Topswara.com -- Impor lagi, impor lagi, dan selalu impor. Mengapa ketika cadangan beras pemerintah (CBP) menipis yang dipikirkan pemerintah itu adalah impor? Padahal ketika impor itu dilakukan tentunya yang untung adalah petani asing. Lalu bagaimana nasib petani Indonesia kedepan?
Memang dikutip dari
katadata.co.id, Kamis (24/11) Bulog usulkan impor. Presiden Joko Widodo bersama Kementerian Pertanian, Badan Pangan Nasional, Perum Bulog, serta stake holder lainnya telah melakukan rapat koordinasi terbatas pada awal November. Dalam rakortas tersebut, Bulog mengusulkan untuk impor sehingga bisa memenuhi target .
Sudah kita ketahui bersama Indonesia merupakan negara agraris, artinya sektor pertanian memiliki peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dapat ditunjukkan dari banyaknya penduduk atau tenaga kerja yang hidup bekerja dalam sektor pertanian.
Selain itu lahan yang luas dan tanah yang subur, hal ini turut mendukung proses bercocok tanam dengan hasil panen yang berlimpah ruah. Air yang melimpah pun sangat menunjang akan perkembangan tanaman di sawah.
Ketika panen raya tiba, tetapi kenapa sering terjadi harga padi anjlok? Sehingga petani enggan menjual padi ke Bulog.
"Sekarang petani juga lebih memilih untuk menyimpan. Menyimpan untuk apa? Untuk dijual misalnya saat menjelang lebaran, atau menjelang panen kedua. Umumnya petani sekarang menjual di sawah," ujar Sutarto kepada Katadata.co.id, pada Senin (22/11).
Nah usut punya usut, ketika harga padi sedang tinggi Bulog membeli padi petani dengan harga rendah. Sehingga tidak sedikit petani yang rugi dan memilih untuk menyimpan pada di rumah.
Pupuk Mahal
Banyak keluhan dari petani harga pupuk mahal. Tidak hanya mahal, pupuk terkadang langka di tempat tertentu. Saat masa tanam, harga pupuk melambung tinggi. Hal inilah yang menjadikan petani tambah anjlok penghasilannya.
Sudahlah harga padi murah, tetapi harga pupuk kian hari makin mahal. Di sisi lain pemerintah dengan mudahnya mengambil keputusan untuk memperpanjang impor beras.
Persolan yang selalu berulang terkait harga padi yang fluktuatif menunjukkan adanya kegagalan pemerintah dalam tata kelola pangan, terutama beras.
Buruknya koordinasi antar lembaga yang terkait mengakibatkan stok cadangan beras pemerintah menipis.
Terlebih kebijakan pemerintah dalam pengelolaan pangan yang bersifat kapitalistik tidak berpihak pada petani membuat petani menangis karena mahalnya pupuk yang ada di pasaran.
Jangan Tambah Beban Petani
Harusnya pemerintah tidak menambah beban petani yang makin sulit dalam memenuhi ekonomi saat ini karena semua serba mahal.
Kebijakan pemerintah yang kapitalistik harus diubah agar mensejahterakan petani.
Memberikan ketersediaan pupuk yang cukup dan harga bisa dijangkau petani. Dan mempermudah regulasi jika ada subsidi pupuk.
Membeli padi petani dengan harga yang wajar, tidak mempermainkan harga seenaknya. Jika Bulog kekurangan stok beras maka wajar petani enggan menjual ke Bulog, dan harusnya jadi bahan evaluasi.
Solusi terbaik Islam dalam menangani pengelolaan pangan dengan menjamin ketersediaan cadangan pangan.
Melindungi petani dengan menetapkan harga standar minimal pembelian, sehingga petani tidak dirugikan.
Tak kalah pentingnya, juga ketersediaan pupuk yang mudah dan murah insyaallah akan terpenuhi. Sehingga produksi bisa optimal, cadangan beras pun akan tersedia tanpa impor.
Sehingga petani dapat merasakan kesejahteraan dengan harga jual yang setimpal dan keberkahan dalam bercocok tanam dengan menerapkan syariat Islam kaffah.
Oleh: Munamah
Analis Mutiara Umat Institute
0 Komentar