Presiden Ma'ruf Amin menyoal pembentangan bendera suatu partai politik ditempat ibadah, Amin pun menegaskan bahwa pembentangan bendera partai politik di tempat ibadah, termasuk masjid, kantor pemerintahan, dan tempat pendidikan melanggar aturan. Hal ini disampaikan Amin usai menghadiri Haul mahfurlah Mama KH. TB. Muhammad Falak Abbas ke 51 di Bogor Jawa Barat.

Dari pernyataan ini, dapat kita ambil kesimpulan bahwa negara Indonesia saat ini yang mayoritas penduduknya Muslim  terbesar di dunia sangat tidak memberikan hak-hak warga negaranya sesuai dengan hukum-hukum yang sudah ditetapkan dalam kitab Al-Qur'an. 

Apalagi mayoritas pemegang kekuasaan saat ini adalah kaum Muslim yang sudah sepatutnya wajib menerapkan syariat. Sebaliknya saat ini umat malah semakin dijauhkan bahkan miris, di hembuskan isu 'angker' dalam mendalami ilmu agama.

Hal ini tentu saja sangat membahayakan, kenapa? Karena agama adalah sebagai tiang pondasi tegasnya sebuah keimanan dan ketakwaan seseorang kepada Tuhannya. Jika sampai hal ini hilang dalam jatidirinya sangat disayangkan niscaya akan hilang rasa ketaatan dan keimanan dalam diri seseorang.

Wajar jika penguasa semakin kufur di zaman ini karena semakin jauh dari Islam. Karena aturan yang diterapkannya pun tak pernah terikat dengan perintah dan larangannya Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Beberapa waktu lalu, Menteri Agama (MENAG) Yaqut Cholil Qoumas, menerbitkan surat edaran yang mengatur penggunaan penggeras suara atau toa di masjid dan di musala, mirisnya lagi Cholil selaku MENAG dengan gamblangnya membandingkan volume suara azan di masjid dengan gonggongan anjing. Detik.com Jakarta (23/2/2022)

Fitrah manusia yang lemah, terbatas, dan serba kurang terkadang tidak dijadikan manusia sebagai tolok ukur dalam merujuknya kepada hukum-hukum Allah. Kesombongan diri atas kecerdasan yang ada dijadikan alasan bahwa manusia mampu untuk memberikan aturan hidup bagi diri bahkan untuk orang lain. 

Walhasil hukum yang dilahirkan sudah cacat sejak lahir. Hukum-hukum Allah subhanahuwa wata'ala yang diabaikan bahkan dibuang sudah menjadi hal biasa dalam menjalankan kehidupannya. Padahal syariat telah memberikan kemaslahatan bagi seluruh umat manusia.

Sebagai umat Muslim sudah seharusnya untuk dapat mengembalikan fungsi masjid. Seperti kita ketahui bersama bahwa masjid tempat ibadah, dalam beberapa ayat Al-Qur'an menerangkan fungsi masjid adalah sebagai tempat yang didalamnya banyak menyebut nama Allah Subhanahu wa Ta'ala (berdzikir), tempat beri'tikaf, tempat shalat, pusat pertemuan untuk membicarakan urusan hidup dan perjuangan suatu negara (politik).

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman (QS. At-taubah :18) yang artinya "Sesungguhnya yang memakmurkan masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta (tetap) melaksanakan sholat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada apapun) kecuali kepada Allah. Maka mudah-mudahan mereka termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk" Maha benar Allah dengan segala firmannya, sungguh orang yang paling berhak memakmurkan masjid adalah orang yang beriman kepada Allah SWT hingga hari akhir, serta senantiasa melaksanakan salat, menunaikan zakat dan tidak takut kepada siapapun kecuali Allah SWT, hingga akhirnya diberikan petunjuk oleh Allah subhanahuwa wata'ala.

Umat Islam memiliki kewajiban, yakni secara umum berkewajiban kepada negara untuk senantiasa patuh dan taat selama tidak untuk bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dan seorang pemimpin dalam Islam yang beriman dan tidak menjerumuskan rakyatnya kepada jurang kemaksiatan. Karena kemuliaan akhlak mulia yang ada dalam jatidiri seorang hamba akan melahirkan kepribadian yang mulia.

Pemimpin dalam Islam ialah seorang yang senantiasa terikat dengan segala aturan dan ketetapan-Nya. Sebagaimana akhlak mulia yang dimiliki oleh Rasulullah shalalahu alaihi wassalam yang mampu memberikan perdamaian dan kesejahteraan bagi seluruh umatnya.

Karena sejatinya seorang pemimpin dalam Islam itu adalah pelayan bagi umatnya yang harus mampu mengurus dengan kasih sayang dan penuh keikhlasan, yang akan mampu mempertanggungjawabkan semuanya dihadapan Allah subhanahuwa wata'ala. Wallahu'alam bisshawab.


Oleh: Maya Ernita Sari Lubis
Pegiat Literasi Islam Kota Medan
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar