Topswara.com -- Kabar kelam dan menyesakkan dada muncul dari Kota Bekasi. Data di ungkap oleh kepala Dinas Kesehatan kota Bekasi Tanti Rohilawati. Pihaknya mencatat sebanyak 554 warganya positif HIV/ Aids. Data ini terekam sejak Januari hingga Agustus 2022. Jika sampai akhir tahun, kemungkinan bertambah sekitar 700 orang, termasuk 67 anak yang tertular karena faktor keturunan (Sindonews.com 4/12/2022).
Data lain pun ditunjukkan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Dilaporkan, sebanyak 1.188 anak Indonesia positif HIV pada periode Januari hingga Juni 2022. Mayoritas usia pelajar dan mahasiswa, yakni 15-19 tahun.
Ketua Satgas HIV Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Indah Citraresmi mengungkapkan, lebih dari 90 persen kasus HIV-AIDS pada anak terjadi karena penularan vertikal dari ibu. Sisanya disebabkan oleh penggunaan narkoba suntik dana seks bebas, terutama dengan sesama jenis.
Tentu ini merupakan hal yang sangat ironis, ketika pandemi virus Covid-19 masih melanda Indonesia, ditambah pula pandemi HIV AIDS yang tak kunjung usai sejak awal virus ini ditemukan pada manusia. Ditambah lagi, data HIV AIDS yang terdeteksi ini hanyalah sebagian kecil dari kasus yang sebenarnya ada di sekitar masyarakat. Sehingga diibaratkan seperti fenomena gunung es. Lebih-lebih penyebaran HIV AIDS ini seperti bom waktu yang suatu saat bisa meledak.
Akar Seks Bebas
HIV AIDS disebabkan oleh Human Immunodeficieny Virus (HIV) yang menyerang sel kekebalan tubuh manusia. Akibatnya sistem imunitas pada penderita memburuk hari demi hari, dan komplikasi penyakit sangat sulit dihindari.
Beberapa komplikasi penyakit yang kerap menyerang penderita HIV AIDS diantaranya adalah tuberkulosis, pneumonia, kanker, infeksi ofertunistik dan demensia, dan semuanya adalah penyakit berat.
Pengobatan yang ada saat ini hanya memperlambat perjalanan penyakit, mengendalikan gejala, dan meminimalkan risiko komplikasinya, mengingat sampai saat ini belum kunjung ditemukan penawar untuk penyakit ini.
Menyoal banyaknya anak-anak dan remaja yang terkena HIV AIDS tentu akan mengancam eksistensi generasi. Ketika baru lahir saja sudah menderita penyakit yang mematikan tentu mereka akan menjadi generasi yang lemah. Proses regenerasi sebuah keluarga akan gagal total, kalaupun mereka bisa bertahan hidup hingga dewasa, pengobatan seumur hidup harus mereka jalani. Merekapun tidak bisa hidup normal layaknya manusia pada umumnya.
Menikah dan memiliki keturunan hanya akan menjadi angan-angan, sebab jika nekat menikah justru akan lebih berbahaya karena pasti akan menularkan virus pada pasangan dan anak anaknya nanti, tentu ini perbuatan yang sangat zalim .
Tak heran jika dalam paradigma sekuler-liberal segala tindakan sah-sah saja dilakukan selama tidak melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). Manusia harus diberikan kebebasan yang seluas-luasnya, tidak boleh ada diskriminasi karena faktor norma, etika, terlebih agama.
Karenanya, dalam perspektif HAM, seks bebas boleh-boleh saja selama dilakukan atas dasar suka sama suka, tidak boleh dilarang, tidak boleh dihukum selama mereka tidak mengusik kehidupan orang lain.
Masalah seksualitas dianggap sebagai masalah privat/pribadi. Negara tidak boleh ikut campur tangan, baik dengan aturan atau sanksi. Negara hanya boleh mengatur urusan yang bersifat publik saja.
Maka sangat wajar jika data angka penderita HIV AIDS meningkat. Di tengah segala ancaman dan dampak yang nyata akan di dapat ketika mengidap HIV AIDS saja, kasus prostitusi dan seks bebas semakin marak terjadi. Para pezina tidak merasa bersalah jika anak-anak yang notabene suci dan tidak berdosa, mereka terlahir dengan membawa virus yang diturunkan oleh dosa orang tuanya akibat seks bebas. Na'udzu Billahi min dzalik.
Tak bisa dipungkiri, perilaku seks bebas berkaitan dengan atmosfer kehidupan yang melingkupinya. Jika atmosfer yang dibangun mendorong munculnya nafsu seksualitas seperti beredarnya pornografi dan pornoaksi melalui berbagai media secara masif, perempuan dan laki-laki dibiarkan bercampur baur dalam kehidupan sehari-hari, tidak menutup aurat, maka wajar kejahatan seksual bisa terjadi kapan saja Dan di mana saja.
Sebagai agama yang sempurna, dalam Islam semua perbuatan terikat dengan hukum syarak. Baik dan buruk suatu perbuatan mutlak sepenuhnya ada pada syarak.
Dalam konteks seksualitas, Islam tidak hanya melarang seks di luar pernikahan tapi juga mencegah umat melakukan perbuatan yang bisa mengantar pada perbuatan zina, bahkan untuk mendekati zina pun sudah dilarang.
Karena itu tidak dibenarkan dalam Islam pria dan wanita yang bukan mahram berduaan di ruang tertutup dan sepi dengan alasan apapun.
Nabi SAW bersabda, :
"Siapa saja yang mengimani Allah dan hari Akhir, hendaknya tidak berkhalwat dengan perempuan yang bukan mahram karena pihak ketiganya adalah setan" (HR al-Bukhari).
Islam membangun relasi laki-laki dan perempuan di masyarakat berdasarkan takwa. Interaksi antara keduanya diatur agar menundukkan pandangan dan menutup aurat, tidak khalwat dan bercampur baur tanpa hajat syar'i untuk pendidikan, pengobatan, muamalah, dan lainnya.
Islam melarang apapun yang bisa mengeksploitasi kecantikan dan membangkitkan unsur seksual demi materi atau pun eksistensi. Ada sanksi tegas dan keras bagi siapa pun yang melanggar ketentuan syariat di atas. Maka dengan ini, aktivitas yang mengarah pada unsur seksual tidak bisa dilakukan, baik dengan persetujuan atau pun paksaan.
Dengan begitu, syariah Islam akan mencegah lahirnya budaya seks bebas dan terhindar dari kejahatan seksual serta dampaknya seperti penularan penyakit kelamin termasuk HIV AIDS, kehamilan yang tidak diinginkan, pembuangan bayi, aborsi, dan lainnya.
Hanya saja, syariah Islam ini hanya bisa diterapkan oleh negara. Tentu bukan negara yang menganut prinsip sekular-liberal seperti sekarang. Tapi negara yang menerapkan syariah Islam secara kaffah yang disebut khilafah. Dengannya, akan lahir generasi yang memiliki peradaban tinggi dan mendapat ridha Illahi Rabbi.
Wallahu'Alam bis shawab.
Oleh: Mia Kusmiati
Sahabat Topswara
0 Komentar